Site icon PinterPolitik.com

Megawati Penjaga Rumah Bangsa

Putri kesayangan “Putra Sang Fajar” ini memang sudah mengenal politik kebangsaan sejak usia belia. Hingga akhirnya di usia dewasa, ia pun terjun langsung mendirikan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.


pinterpolitik.com

JAKARTA – Adis, begitulah ia biasa dipanggil oleh kedua orang tuanya dahulu. Ketika masih duduk di sekolah dasar, semangat nasionalismenya sudah bergelora. Sehingga di tahun 1955 ia pun “magang” sebagai pasukan pengibar bendera pusaka (paskibraka) untuk Peringatan Detik-Detik Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, dilanjutkan pada tahun 1964 ia menjadi anggota Paskibraka Nasional. Ketika itu, ia masih duduk di bangku sekolah menengah atas.

Di usia remaja ia kerap mengikuti kunjungan persahabatan ke negara-negara sahabat bersama sang ayah. Begitu pula jika ada kunjungan dari tokoh-tokoh dari negara lain berkunjung ke Indonesia ia kerap diminta oleh ayahnya untuk menemaninya duduk bersama tokoh besar yang berkunjung tersebut.

Adis, mungkin tidak banyak yang mengenal dengan nama itu, tapi semua warga Indonesia pasti mengenal dengan nama lengkapnya, yaitu Dyah Permata Megawati Setyawati Soekarnoputri atau lebih dikenal dengan nama Megawati Soekarnoputri.

Putri kesayangan “Putra Sang Fajar” ini memang sudah mengenal politik kebangsaan sejak usia belia. Hingga akhirnya di usia dewasa, ia pun terjun langsung memimpin partai politik dengan mendirikan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, lalu menjadi anggota parlemen, dan akhirnya meraih pucuk pimpinan negara sebagai Presiden Republik Indonesia.

Namun pengalaman politik Megawati yang sudah digeluti dari usia dini ini ternyata tidak banyak membantu Indonesia keluar dari keterpurukan, malah terkesan menambah keterpurukan yang terjadi dengan hilangnya banyak aset bangsa ke luar negeri. Seperti hilangnya Indosat dan Telkomsel yang dijual ke Singapura hingga lepasnya pulau Sipadan dan Ligitan.

Akan tetapi menurut politikus senior PDIP Emir Moeis, walaupun Megawati sering dituding sebagai sosok politisi yang memiliki sikap feodal, Emir menilai Megawati adalah salah seorang tokoh di Indonesia yang dengan gigih memperjuangkan demokrasi.

“Pada masa pemerintahan Megawati Soekarnoputri, upaya-upaya menegakkan nilai-nilai demokrasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dilakukan dengan penuh kesungguhan. Bahkan, sejumlah pengamat politik menyebut Megawati sebagai Ibu Demokrasi Indonesia,” ujarnya

Emir mencontohkan, pada masa pemerintahan Megawati, Provinsi Aceh Darussalam memperoleh otonomi khusus, serta di masa pemerintahan yang sama juga pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung untuk pertama kalinya diselenggarakan di Republik Indonesia.

Jadi menurut Emir, kalau Megawati adalah pribadi dan pemimpin yang feodal, tidak bisa dibayangkan dari tangannya lahir keputusan-keputusan politik semacam itu. Karena, seperti diketahui, feodalisme menafikan semangat egaliter yang menjadi jiwa demokrasi dan mengagungkan pemusatan kekuasaan.

Megawati bukanlah Soekarno, dan darah sang proklamator yang ada di dalam dirinya tidak bisa membuat dirinya sama persis seperti sang ayah. Selayaknya kodrat perempuan, kita bisa menganggap beliau sebagai penjaga rumah bangsa, karena beliau adalah salah satu wanita yang menjabat sebagai ketua umum partai dan satu-satunya wanita yang pernah menjabat sebagai Presiden diantara para Presiden pria yang pernah memimpin Indonesia. (berbagai sumber/A15)

Exit mobile version