HomeBelajar PolitikPutar Balik ala Soni Sumarsono

Putar Balik ala Soni Sumarsono

“Sama dengan membunuh tikus (malah) membakar rumah. Jangan airnya yang kotor, kemudian gelasnya yang dipecahkan.”


pinterpolitik.comRabu, 4 Januari 2017.

JAKARTA – Kiprah Soni Sumarsono selama menjabat sebagai Pelaksana Tugas (plt) Gubernur DKI Jakarta cukup menyita perhatian publik. Sejak ditunjuk menjadi Plt Gubernur DKI pada 26 Oktober 2016, Sumarsono beberapa kali mengeluarkan kebijakan yang ‘agak’ bertolak belakang dengan gubernur sebelumnya. Karena kebijakan-kebijakannya itu, baiklah kita sedikit mengenal lebih dalam siapa Soni Sumarsono ini.

Soni Sumarsono saat dilantik sebagai Plt Gubernur DKI Jakarta (Foto: rayapos.com)

Dr. Soni Sumarsono, MDM – demikian lengkapnya – lahir di Tulungagung 22 Februari 1959. Lulusan Fisipol Universitas Gadjah Mada Yogyakarta ini menyelesaikan pendidikan S2 di Asian Institute Manajement (AIM) Manila, Philipina. Sementara itu, pendidikan doktoralnya ditempuh di Universitas Negeri Jakarta.  Soni pernah menjabat sebagai Direktur Pengembangan Usaha Ekonomi Masyarakat pada Ditjen PMD Kemendagri, Direktur Penataan Daerah dan Otonomi Khusus pada Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, dan ASDEP Pengelolaan Lintas Batas Negara, Deputi Bidang Pengelolaan Batas Wilayah Negara (BNPP). Tidak itu saja, Soni juga pernah menjadi Ketua Tim Delapan, tim yang menggodok sejumlah produk kebijakan semisal grand design pengelolaan perbatasan negara, rencana induk pengelolaan perbatasan negara. Berbagai jabatan strategis sempat dipegang Soni Sumarsono, antara lain: Direktur Keserasian Pembangunan Daerah, Direktur Pengembangan Wilayah dan Sekretaris Direktorat Jenderal Bangda Kementerian Dalam Negeri.

Oleh karena itu, tidaklah mengherankan ketika Soni yang saat itu menjabat sebagai Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri kemudian ditunjuk sebagai Plt Gubernur DKI Jakarta. Sebelumnya, Soni juga pernah menjabat sebagai Plt Gubernur Sulawesi Utara pada tahun 2015. Saat menjabat sebagai Plt Gubernur DKI, Soni menjalankan strategi kepemimpinan yang berbeda dibandingkan yang selama ini dijalankan oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Jika Ahok memilih untuk berseberangan dengan DPRD DKI Jakarta, Soni justru merangkul DPRD. Beberapa program yang sebelumnya telah diputuskan oleh Ahok, oleh Soni kemudian diubah lagi.

Baca juga :  2029 "Kiamat" Partai Berbasis Islam? 

Misalnya, jika Ahok sebelumnya menghapus program hibah APBD untuk Badan Musyawarah (Bamus) Betawi, Sumarsono membalikkan lagi kebijakan tersebut dan menyetujui anggaran dana hibah untuk Bamus Betawi tersebut. Jika sebelumnya Ahok menganggarkan dana hibah untuk TNI/Polri, Sumarsono malah menghapus program tersebut. Soni juga melakukan banyak perampingan di tubuh kepegawaian daerah. Salah satu yang terbaru adalah saat Soni melantik beberapa pejabat eselon di lingkungan pemerintah daerah DKI, padahal beberapa pejabat tersebut adalah mereka yang sudah pernah di-staffkan (dicopot dari jabatannya) oleh Ahok. Soni beralasan bahwa pejabat-pejabat tersebut adalah pejabat yang punya penilain bagus, namun karena satu masalah mereka kemudian di-staffkan.

