Site icon PinterPolitik.com

Mencari Musuh 3 Srikandi

Mencari Musuh 3 Srikandi

Nama Sri Mulyani, Susi Pudjiastuti, dan Rini Soemarno, tentu tak asing di telinga masyarakat. Menteri populer andalan Presiden Jokowi ini, berhasil selamat dari Reshuffle Kabinet Kerja pada 2016 lalu. Sukses mencetak prestasi, ternyata tak menjamin mereka bebas dari ancaman Reshuffle kabinet jilid III. Apa saja yang sekiranya  dapat mendongkel ketiga srikandi ini dari kursi kementriannya?


PinterPolitik.com 

Isu perombakan kabinet atau reshuffle kembali kencang berhembus. Presiden pernah berkomentar pada reshuffle kabinet pertama, jika hal ini dilakukan agar janji-janji menyejahterakan rakyat Indonesia bisa tercapai.

Dalam desas-desus reshuffle tersebut, nama menteri Sri Mulyani, Susi Pudjiastuti, dan Rini Soemarno, tak luput dibahas. Ketiga srikandi ini, mencuri perhatian khalayak saat pertama kali resmi berada dalam struktur tim Kabinet Kerja Jokowi. Bagaimana tidak? Mereka sudah mencetak prestasi tak main-main sebelum ‘dijemput’ oleh Jokowi.

Namun, memiliki sepak terjang yang tinggi serta menorehkan prestasi dalam kerja pemerintahan, ternyata tak membuat mereka aman dari ‘guncangan’ reshuffle kabinet jilid III. Jika harus menilik latar belakang dan rekam jejaknya, akankah ‘musuh’ yang membuat mereka terdongkel dari Kabinet Kerja dapat ditemukan?

Rekam Jejak dan Musuh Tiga Srikandi

Tak ada yang meragukan prestasi dan sepak terjang perempuan keturunan Jawa Tengah kelahiran Lampung ini. Sri Mulyani Indrawati, mampu mempertahankan perekonomian Indonesia di tengah carut marut perekonomian global tahun 2008 yang bertekuk lutut di angka minus 7 persen, sementara Indonesia mampu bertahan di angka 4 persen.

Keberadaannya di Kementerian Keuangan pada masa pemerintahan Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY), juga membuat tidur para oknum tak nyenyak sebab Sri mempersilakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masuk ke Direktorat Jenderal Bea Cukai. Akibatnya, KPK banyak menguak dan menjerat kenakalan-kenakalan oknum penerima gepokan uang suap.

Namun, di tengah jalannya sebagai Menteri Keuangan pada era yang sama, Sri terlibat ‘perang terbuka’ dengan pejabat cum pengusaha, Aburizal Bakrie. Mereka saling tuding atas ‘dosa’ masing-masing, yang berujung pada penyelidikan kasus Bank Century. Dari sana pula, Sri menjadi ‘bulan-bulanan’. Sri menyatakan dengan tegas, jika Aburizal Bakrie tak senang dengannya. Ini terbukti dengan adanya Panitia Hak Angket Bank Centry DPR yang waktu itu diketuai oleh politisi Golkar, Idrus Marham.

Menghadapi itu, Sri meminta pencabutan penghentian sementara perdagangan saham PT. Bumi Resources Tbk di tahun 2008, yang berimbas pada pencekalan terhadap sejumlah petinggi perusahaan batu bara Bakrie. Tak berhenti di sana, lulusan University of Illinios dan Universitas Indoensia ini, menegaskan jika semburan lumpur Lapindo diakibatkan oleh kesalahan manusia, bukan alam. Sri lantang mengatakan kerugian harus ditanggung Bakrie selaku pemilik Lapindo. Tentunya, pernyataan Sri menambah kegusaran Ical alias Aburizal Bakrie.

