“Hak asasi manusia itu dimulai dari sebuah tempat sederhana, dekat rumah kita. Tempat di mana pria, wanita, serta anak-anak mendapat perlakuan sama, kesempatan sama, kehormatan sama, tanpa diskriminasi.” ~ Eleanor Roosevelt
PinterPolitik.com
[dropcap]C[/dropcap]apres Prabowo Subianto baru saja berulang tahun yang ke-67. Meski tidak merayakan hari lahirnya, ia mendapat banyak ucapan selamat dan doa agar selalu sehat dan bisa menjadi Presiden untuk periode 2019-2024 dari warganet.
Lantas melihat fenomena itu Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno, Dahnil Anzar Simanjuntak ikut berkomentar. Menurut Dahnil, ucapan dan respons positif warganet merupakan bentuk kecintaan pada Prabowo.
Asik, emang seberapa banyak sih bang yang memberi selamat dan mendoakan Prabowo jadi presiden? Hmmm, apa yakin doa-doa itu sudah cukup untuk memenangkan Prabowo?
Menurut kalian, apa mungkin reaksi kepedulian warganet kepada Prabowo di media sosial bisa menjadi tolak ukur untuk Prabowo yang dianggap sebagai orang yang sangat dicintai rakyat? Kalau itu bisa jadi tolak ukur, berarti Bowo Alphenlibeh yang banyak fansnya juga menjadi salah-satu orang yang sangat dicintai rakyat Indonesia dong? Wkwkwk.
Tapi gengs, kalau menurut eyke nih, jangan sampai para netizen yang memberikan selamat kepada Prabowo itu sebagai sindiran bukan kepedulian. Kok bisa? Lah bisa lah, soalnya kan dalam ajaran Islam peringatan ulang tahun itu dianggap sebagai tradisi orang kafir. Jadi, kalau sampai Prabowo dan Dahnil mengatakan ucapan netizen itu hal yang posistif, berarti pro dan mengamini budaya orang kafir dong? Weleh-weleh.
Eh eh eh, atau gimana nih? Ada pendapat lain? Tapi nih ya, kalau sampai Prabowo mengimani dan menerima budayanya orang kafir, bisa jadi dong doanya bukan diijabah eh malah… Wkwkwk, enggak jadi deh, ngeri dapat sumpah serapah eyke. Intinya mah kalau katanya Majelis Lucu, Prabowo itu “bukan termasuk golongan kami!” Wkwkwk.
Btw, apa yang tertulis di atas terkait budaya orang kafir itu dapat referensi dari ceramah-ceramahnya para ulama ya gengs. Awas loh dipelintir sampai kalian bilang eyke sok-sok alim! Share on XTapi di luar itu semua, memang ya suka berlebihan banget nih para politikus kita. Melihat fenomena yang kecil-kecil kayak komentarnya netizen aja segala dibesar-besarkan, tapi kalau melihat fenomena besar, mereka malah tutup daun telinga. Contohnya, kayak masalah HAM yang melekat di balik kebesaran nama Prabowo. Bukannya dituntaskan, eh malah dilenyapkan.
Eh, tapi enggak Prabowo doang kok cuy! Itu juga Jokowi sama aja kok. Contohnya kayak skandal PLN, skandal Pertamina, skandal Newmont, skandal Freeport, skandal mafia impor, dan masih banyak lagi deh skandal-skandal lainnya yang tidak jelas ceritanya dan belum jelas apa solusinya.
Hmmm, jadi gimana menurut kalian? Apa mungkin ketidakjelasan ini semua akan dapat terjawab di saat umur yang semakin bertambah ini? Atau mau sampai matahari redup juga kasus skandal-skandal yang ada di Indonesia enggak akan pernah jelas? (G35)