Setelah dengan lihainya lepas dari sejumlah kasus korupsi, akhirnya KPK memutuskan mencekal Setya Novanto agar tidak bisa bepergian ke luar negari. Keputusan ini sontak diprotes sejumlah anggota DPR, mengapa?
PinterPolitik.com
[dropcap size=big]K[/dropcap]etua DPR Setya Novanto atau Setnov, akhirnya resmi dicekal bepergian ke luar negeri oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), selama enam bulan ke depan. Pencekalan ini dikeluarkan guna kepentingan penyidikan kasus mega korupsi e-KTP. Menurut Wakil Pimpinan KPK Alexander Marwata, keterangan Setnov sangat penting. Tak hanya dipersidangan Andi Narogong, tapi juga akan diajukan kembali sebagai saksi dipersidangan dua terdakwa e-KTP, Irman dan Sugiharto.
“SN kami cegah karena keterangannya sangat dibutuhkan untuk penyidikan tersangka AA (Andi Agustinus alias Andi Narogong),” ujar Alexander Marwata, Rabu (12/3).
Sebelumnya, Setnov diduga menerima sejumlah dana dari proyek e-KTP. Namun, ia membantahnya. Bahkan, ketua umum Partai Golkar itu mengaku tidak tahu menahu tentang pembahasan proyek tersebut. Dia hanya mengetahui ada proyek e-KTP melalui laporan Ketua Komisi II DPR saat itu, Chaeruman Harahap, dalam rapat pleno.
Saat ini, status Setnov memang masih sebagai saksi. Dengan adanya pencegahan ini, masih belum diketahui apakah statusnya akan berubah. Namun dalam surat dakwaan untuk Irwan dan Sugiharto, jaksa KPK mengatakan kalau posisi Setnov merupakan saksi ‘istimewa’. Ia dianggap dianggap terlibat dalam penggiringan anggaran untuk proyek e-KTP senilai Rp5,8 triliun di DPR.
Namun lagi-lagi, Setnov membantah dakwaan tersebut. Seolah tak mau kalah, KPK juga mengaku sudah mengantongi bukti-bukti adanya dugaan keterlibatan dirinya. Yang mengherankan, perintah pencekalan ini mengundang reaksi tidak terima dari anggota DPR. Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah, bahkan mengancam akan berkirim surat ke Presiden Jokowi. Hal sama juga dikatakan Wakil Ketua DPR Fadli Zon, menurutnya, pencekalan Setnov mengganggu kinerja DPR.
“Pimpinan Dewan akan mengirimkan surat terkait nota keberatan dan rapat konsultasi dengan Presiden. Ini dalam rangka melindungi dan menjaga ketatanegaraan kita dan kepastian hukum. Khususnya terhadap DPR RI, karena bila di dalam lembaga pengawas tertinggi terjadi gangguan, lembaga lain juga terganggu,” kata Fahri saat jumpa pers di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (11/4).
Setya Novanto dan Skandal e-KTP
Perjalanan karir pria kelahiran Bandung, 12 November 1954 ini dimulai saat masih menjadi pengusaha. Saat masih kuliah, Setnov sudah memulai bisnisnya dengan berjualan beras dan madu di Surabaya, juga sebagai sales di sebuah dealer penjualan mobil. Kepiawaiannya dalam memasarkan produk, membuat pemilik dealer mempercayainya sebagai Kepala Penjualan Mobil di seluruh wilayah Indonesia Timur.
Setnov kemudian hijrah ke Jakarta untuk meraih gelar sarjana muda di Universitas Trisakti. Hanya saja, setelah membayar biaya pendaftaran kuliah, tabungannya saat bekerja di dealer mobil langsung habis. Setelah memutar otak, Setnov pun kembali berbisnis dengan membuka kios fotokopi di dekat kampus.
Berkat kejujuran, kerja keras, serta keuletannya, Setnov pun mulai mengembangkan bisnis yang diawali dengan perkenalannya pada ayah dari salah seorang teman. Ia diminta untuk mengembangkan bisnis SPBU di daerah Cikokol, Tangerang, yang kemudian berhasil ia kembangkan dan sukses.
Setelah sukses sebagai penguasaha, ayah empat anak inipun kemudian coba-coba terjun ke dunia politik. Ketertarikannya pada politik ini, bermula saat bergabung dengan Organisasi Bahumas Kosgoro dan PPK Kosgoro di tahun 1957. Setelah itu, Setnov bergabung menjadi anggota Partai Golkar, aktif di kepengurusan KONI, serta organisasi kemasyarakatan lainnya. Kini, kiprahnya di dunia politik pun kian teruji ketika berturut-turut duduk sebagai anggota DPR-RI selama tiga periode.
