HomeBelajar PolitikPrabowo Ubah Kemenkeu Jadi “Kepentung”

Prabowo Ubah Kemenkeu Jadi “Kepentung”

Kecil Besar

“Bagi orang-orang baik yang menolak terjun dalam dunia politik, hukumannya hanya satu, yaitu siap menerima diperintah oleh orang-orang bodoh.”


PinterPolitik.com

[dropcap]S[/dropcap]aat kita berbicara mengenai hal yang sudah pernah dibicarakan, sesungguhnya kita hanyalah penafsir atas wacana yang sebenarnya sudah dikatakan berulang-ulang oleh kebanyakan orang.

Jadi perlukah kita menjadi risau dengan apa yang telah diucapkan oleh kebanyakan orang? Semisal apa yang dibicarakan oleh oposisi kepada pemerintah, dalam hal ini capres nomor urut 02, Prabowo Subianto, yang menyebutkan bahwa Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sebaiknya diganti dengan nama Kementerian Pencetak Utang.

Apakah yang dikatakan Prabowo itu tidak termasuk dalam narasi yang berulang? Bukankah utang piutang negara ini telah terjadi sebelum Jokowi memimpin pemerintahan? Jadi, apa lagi yang harus ditakuti dan apa lagi yang harus dibantah Kemenkeu terkait utang? Mengapa Menkeu tidak menjawab seperti ini saja ya terkait omongannya Prabowo:

“Lah, bagus juga tuh idenya Prbaowo! Cerdas, kenapa tidak dari dulu ya kita ubah nama jadi Kementerian Pencetak Utang, kalau disingkat jadi “Kepentung”. Atau Prabowo mau coba nih jadi menteri yang Kepentung? Eh maksudnya jadi Menteri Kepentung”. Ahahaha.

Tetapi, sayang seribu sayang, faktanya Menkeu kita tidak memiliki latar belakang komedian yang bisa dengan luwes menjawab dan menerima kritik dari orang dengan jawaban yang jenaka. Mungkin jika menteri kita memiliki latar belakang pendidikan komedi, pasti ia akan mengatakan kepada oposisi seperti ini:

“Memangnya apa salahnya kalau kita berutang? Wong kita yang banyak utang juga masih bisa dapat penganugrahan Menkeu terbaik se-Asia kok. Lagian niatan kita berhutang juga tidak selalu buruk. Soalnya kan semakin kita banyak utang, semakin kita banyak amal sama sales bank. Ea ea ea”. Hahahaha.

Karena menteri kita bukan komedian dan tidak memiliki sedikit pun latar belakang pendidikan sekolah melucu, jadinya saat Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu, Nufransa Wira Sakti menyampaikan preskon, dirinya hanya bilang seperti ini:

Baca juga :  Berani Prabowo Berantas Pungli Ormas?

“Kementerian Keuangan adalah sebuah institusi negara yang penamaan, tugas dan fungsinya diatur oleh Undang-Undang. Siapa pun tidak sepantasnya melakukan penghinaan atau mengolok-olok nama sebuah institusi negara yang dilindungi oleh Undang-Undang, apalagi seorang calon presiden”.

Hmmm, tidak usah seserius itu kali pak, kita yang jadi rakyat juga biasa aja kok melihat fenomena pemerintah dan oposisi yang saling kritik. Masa sih Kemenkeu tega-teganya melarang masyarakat mengkritisi dan berkomentar tajam? Emang mau kembali ke zaman Orde Baru yang sarat pembungkaman?

Lagian juga kalau dipikir-pikir, ini kan negara demokrasi. Kalau Kemenkeu bicara seperti itu, masyarakat jadi bisa dong mikir seperti kata-kata Plato yang menilai demokrasi begini:

“Demokrasi adalah rezim uang. Rezim di mana kebebasan dan kesetaraan disetir oleh motivasi uang, sehingga demokrasi adalah introduksi untuk munculnya tirani”.

