HomeBelajar PolitikPerppu Ormas, Tiket Pilpres 2019?

Perppu Ormas, Tiket Pilpres 2019?

Banyak pihak menduga jika pembubaran HTI (Hiz-but Tahrir Indonesia) dilakukan sebagai bentuk ‘balas dendam’ terhadap kekalahan Ahok. Benarkah? Atau apakah ini cara pemerintah meredam kelompok tertentu demi mencapai kekuasaan pada Pilpres 2019?


PinterPolitik.com 

 

[dropcap size=big]H[/dropcap]ingga hari ini, pro dan kontra pengesahan Perppu Ormas masih bergulir. Banyak suara mengatakan jika Perppu Ormas merupakan jalan yang dibuat pemerintah guna membalaskan dendamnya kepada mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Seperti yang sudah diketahui bersama, Ahok berhasil dijebloskan ke penjara atas tuduhan penistaan agama.

Ahok (foto: istimewa)

Bila mau menengok ke belakang sejenak, politisi keturunan Tionghoa tersebut ramai diprotes atas dasar penistaan agama oleh beberapa ormas berbasis Islam, sebut saja FPI, GNPF MUI, hingga HTI. Setelah dirinya masuk penjara, bak balas dendam, Pemimpin FPI, Rizieq Shihab dikejar oleh kepolisian. Setelahnya, pemerintah mengeluarkan Perppu Nomor 2/2017 tentang Organisasi Masyarakat, dan tanpa basi-basi ‘melumpuhkan’ HTI.

Dari kejadian tersebut, masyarakat ramai kembali membahas kekuatan Perppu Ormas. Salah satu pihak menyebut jika Perppu Ormas adalah senjata politik untuk balas dendam, “Nampak jelas latar belakang munculnya perppu Ormas adalah politik balas dendam atas kekalahan Ahok dalam Pilkada serentak dan Pilpres yang akan datang, “ ujar Kholilullah yang juga ketua Aliansi Ormas dan Umat Islam Jabodetabek.

Apa benar demikian fokus pemerintah menerbitkan Perppu Ormas?

Keuntungan Parpol Gandeng Ormas

Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Wiranto, menegaskan jika Perppu Ormas sama sekali tak diarahkan untuk mencederai keberadaan ormas berbasis Islam. Sebaliknya, pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM bisa lebih mudah membubarkan organisasi masyarakat yang dinilai anti-Pancasila, “Perppu ini betul diarahkan untuk kebaikan. Perppu ini justru diarahkan untuk merawat persatuan dan kesatuan,” tambah Wiranto.

Menko Polhukam Wiranto (foto: Antara)

Keberadaan Ormas berbasis Islam memang menjadi penanda tersendiri sejak gelaran Pilkada Jakarta lalu. Ormas seperti FPI, GNPF MUI, GP Anshor, bahkan PBNU, dapat menjadi tempat penyaluran aspirasi masyarakat yang memiliki kepercayaan rendah terhadap partai politik.

Baca juga :  Megawati and The Queen’s Gambit

Dalam sebuah pengumpulan opini yang dilakukan Kompas, sebanyak tiga dari lima responden sepakat jika ormas memiliki daya tawar yang kuat ketika dihadapkan dengan negara. Ormas dipandang sebagai media yang memperkuat dan memberdayakan masyarakat serta mampu menjadi alat kontrol terhadap penyeleggaraan pemerintahan.

Dalam proporsi yang sama, publik juga meyakini bahwa ormas mampu berperan sebagai media penyaluran aspirasi ketika parpol tak lagi dapat dipercaya. Kompas juga mencatat jika kecendrungan citra partai saat ini berada di bawah angka 50 persen. Dengan demikian, ormas bisa diindikasikan sebagai media alternatif dalam memperjuangkan kepentingan publik.

Hal ini bisa jadi sudah disadari sejak lama oleh beberapa partai politik untuk menggandeng ormas, terutama ormas berbasis Islam, untuk masuk ke dalam politik dan mendukung kebijakan politiknya. Tak hanya itu, ormas juga berperan baik dalam menggalang massa dari beragam lapisan kelas masyarakat.

Penerbitan perppu ormas, tak heran mengundang beragam reaksi dari beberapa ormas, terutama ormas berbasis Islam. Ada yang setuju dan tak sedikit yang menolak. Bagi ormas yang berafiliasi dengan partai politik tertentu, penerbitan perppu ormas bisa bermakna lebih luas sekedar ‘melumpuhkan’ kegiatan berserikat yang dilindungi dalam UUD 1945.

Perppu Ormas, Tiket Pilpres 2019

Jaminan Kelancaran Pilpres 2019

Seperti yang terlihat, partai pendukung Perppu Ormas terdiri dari PDIP, Golkar, Nasdem, PKB, dan Hanura. Partai-partai pendukung Perppu Ormas ini, seirama pula dengan ormas besar berbasis agama, seperti Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU), dan ‘anak-anaknya’ seperti Gerakan Pemuda Anshor (GP Anshor) dan Barisan Anshor Serbaguna NU (Banser NU).

Dalam sebuah pernyataan resmi, Ketua PBNU bidang Hukum, Robikin Embas, menilai jika langkah Presiden Jokowi sangat cerdas dan aspiratif. Bahkan tepat dan konstitusional. PBNU, yang juga membawahi 14 ormas lainnya, harus puas karena penerbitan Perppu Ormas anti-Pancasila telah direalisasikan pemerintah.

Baca juga :  Haji Isam: Yury Kovalchuk-nya Prabowo?