Setnov terpilih sebagai anggota DPR yang berasal dari Daerah Pemilihan Nusa Tenggara Timur (NTT) Dua, meliputi wilayah Pulau Timor, Rote, Sabu, dan Sumba. Banyak pihak yang melihat Setnov memanfaatkan kedudukannya untuk mengambil keuntungan, baik secara pribadi maupun politik, demi mempertahankan kedudukannya tersebut. Buktinya, setelah terpilih menjadi anggota DPR, ia membangun sejumlah aset di NTT, yaitu:
1. Novanto Center, di wilayah Kelapa Lima, Kota Kupang
Gedung dua lantai yang dilengkapi kolam renang. Di bagian belakang Novanto Center dimanfaatkan sebagai rumah singgah kalau ia berkunjung ke NTT.
2. Hotel Bintang Lima di Labuan Bajo
Hotel bintang lima dilahan seluas 3,5 hektare di Pantai Pede, Labuan Bajo, Manggarai Barat, NTT. Nilai investasinya mencapai Rp120 miliar. Perusahaan milik Setnov, PT Saran Investama Manggabar, menjadi pemenang tender pembangunan lahan di Pantai Pede itu. Namun, pemerintah dan masyarakat setempat menolak rencana pembangunannya. Akhirnya, pemerintah setempat menyewakan lahan itu ke Setnov selama 25 tahun dengan nilai sewa sekitar Rp1,3 miliar.
3. Pembangkit listrik tenaga uap (PLTU)
PLTU ini dibangun di Kawasan Industri Bolok, Kupang Barat, Kabupaten Kupang. Wilayah ini terkenal dengan tanaman rumput laut dan pohon kayu putih.
Setnov dikenal sebagai salah satu sosok yang licin. Ia sudah sering diperiksa oleh KPK atas beberapa kasus, namun KPK seakan kesulitan untuk membawanya ke hotel prodeo. Berikut beberapa kasus yang menyangkut Setnov:
Selain itu, Setnov juga beberapa kali diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap Revisi Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Penambahan Biaya Arena Menembak PON Riau. Kasus ini menjerat mantan Gubernur Riau, Rusli Zainal, yang juga politikus Partai Golkar.
Belum lagi kasus Akil Mochtar tentang suap, gratifikasi, dan pencucian uang terkait sengketa Pilkada. Nama Setnov terekam dalam pesan BlackBerry (BBM) antara Akil dan Ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai Golkar Jatim sekaligus Ketua Bidang Pemenangan Pemilu Jawa, Zainuddin Amali.
Saat dikonfirmasi mengenai pesan BBM ini dalam persidangan, baik Setnov maupun Idrus membantah adanya permintaan uang dari Akil. Setnov juga mengaku telah melarang Zainuddin mengurus masalah Pilkada Jatim.
Di kasus e-KTP ini, namaSetnov juga disebut-sebut terlibat. Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin menyebut Setnov dan mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, sebagai pengendali proyek tersebut. Nazaruddin menuding, Setnov membagi-bagi fee proyek e-KTP ke sejumlah anggota DPR. Namanya disebut mengutak-atik perencanaan dan anggaran proyek senilai Rp5,9 triliun tersebut.
Kasus ini sendiri terjadi saat Setnov masih menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR, yaitu sebagai koordinator pengumpul suara para pemimpin fraksi di DPR, agar menyetujui proyek penerapan KTP berbasis NIK secara nasional. Dari hasil kerjanya sebagai koordinator tersebut, ia mendapatkan bayaran sebesar 11 persen dari total anggaran atau sekitar Rp574 miliar, dari total Rp5,9 triliun.
Aksi DPR Melawan Pencekalan KPK
Beberapa waktu lalu, DPR sempat menggelar rapat Badan Musyawarah (Bamus) yang menghasilkan keputusan untuk mengirim nota keberatan pencekalan Ketua DPR ke Presiden Joko Widodo. Wakil Ketua DPR, Taufik Kurniawan memastikan bentuk aspirasi itu bukan untuk mengintervensi hukum atau pun mendesak Presiden Jokowi.
Pada rapat yang dihadiri delapan ketua fraksi, kecuali Partai Demokrat dan Hanura ini, semua fraksi sepakat memberikan catatan soal pencekalan Setnov terkait kasus korupsi e-KTP. Namun nota keberatan tersebut hanya merupakan redaksional, seperti yang disampaikan Fraksi Partai Golkar.
“Bukan dalam konteks meminta untuk dicabut, fraksi tahu semua yuridis tidak bisa dicampuri. Tapi ini jadi perhatian khusus. Kita paham semua tidak bisa mengintervensi. Kita sadar kita tidak bisa mengintervensi. Pak Setnov juga ngomong seperti itu. Menghormati koridor yang sama,” tegas politikus PAN ini.
Sepandai – pandainya tupai melompat, pasti akan jatuh juga, begitulah kata pepatah. Sama seperti Setya Novanto, seorang politisi yang pergerakannya licin seperti belut sehingga selalu lolos dari kasus hukum. Pada akhirnya, ia akan terjerumus juga oleh KPK. Apakah Setya Novanto akan benar – benar dihukum kali ini? Atau kasusnya akan hilang begitu saja bak ditelan bumi? Berikan pendapatmu. (A15)