Mengenai apa saja yang diadukan masyarakat ke Ombudsman, selama ini, Lely mengatakan, sebagian besar menyangkut pelayanan. Misalnya, pelayanan yang molor dan tertunda dalam waktu lama. Itu menyangkut berbagai instansi, diantaranya, pertanahan, perizinan, dan pemerintah daerah.
pinterpolitik.com
[dropcap size=big]M[/dropcap]asih banyak praktik maladministrasi oleh pejabat publik yang tidak terekspos selama ini. Selain itu, masih banyak warga yang belum memahami kemana mengadukan masalah dalam pelayanan publik, padahal lembaga untuk itu, yakni Ombudsman, sudah lama dibentuk.
Wakil Ketua Ombudsman Republik Indonesia (ORI), Lely Pelitasari Soebekty, mengemukakan di Jakarta, Minggu (11/3/2017), bisa jadi warga tidak tahu ke mana harus melapor. Oleh karena itu, Ombudsman melakukan sosialisasi agar masyarakat mengetahui ada tempat untuk mengadukan pelayanan yang tidak memuaskan.
Diantaranya, membuka layanan call center 137, lewat sosial media,
melalui nomor 082137373737 dan email [email protected]
Ia menyebutkan, jumlah pengaduan masyarakat meningkat setiap tahun. Pada 2015, laporan yang masuk ke Ombudsman sebanyak 6.800, sedang pada 2016 meningkat jadi 10.000. Tugas ORI, memeriksa laporan sesuai tahapan. Ini memungkinkan Ombudsman bisa melakukan mediasi dan ajudikasi. Setelah itu, memberikan rekomendasi.
Mengenai apa saja yang diadukan masyarakat ke Ombudsman, selama ini, Lely mengatakan, sebagian besar menyangkut pelayanan. Misalnya, pelayanan yang molor dan tertunda dalam waktu lama. Itu menyangkut berbagai instansi, di antaranya, pertanahan, perizinan, dan pemerintah daerah.
Kasus Jualan di Sekolah
Dilihat dari jumlah yang melapor ke Ombudsman, sebenarnya keberadaan lembaga ini sudah dikenal secara luas oleh masyarakat. Selain itu, beberapa masalah yang hangat dibicarakan masyarakat pernah juga ditangani oleh Ombudsman.
Di antaranya, Ombudsman Sumatera Utara menerima laporan dari para orangtua murid, mulai tingkat SD sampai SMA, tentang masih banyaknya praktik pungutan liar oleh pengurus sekolah. Begitu juga dengan penjualan seragam sekolah, buku, dan bahan ajar lain, yang membuat para orangtua siswa terpaksa mematuhinya.
Kepala Perwakilan Ombudsman Provinsi Sumut, Abyadi Siregar, pernah mengatakan, masalah keluhan orangtua siswa ini ditangani mengingat sudah ada aturan yang melarang praktik pemungutan uang seperti itu. Hal itu diatur dalam Pasal 181 Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan serta Pasal 12 Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah.
Memberikan penjelasan, Selasa (21/2), Abyadi mengatakan, Ombudsman Sumut meminta dinas pendidikan provinsi, kabupaten dan kota untuk menyosialisasikan larangan tersebut.
“Sekolah dilarang jualan. Jangan buat para orang tua murid bingunglah. Padahal gara-gara ini, sudah banyak pihak sekolah berurusan dengan aparat penegak hukum,” tegasnya.
Belum lama ini, ORI juga menerima laporan dari Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta terkait reklamasi Pulau C dan D. Menurut Koordinator Bidang Penyelesaian Laporan/Pengaduan ORI, Dominikus Dalu, laporan tersebut pasti ditindaklanjuti.
Berbicara di kantornya, Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (9/3), Dominikus mengatakan, untuk menindaklanjuti laporan ini beberapa dokumen harus dilengkapi dan kemudian diverifikasi. Kalau dokumen sudah lengkap, ORI akan melakukan investigasi dan memeriksa di lapangan. Ombudsman akan meminta klarifikasi dari sejumlah pihak, termasuk Pemprov DKI, DPRD, dan kementerian yang terkait masalah reklamasi.
