Rancangan UU Pemilu sudah molor berbulan-bulan dari yang dijadwalkan. Bahkan bahasan perlu tidaknya ambang batas presidential threshold saja, hingga kini masih belum mendapatkan titik temu.
PinterPolitik.com
[dropcap size=big]H[/dropcap]ingga Sabtu (3/6), Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Undang-undang (RUU) Pemilihan Umum (Pemilu) masih belum juga menghasilkan keputusan mengenai pembahasan 19 isu penting. Salah satu penyebabnya adalah masih banyaknya perdebatan diantara kepentingan setiap fraksi maupun pemerintah.
Setelah lewat sebulan dari target yang ditetapkan, yaitu akhir April, hingga kini perkembangannya masih belum terlihat adanya kesepakatan. “Beberapa fraksi besar seperti PDI Perjuangan, Golkar, Nasdem, juga pemerintah ngotot kalau presidential threshold (Pres-T) 20 persen. Ini kan Pemilu serentak, bagaimana mungkin bisa menggunakan ambang batas Pemilu 2014. Ini tidak masuk akal,” kata seorang sumber, Sabtu lalu.
PSI: Presidential Threshold 20% Bentuk Arogansi Parpol Besar https://t.co/v6kslLRVhJ pic.twitter.com/HHu2xCBcrp
— Okezone (@okezonenews) May 26, 2017
Baginya, ambang batas Pres-T berapapun yang akan disepakati oleh DPR dan Pemerintah, pasti akan di judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK). Sebab, Pemilu yang dilakukan serentak sebenarnya tidak memerlukan ambang batas. “Ini hanya akal-akalan fraksi besar dan pemerintah untuk membatasi capres yang akan maju di Pemilu 2019. Belum bertanding saja sudah takut kalah,” cetusnya.
Ia mengungkapkan, salah satu tujuan dari fraksi yang mendukung ambang batas Pres-T 20 persen, karena adanya keinginan kuat untuk membatasi calon presiden (capres) dengan cara apapun. Dengan ambang batas tinggi, mereka dapat memaksakan kader partainya untuk maju mendampingi Jokowi di Pilpres 2019.
“Padahal kalau ambang batas nol persen, partai kecil – bahkan partai baru pun, bisa mengusung Jokowi di Pilpres nanti. Dengan begitu, Jokowi tak perlu dukungan parpol besar untuk maju sebagai capres lagi. Jokowi juga akan terbebas dari intervensi parpol seperti yang selama ini terjadi,” tegasnya.
Selain keempat parpol besar di atas, sebenarnya mayoritas fraksi menginginkan ambang batas pencalonan presiden ditiadakan atau nol persen. “Gerindra sendiri dukung nol persen, tetap nol persen dengan alasan itu sesuai konstitusi. Kalau tidak nol persen itu melanggar konstitusi,” kata Wakil Ketua Pansus RUU Pemilu Ahmad Riza Patria, Jumat (2/6).
Menurutnya, ditiadakannya ambang batas pencalonan presiden merupakan bentuk penguatan parpol karena memberi kesempatan untuk mengajukan calon masing-masing. Tapi jika Pres-T dipaksakan 20 persen, maka hal itu menyalahi konstitusi. Karena dasar penggunaan angka tersebut telah dipakai pada Pilpres 2014.
Riza juga menyayangkan Pemerintah yang tetap memaksakan ambang batas 20 persen. “Pemerintah enggak boleh keras dan enggak boleh menang sendiri. Banyak pengamat juga mendorong nol persen,” katanya.
Meski begitu, hingga saat ini pansus belum menyentuh soal pembahasan Pres-T karena fokus menyepakati 14 isu krusial. Diantaranya, penambahan kursi anggota dewan, verifikasi partai politik, syarat pemilih, keterwakilan perempuan dan status KPU-Bawaslu.
(Suara Pembaruan)