Sementara itu, pihak yang berseberangan dengan penerbitan Perppu Ormas adalah PAN, PKS, Gerindra, dan Demokrat. Partai-partai tersebut, seperti sudah jamak diketahui, memliki afiliasi yang cukup dekat dengan ormas berbasis Islam, seperti FPI. Baik FPI, Majelis Ulama Indonesia (MUI), dan HTI berada satu suara dengan penolakan partai-partai tersebut terhadap Perppu Ormas.

FPI (Foto: istimewa)

Sewaktu Ahok diperkarakan dalam kasus penodaan agama, ormas FPI, MUI, serta HTI, juga merupakan kelompok paling vokal menyerukan penjatuhan hukuman terhadapnya. Tiga ormas ini bahkan berhasil ‘memutihkan’ Monumen Nasional dalam rangkaian Aksi Bela Islam, dengan membawa ratusan ribu massa dari berbagai daerah. Aksi yang tersusun sistematis ini bahkan membuat kelompok yang menyebut dirinya ‘Alumni 212’ mendirikan partai politik dengan nama Partai Syariah 212.

Kuatnya gerakan ormas ini, dipengaruhi pula oleh sosok Rizieq Shihab sebagai Imam Besar FPI. Ketika Ahok sudah dibui, bak meja yang dibalik, kini ulama keturunan Arab tersebut yang menjadi ‘bulan-bulanan’ kepolisian atas kasus pornografi. Tak hanya itu, pemerintah tak ragu langsung menerbitkan Perppu Ormas dan mencabut hak hukum HTI.

Penerbitan Perppu Ormas, bagi pihak tertentu dapat menjadi sebuah tiket kemenangan Pilpres 2019 nanti. Berpengaruhnya gerakan ormas berbasis Islam, yang sudah terbukti mampu mengumpulkan aspirasi dan menggerakan rakyat dari berbagai daerah, menjadi kekuatan yang harus diwaspadai oleh pihak yang akan berlaga di Pemilihan Presiden 2019 mendatang. Perrpu Ormas, menjadi sebuah cara untuk ‘menjinakan’ kegiatan ormas.

Dengan demikian, bagi partai-partai yang berafiliasi dengan ormas berbasis Islam tertentu, harus bekerja lebih keras mengumpulkan dukungan dan massa untuk mengantarkannya pada kemenangan Pilpres 2019 mendatang. Mereka juga mau tak mau mencari sumber dukungan lain, jika salah satu ormasnya ternyata ‘dibekukan’ oleh perppu ormas. Sementara bagi pihak yang lain, perppu ormas, bisa menjadi sebuah tiket kemenangan dalam menghadapi gelaran Pilpres 2019. (Berbagai Sumber/A27)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Segitiga Besi Megawati

Relasi Prabowo Subianto dan Megawati Soekarnoputri kini memasuki babak baru menyusul wacana pertemuan dua tokoh tersebut.

Prabowo & Hybrid Meritocracy Letnan-Mayor

Promosi Letjen TNI Kunto Arief Wibowo sebagai Pangkogabwilhan I di rotasi perdana jenderal angkatan bersenjata era Presiden Prabowo Subianto kiranya mengindikasikan pendekatan baru dalam relasi kekuasaan dan militer serta dinamika yang mengiringinya, termasuk aspek politik. Mengapa demikian?

The Real Influence of Didit Hediprasetyo?

Putra Presiden Prabowo Subianto, Didit Hediprasetyo, memiliki influence tersendiri dalam dinamika politik. Mengapa Didit bisa memiliki peran penting?

Keok Pilkada, PKS Harus Waspada? 

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjadi salah satu partai yang paling tidak diuntungkan usai Pemilu 2024 dan Pilkada 2024. Mungkinkah hal ini jadi bahaya bagi PKS dalam waktu mendatang?

Prabowo and The Nation of Conglomerates

Dengarkan artikel ini: Sugianto Kusuma atau Aguan kini jadi salah satu sosok konglomerat yang disorot, utamanya pasca Menteri Tata Ruang dan Agraria Nusron Wahid mengungkapkan...

Megawati and The Queen’s Gambit

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mungkin akan dielu-elukan karena dinilai brilian dengan menunjuk Pramono Anung sebagai calon gubernur dibandingkan opsi Ahok atau Anies Baswedan, sekaligus mengalahkan endorse Joko Widodo di Jakarta. Namun, probabilitas deal tertentu di belakangnya turut mengemuka sehingga Megawati dan PDIP bisa menang mudah. Benarkah demikian?

Gibran Wants to Break Free?

Di tengah dinamika politik pasca-Pilkada 2024, seorang wapres disebut ingin punya “kebebasan”. Mengapa Gibran Rakabuming wants to break free?

Ada Operasi Intelijen Kekacauan Korea Selatan? 

Polemik politik Korea Selatan (Korsel) yang menyeret Presiden Yoon Suk Yeol jadi perhatian dunia. Mungkinkah ada peran operasi intelijen dalam kekacauan kemarin? 

More Stories

Jangan Remehkan Golput

Golput menjadi momok, padahal mampu melahirkan harapan politik baru. PinterPolitik.com Gelaran Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2018 tunai sudah. Kini giliran analisis hingga euforia yang tersisa dan...

Laki-Laki Takut Kuota Gender?

Berbeda dengan anggota DPR perempuan, anggota DPR laki-laki ternyata lebih skeptis terhadap kebijakan kuota gender 30% untuk perempuan. PinterPolitik.com Ella S. Prihatini menemukan sebuah fakta menarik...

Menjadi Pragmatis Bersama Prabowo

Mendorong rakyat menerima sogokan politik di masa Pilkada? Prabowo ajak rakyat menyeleweng? PinterPolitik.com Dalam pidato berdurasi 12 menit lebih beberapa menit, Prabowo sukses memancing berbagai respon....