Walaupun sempat dibantah juru bicara Ical, terkait perselisihan Sri Mulyani dengan Ical, namun perselisihan tersebut adalah penyebab Sri ‘turun’ sebagai Menteri Keuangan dan memilik tawaran Bank Dunia sebagai Direktur Pelaksana di tahun 2010.

Namun, perselisihannya dengan Aburizal Bakrie, tentu tak memiliki kekuatan berarti pada masa pemerintahan Jokowi saat ini. Jikalau ia harus lengser dari Kementerian Keuangan karena reshuffle, Presiden Jokowi mungkin saja akan meletakannya pada bagian-bagian lain dalam struktur Kabinet Kerjanya.

Lain Sri, lain pula musuh yang dihadapi Susi Pudjiastuti. Setahun terakhir, menteri nyentrik ini banyak mendapat protes dari kelompok nelayan kecil di Jawa Timur dan Kalimantan Barat terkait kebijakan penggunaan jaring cantrang.

Jaring cantrang merupakan jenis jaring berdiameter kecil yang dianggap mengancam ekosistem laut karena menangkap ikan-ikan bayi dan remaja yang seharusnya tumbuh. Nelayan yang menggunakan cantrang wajib mengantinya dengan jenis jaring lain. Inilah yang tak diterima oleh sebagian besar nelayan di berbagai daerah karena akan mengurangi pendapatan sehari-hari mereka. Presiden Jokowi sampai harus turun tangan dengan mengundur waktu pemberlakuan UU Cantrang sampai Desember 2017 nanti. (Baca: Layakkah Susi Dipuji?)

Masih dalam isu yang sama, tagar #GantiMenteriSusi di media sosial Twitter juga sempat merebak. Hal ini juga diikuti dengan demo ratusan nelayan di Kalimantan Barat menuntut menteri asal Pangandaran ini dicopot.

Demo Nelayan Kalbar di DPRD Pontianak (foto: Antara)

Menanggapi hal itu, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Budi Gunawan, menyatakan jika ramainya luapan kekecewaan nelayan terhadap Susi adalah bukti adanya kekuatan yang ingin mengacaukan situasi bangsa. Ia menambahkan jika ekonomi Indonesia dikuasai kartel pangan dan energi yang sulit diberantas. ‘Ikan-ikan besar’ inilah yang sebenarnya ingin melengserkan Susi.

Bagaimana pun juga, kerikil yang dihadapi Susi tentu tak bisa dipandang sebelah mata. Sistem kartel yang telah membelenggu para nelayan sehingga terus menerus berada dalam rantai kemiskinan, menyebabkan mereka tak memiliki banyak pilihan selain menggunakan jenis cantrang yang dilarang dalam kebijakannya.

Selain para nelayan, Susi juga pernah mendapat sindiran dari salah satu anggota Komnas HAM, Natalius Pigai, mengenai kebijakan meledakan kapal asing yang beroperasi ilegal di perairan Indonesia. Pigai berseloroh, jika hanya meledakkan kapal siapapun bisa melakukannya, bahkan orang bodoh sekalipun. Uniknya, ketika kebijakan peledakkan kapal ini dikritisi Komnas HAM, negara seperti Malaysia dan Argentina, justru mencontek kebijakan menteri yang bahkan tak lulus SMA ini.

Sebagai seorang pemberontak tulen yang anti-elit, Susi dapat memimpin Kementerian Kelautan dan Perikanan, memberikan sumbangan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) tertinggi sepanjang sejarah, yakni senilai Rp. 125, 38 triliun. Ia juga diberikan kesempatan berbicara tentang kelautan di forum Liga Bangsa –Bangsa (PBB) serta meraih penghargaan kemaritiman tertinggi di dunia, Peter Benchley Ocean Award sebagai pemimpin terbaik.

Menggeser Susi Pudjiastuti, tentu harus memikirkan matang-matang bagi masa depan laut negeri. Terlepas dari polemik yang menderanya, Susi tak pernah seujung kuku pun mengendorkan kinerjanya untuk memperbaiki keadaan maritim Indonesia.