Masih terkait dengan reklamasi, Dominikus mengatakan, pada 2016, Ombudsman pernah turun ke lapangan dan menampung pengaduan mengenai masalah tersebut. Nah, dengan laporan baru ini, Ombudsman akan menginvestigasi apakah ada maladministrasi atau tidak. Untuk menentukan itu dibutuhkan klarifikasi dari berbagai pihak.
Terkait reklamasi itu, Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta didampingi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta melaporkan Pemprov DKI ke Ombudsman menyangkut izin lingkungan dan tata ruang Pulau C dan D di Teluk Jakarta. Reklamasi di dua pulau itu dianggap melanggar sejumlah aturan.
Yang terbaru, Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar meminta Ombudsman RI turun tangan untuk menyelidiki dampak dari kasus korupsi proyek e-KTP.
Kontras berpendapat, kasus e-KTP bukan hanya menimbulkan kerugian negara, tetapi juga sebagian masyarakat menghadapi kesulitan untuk memperoleh fasilitas pelayanan publik karena terkendala tidak memiliki e-KTP.
Menurut Haris Azhar, dampak dari lamanya warga mendapatkan e-KTP dan buruknya masalah e-KTP itu banyak. Ombudsman adalah bagian pemantauan pelayanan publik. Buruk di mana saja, ya perlu dicek.
Selain menyangkut pelayanan publik, kasus korupsi e-KTP juga mengganggu kelancaran Pilkada Serentak 2017, yang berlangsung 15 Februari lalu. Masalahnya, banyak warga yang akhirnya tidak bisa menggunakan hak pilihnya, karena tidak memiliki e-KTP.
Seharusnya Ombudsman membuka akses bagi warga yang merasa terdampak kasus korupsi e-KTP untuk melapor. Ombudsman diharapkan membuka pos pengaduan, dalam artian “jemput bola”.
Ombudsman Republik Indonesia, sebelumnya bernama Komisi Ombudsman Nasional, adalah lembaga negara yang mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik, baik yang diadakan oleh negara/pemerintahan, termasuk badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, badan hukum milik negara, serta badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN dan APBD.
Lembaga ini dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia yang disahkan dalam Rapat Paripurna DPR RI pada 9 September 2008.
Ombudsman bertugas, menerima laporan atas dugaan maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik; memeriksa subtansi laporan; menindaklanjuti laporan yang tercakup dalam ruang lingkup kewenangan Ombudsman; melakukan investigasi atas prakarsa sendiri terhadap dugaan maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik.
Kemudian, melakukan koordinasi dan kerja sama dengan lembaga negara atau lembaga pemerintahan lainnya serta lembaga kemasyarakatan dan perseorangan, membangun jaringan kerja, mencegah maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik dan melakukan tugas lain yang diberikan oleh undang-undang.
Kepentingan Masyarakat
Sebagai lembaga negara, yang memantau pelayanan publik dan memeriksa maladministrasi, aktivitas Ombudsman bermuara pada kepentingan masyarakat luas. Oleh karena itu, kita sependapat sosialisasi tugas dan fungsi pokok Ombudsman perlu lebih digencarkan.
Terkait dengan itu, inilah saatnya Ombudsman menunjukkan keberadaannya dengan melaksanakan salah satu tugasnya, yakni melakukan investigasi atas prakarsa sendiri. Itu berarti tidak hanya menunggu masuknya laporan, tapi juga “mencari laporan” supaya pelayanan publik, yang menjadi tugas utama berbagai instansi, sesuai dengan harapan masyarakat.
Melaksanakan pelayanan terdepan dengan “jemput bola”, seperti disarankan Koordinator Kontras, akan membuat Ombudsman lebih bergaung sebagai pengawal pelayanan publik. Makin banyak lembaga dan organisasi yang aktif menyoroti pelayanan publik, akan semakin baik. Lebih baik juga makin sering ORI diberitakan media massa, karena sukses menjalankan tugasnya. (Berbagai sumber/E19)