Intinya, pasca reformasi 1998, sering kali masyarakat disuguhkan dengan banyak orang yang berbicara tanpa dasar yang jelas. Maka, pada akhirnya ketidakjelasan itu bisa memunculkan rasa kerinduan terhadap pemerintahan yang kuat. Dan bukan hal yang haram kalau masyarakat juga ingin melihat pemerintahan yang dapat menyelesaikan segala masalah. Yang penting tidak anti kritik ya pak. Hehehe. Betul apa betul? (G35)

Awas kepentung! Share on X
spot_imgspot_img

#Trending Article

Prabowo Lost in Translation

Komunikasi pemerintahan Prabowo dinilai kacau dan amburadul. Baik Prabowo maupun para pembantunya dianggap tak cermat dalam melemparkan tanggapan dan jawaban atas isu tertentu kepada publik, sehingga gampang dipelintir dan dijadikan bahan kritik.

2029 Anies Fade Away atau Menyala?

Ekspektasi terhadap Anies Baswedan tampak masih eksis, terlebih dalam konteks respons, telaah, dan positioning kebijakan pemerintah. Respons dan manuver Anies pun bukan tidak mungkin menjadi kepingan yang akan membentuk skenario menuju pencalonannya di Pilpres 2029.

The Pig Head in Tempo

Teror kepala babi dan bangkai tikus jadi bentuk ancaman kepada kerja-kerja jurnalisme. Sebagai pilar ke-4 demokrasi, sudah selayaknya jurnalisme beroperasi dalam kondisi yang bebas dari tekanan.

PDIP Terpaksa “Tunduk” Kepada Jokowi?

PDIP melalui Puan Maharani dan Joko Widodo (Jokowi) tampak menunjukan relasi yang baik-baik saja setelah bertemu di agenda Ramadan Partai NasDem kemarin (21/3). Intrik elite PDIP seperti Deddy Sitorus, dengan Jokowi sebelumnya seolah seperti drama semata saat berkaca pada manuver PDIP yang diharapkan menjadi penyeimbang pemerintah tetapi justru bersikap sebaliknya. Lalu, kemana sebenarnya arah politik PDIP? Apakah akhirnya secara tak langsung PDIP akan “tunduk” kepada Jokowi?

The Irreplaceable Luhut B. Pandjaitan? 

Di era kepresidenan Joko Widodo (Jokowi), Luhut Binsar Pandjaitan terlihat jadi orang yang diandalkan untuk jadi komunikator setiap kali ada isu genting. Mungkinkah Presiden Prabowo Subianto juga memerlukan sosok seperti Luhut? 

The Danger Lies in Sri Mulyani?

IHSG anjlok. Sementara APBN defisit hingga Rp31 triliun di awal tahun.

Deddy Corbuzier: the Villain?

Stafsus Kemhan Deddy Corbuzier kembali tuai kontroversi dengan video soal polemik revisi UU TNI. Pertanyaannya kemudian: mengapa Deddy?

Sejauh Mana “Kesucian” Ahok?

Pasca spill memiliki catatan bobrok Pertamina dan dipanggil Kejaksaan Agung untuk bersaksi, “kesucian” Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok seolah diuji. Utamanya, terkait pertaruhan apakah dirinya justru seharusnya bertanggung jawab atas skandal dan kasus rasuah perusahaan plat merah tempat di mana dirinya menjadi Komisasis Utama dahulu.

More Stories

Rocky Gerung Seng Ada Lawan?

“Cara mereka menghina saja dungu, apalagi mikir. Segaris lurus dengan sang junjungan.” ~ Rocky Gerung PinterPolitik.com Tanggal 24 Maret 2019 lalu Rocky Gerung hadir di acara kampanye...

Amplop Luhut Hina Kiai?

“Itu istilahnya bisyaroh, atau hadiah buat kiai. Hal yang lumrah itu. Malah aneh, kalau mengundang atau sowan ke kiai gak ngasih bisyaroh.” ~ Dendy...

KPK Menoleh Ke Prabowo?

“Tetapi kenyataannya, APBN kita Rp 2.000 triliun sekian. Jadi hampir separuh lebih mungkin kalau tak ada kebocoran dan bisa dimaksimalkan maka pendapatan Rp 4.000...