HomeBelajar PolitikPlato dan Kant ‘Ditendang’ dari Kurikulum

Plato dan Kant ‘Ditendang’ dari Kurikulum

Mereka menilai pemikiran Plato atau Kant misalnya justru melahirkan gelombang kolonialisme pada masa selanjutnya. Selain itu, karena fokus program studi tersebut adalah Asia dan Afrika, maka menjadikan Kant dan Plato misalnya yang adalah filsuf Eropa sebagai bagian dari kurikulum sepertinya tidak ‘nyambung’.


pinterpolitik.comKamis, 12 Januari 2017.

LONDON – Siapa tak kenal Plato? Ia dianggap sebagai salah satu filsuf besar sepanjang masa yang ide-idenya masih dipelajari hingga saat ini. Siapa tak kenal Immanuel Kant? Kant dianggap sebagai pemikir utama dalam filsafat modern. Siapa pula yang tak kenal Descartes dengan ungkapannya yang terkenal: cogito ergo sum atau saya berpikir maka saya ada?

Sayangnya, filsuf-filsuf tersebut ‘terancam’ dikeluarkan dari kurikulum universitas. Seperti dikutip dari The Telegraph, mahasiswa dari sebuah universitas bergengsi  di London menuntut agar filsuf-filsuf tersebut dikeluarkan dari kurikulum karena mereka adalah para filsuf berkulit putih, yang oleh kelompok itu dijuluki the white philosopher. Bagaimana bisa?

Perkumpulan mahasiswa di School of Oriental and African Studies (SOAS) menegaskan bahwa sesuai dengan nama dan tujuan program studi, seharusnya mayoritas filsuf yang ada adalah filsuf dari Asia dan Afrika. Perkumpulan mahasiswa tersebut juga menyatakan bahwa tuntutan tersebut merupakan bagian dari kampanye yang lebih luas atas tuntutan untuk mengatasi dan membuang semua warisan struktural dan epistemologis yang dibawa oleh kolonialisme pada masa lampau.

Mereka menilai pemikiran Plato atau Kant misalnya justru melahirkan gelombang kolonialisme pada masa selanjutnya. Selain itu, karena fokus program studi adalah Asia dan Afrika, maka menjadikan Kant dan Plato misalnya yang adalah filsuf Eropa sebagai bagian dari kurikulum sepertinya tidak ‘nyambung’.

Hal ini bisa menjadi kenyataan karena sejalan dengan keinginan pemerintah Inggris untuk menempatkan kepuasan mahasiswa sebagai titik utama reformasi pendidikan tinggi di Inggris. Jika tuntutan ini didengarkan pemerintah, bisa jadi Plato, Kant, dan filsuf-filsuf lain akan benar-benar dikeluarkan dari kurikulum universitas.

Namun demikian, beberapa pengamat pendidikan dan bahkan ahli filsafat mengatakan bahwa tuntutan yang dilakukan oleh mahasiswa tersebut adalah sebuah ‘kebodohan’. Sir Roger Scruton seorang ahli filsafat bahkan mengatakan bahwa  mahasiswa-mahasiswa tersebut bahkan sesungguhnya tidak paham apa yang mereka sebut white philosophy tersebut.

Sir Anthony Sheldon, wakil rektor Universitas Buckingham menambahkan bahwa ada bahaya politik di luar yang mempengaruhi pemahaman terhadap bidang pendidikan tertentu. Pemahaman terhadap rasialisme yang cenderung dicampuradukan dengan pendidikan. SOAS bahkan menjadikan ‘filsuf putih’ tersebut sebagai program utama mereka dalam rangka membebaskan kampus dari dekolonialisasi pemikiran, khususnya di program studi Asia, Afrika dan Timur Tengah.

Perdebatan mengenai hal ini terus berlangsung. Banyak pihak yang menilai agak naïf ‘menendang’ sejarahwan atau filsuf hanya karena alasan warna kulit. Di tengah kembali menguatnya isu rasisme dan konflik identitas di Eropa, permasalahan ini tentu saja menarik untuk diikuti kelanjutannya. (Telegraph/S13)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Segitiga Besi Megawati

Relasi Prabowo Subianto dan Megawati Soekarnoputri kini memasuki babak baru menyusul wacana pertemuan dua tokoh tersebut.

Prabowo & Hybrid Meritocracy Letnan-Mayor

Promosi Letjen TNI Kunto Arief Wibowo sebagai Pangkogabwilhan I di rotasi perdana jenderal angkatan bersenjata era Presiden Prabowo Subianto kiranya mengindikasikan pendekatan baru dalam relasi kekuasaan dan militer serta dinamika yang mengiringinya, termasuk aspek politik. Mengapa demikian?

The Real Influence of Didit Hediprasetyo?

Putra Presiden Prabowo Subianto, Didit Hediprasetyo, memiliki influence tersendiri dalam dinamika politik. Mengapa Didit bisa memiliki peran penting?

Keok Pilkada, PKS Harus Waspada? 

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjadi salah satu partai yang paling tidak diuntungkan usai Pemilu 2024 dan Pilkada 2024. Mungkinkah hal ini jadi bahaya bagi PKS dalam waktu mendatang?

Prabowo and The Nation of Conglomerates

Dengarkan artikel ini: Sugianto Kusuma atau Aguan kini jadi salah satu sosok konglomerat yang disorot, utamanya pasca Menteri Tata Ruang dan Agraria Nusron Wahid mengungkapkan...

Megawati and The Queen’s Gambit

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mungkin akan dielu-elukan karena dinilai brilian dengan menunjuk Pramono Anung sebagai calon gubernur dibandingkan opsi Ahok atau Anies Baswedan, sekaligus mengalahkan endorse Joko Widodo di Jakarta. Namun, probabilitas deal tertentu di belakangnya turut mengemuka sehingga Megawati dan PDIP bisa menang mudah. Benarkah demikian?

Gibran Wants to Break Free?

Di tengah dinamika politik pasca-Pilkada 2024, seorang wapres disebut ingin punya “kebebasan”. Mengapa Gibran Rakabuming wants to break free?

Ada Operasi Intelijen Kekacauan Korea Selatan? 

Polemik politik Korea Selatan (Korsel) yang menyeret Presiden Yoon Suk Yeol jadi perhatian dunia. Mungkinkah ada peran operasi intelijen dalam kekacauan kemarin? 

More Stories

Segitiga Besi Megawati

Relasi Prabowo Subianto dan Megawati Soekarnoputri kini memasuki babak baru menyusul wacana pertemuan dua tokoh tersebut.

Prabowo and The Nation of Conglomerates

Dengarkan artikel ini: Sugianto Kusuma atau Aguan kini jadi salah satu sosok konglomerat yang disorot, utamanya pasca Menteri Tata Ruang dan Agraria Nusron Wahid mengungkapkan...

Prabowo dan Hegemoni Rasa Takut

Beberapa konglomerat menyiratkan “ketakutan” soal akan seperti apa pemerintahan Prabowo bersikap terhadap mereka.