Beberapa program yang dilaksanakan oleh Soni tersebut sempat mendapatkan kritik dari Ahok. Ahok misalnya menilai untuk program hibah ke Bamus Betawi tidak pantas karena Bamus sudah penuh dengan nuansa politis ketimbang budaya-nya. Ahok lebih tertarik untuk menganggarkan dana bagi sanggar-sanggar betawi yang akan mengikuti lomba atau festival di luar negeri. Ahok juga lebih tertarik untuk memberikan hibah pada TNI/Polri yang nota bene memiliki asset tanah yang luas di wilayah Jakarta. Untuk kritik-kritik Ahok tersebut, Soni berkomentar: “Sama dengan membunuh tikus (malah) membakar rumah. Jangan airnya yang kotor, kemudian gelasnya yang dipecahkan.”

Menarik untuk menanti kelanjutan kiprah Soni di sisa masa jabatannya sebagai Plt Gubernur DKI Jakarta. Harapannya tentu saja kebijakan yang diputuskan Soni sepenuhnya untuk kepentingan masyarakat Jakarta. Kita tentu masih ingat ketika Soni memberi sanksi pencabutan TKD (Tunjangan Kinerja Daerah) untuk 6.221 PNS DKI akibat tidak masuk di hari saat demo 4 November 2016 berlangsung. Harapannya program-program Soni di masa yang singkat ini tetap berkesinambungan dengan program-program sebelumnya. Kemudi ‘kendaraan’ DKI sudah ada di tangan Sony, harapannya ‘kendaraan’ ini tidak dibawa putar balik terus. (Dari berbagai sumber/S13)

Baca juga :  Ridwan Kamil “Ditelantarkan” KIM Plus? 
spot_imgspot_img

#Trending Article

Segitiga Besi Megawati

Relasi Prabowo Subianto dan Megawati Soekarnoputri kini memasuki babak baru menyusul wacana pertemuan dua tokoh tersebut.

Prabowo & Hybrid Meritocracy Letnan-Mayor

Promosi Letjen TNI Kunto Arief Wibowo sebagai Pangkogabwilhan I di rotasi perdana jenderal angkatan bersenjata era Presiden Prabowo Subianto kiranya mengindikasikan pendekatan baru dalam relasi kekuasaan dan militer serta dinamika yang mengiringinya, termasuk aspek politik. Mengapa demikian?

The Real Influence of Didit Hediprasetyo?

Putra Presiden Prabowo Subianto, Didit Hediprasetyo, memiliki influence tersendiri dalam dinamika politik. Mengapa Didit bisa memiliki peran penting?

Keok Pilkada, PKS Harus Waspada? 

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjadi salah satu partai yang paling tidak diuntungkan usai Pemilu 2024 dan Pilkada 2024. Mungkinkah hal ini jadi bahaya bagi PKS dalam waktu mendatang?

Prabowo and The Nation of Conglomerates

Dengarkan artikel ini: Sugianto Kusuma atau Aguan kini jadi salah satu sosok konglomerat yang disorot, utamanya pasca Menteri Tata Ruang dan Agraria Nusron Wahid mengungkapkan...

Megawati and The Queen’s Gambit

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mungkin akan dielu-elukan karena dinilai brilian dengan menunjuk Pramono Anung sebagai calon gubernur dibandingkan opsi Ahok atau Anies Baswedan, sekaligus mengalahkan endorse Joko Widodo di Jakarta. Namun, probabilitas deal tertentu di belakangnya turut mengemuka sehingga Megawati dan PDIP bisa menang mudah. Benarkah demikian?

Gibran Wants to Break Free?

Di tengah dinamika politik pasca-Pilkada 2024, seorang wapres disebut ingin punya “kebebasan”. Mengapa Gibran Rakabuming wants to break free?

Ada Operasi Intelijen Kekacauan Korea Selatan? 

Polemik politik Korea Selatan (Korsel) yang menyeret Presiden Yoon Suk Yeol jadi perhatian dunia. Mungkinkah ada peran operasi intelijen dalam kekacauan kemarin? 

More Stories

Segitiga Besi Megawati

Relasi Prabowo Subianto dan Megawati Soekarnoputri kini memasuki babak baru menyusul wacana pertemuan dua tokoh tersebut.

Prabowo and The Nation of Conglomerates

Dengarkan artikel ini: Sugianto Kusuma atau Aguan kini jadi salah satu sosok konglomerat yang disorot, utamanya pasca Menteri Tata Ruang dan Agraria Nusron Wahid mengungkapkan...

Prabowo dan Hegemoni Rasa Takut

Beberapa konglomerat menyiratkan “ketakutan” soal akan seperti apa pemerintahan Prabowo bersikap terhadap mereka.