Bila dibandingkan kedua menteri sebelumnya, gaung kebijakan Rini Soemarno memang tak sepopuler Sri Mulyani dan Susi Pudjiastuti. Sebaliknya, selama dua setengah tahun berada dalam kepemimpiannya, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mendapat rapor merah. Kementerian ini juga mengalami kerugian cukup signifikan, yakni lebih dari Rp. 400 miliar pada kuartal pertama. Kerugian ini, dikatakan oleh Sekertaris Kementerian BUMN, Imam A. Putro, terjadi akibat belum masifnya pergerakan bisnis di segala sektor.

Tak hanya itu saja, tersandungnya Menteri Rini di kasus Pelindo II yang membuat dirinya diprediksikan oleh beberapa pihak, akan terkena gelombang reshuffle. Rini dianggap lalai karena menyetujui perpanjangan kontrak antara PT. Pelindo II dengan Hutchison Port – Holdings. Proses perpanjangan kontrak itu, menabrak undang-undang, peraturan menteri,dan anggaran dasar perusahaan. Bahkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mencatat, kerugian negara telah mencapai Rp. 4 triliun akibat keteledoran Rini.

Anak dari mantan Gubernur BI periode Orde Lama dan Orde Baru ini, juga dikabarkan berseteru dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri. Hal ini sudah meruap ke mana-mana. Beberapa indikasinya terjejak ketika Panitia Khusus (Pansus) yang diketuai politikus PDIP, Rieke Dyah Pitaloka, mempersoalkan Rini dalam dugaan korupsi pengadaan crane dan sejumlah investasi Pelindo II. Mantan petinggi Citibank dan PT. Astra International ini, juga ‘diadukan’ oleh Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, untuk mempertimbangkan posisi Rini, karena selalu mengeluarkan kebijakan yang menyimpang.

foto: istimewa

Walaupun begitu, Rini sangat berjasa membawa Presiden Jokowi dan Jusuf Kalla berada di posisinya saat ini. Rini menduduki jabatan sebagai Kepala Tim Transisi Pemerintahan Jokowi – JK pada 2014 lalu, dan mampu menggalang dukungan penuh, baik dari kalangan pengusaha maupun pejabat.

Siapa Akan Tergeser?

 Menyaksikan sepak terjang ketiga srikandi andalan Presiden Jokowi tersebut, kita bisa melihat jika Menteri Rini menempati posisi yang ‘rawan’ untuk dilengserkan dibandingkan dengan Menteri Sri dan Menteri Susi dalam reshuffle. Kebijakan yang dihasilkan Sri dan Susi, serta prestasi yang mengikuti keduanya membuat mereka tak mudah digantikan.

Jikalau Menteri Susi dan Sri, harus turun dari kursi kementerian saat ini, kedua srikandi tersebut bisa saja dipindahkan ke dalam ‘pos’ yang berbeda, atau dalam kementerian yang berbeda tanpa harus meninggalkan Kabinet Kerja Jokowi . Sementara Menteri Rini, yang memiliki polemik kompleks dengan ‘pentolan’ PDIP, yakni Megawati Soekarnoputri, serta catatan buruk kinerjanya selama dua tahun terakhir, bisa saja dilengserkan dari kursi Kementerian BUMN.

Indria Sumego, seorang pengamat politik dari LIPI menyatakan, jikalau Menteri Rini dicopot, hal tersebut bisa jadi disebabkan oleh ketidakloyalannya terhadap PDIP. Rini, menurut Indria Sumego, menganggap dirinya sebagai profesional, sedangkan PDIP menilai Rini banyak ‘berutang’ pada PDIP sehingga bisa masuk ke dalam liga politik negeri dari posisi awalnya sebagai eksekutif korporasi Citibank dan PT. Astra International.

Bagaimana posisi ketiga srikandi ini menghadapi perombakan kabinet nanti? Mari kita saksikan hasilnya bersama. (Berbagai Sumber/A27)

Exit mobile version