HomeBelajar PolitikMarak Gerakan Intoleransi, Silent Majority Harus Bertindak

Marak Gerakan Intoleransi, Silent Majority Harus Bertindak

PDI Perjuangan selalu mengajarkan para kader untuk memiliki kesadaran lingkungan bahwa mayoritas rakyat Indonesia adalah muslim.


pinterpolitik.comKamis, 19 Januari 2017.

JAKARTA – Ancaman radikalisme dan kekerasan agama merupakan momentum yang tepat bagi “mayoritas diam” (Silent Majority) yang toleran untuk bangkit dan menggalang kekuatan. PDI Perjuangan akan menggalang kekuatan untuk bersama-sama bangkit dengan mayoritas diam tersebut melawan segala kelompok yang berniat memecah belah bangsa.

Hal ini ditegaskan Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menanggapi ancaman Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habieb Rizieq untuk melaporkan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarno Putri terkait pidatonya dalam pada HUT PDI Perjuangan yang ke-44.

Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Foto: politikterkini.com

“Jangan biarkan negeri yang damai ini diinjak-injak oleh mereka yang bermaksud memecah belah bangsa. Kita kobarkan semangat Satyam Eva Jayate bahwa kebenaranlah yang akhirnya akan menang,” tegas Hasto yang dikutip dari Redaksi IndonesiaSatu.co, Selasa (17/1/2017) siang.

Hasto mengecam keras tindakan FPI pada Senin, (16/01/2017) yang membubarkan pengobatan gratis yang diadakan oleh pendukung Ahok-Djarot di daerah Tambora, Jakarta Barat. Sekalipun dalam rangka kampanye, FPI malah membubarkan kegiatan filantropi.

“Apa yang dilakukan oleh FPI dengan membubarkan aksi kemanusiaan berupa pengobatan gratis merupakan tindakan yang telah melampaui batas. Tidak bisa diterima dan mendesak aparat penegak hukum untuk bertindak cepat. Ada batas kesabaran dari kami, dan pesan yang ingin saya sampaikan ke Bapak Rizieq adalah kami tidak takut. Kami siap berhadapan jika mereka terus bertindak main hakim sendiri,” ujar Hasto.

Hasto menambahkan bahwa PDI Perjuangan selalu mengajarkan para kader untuk memiliki kesadaran lingkungan bahwa mayoritas rakyat Indonesia adalah muslim. Setiap kader PDI Perjuangan diharuskan memahami pemikiran-pemikiran Bung Karno tentang Islam yang sesuai dengan peradaban Indonesia dan dunia.

Baca juga :  Betulkah Jokowi Melemah? 

“Dalam sejarah yang Ibu sampaikan bagaimana kami memahami pemikiran-pemikiran Bung Karno tentang Islam yang membangun peradaban, ketika Beliau berguru secara langsung dengan HOS Cokroaminoto. Bung Karno sangat dekat dengan Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU). Kedua organisasi Islam tersebut benar-benar berkeringat dan berdarah-darah untuk tegaknya republik ini bersama PNI saat itu, dan seluruh elemen kekuatan militer bangsa dalam keseluruhan jati diri TNI sebagai tentara rakyat,” ungkap Hasto.

Pemahaman-pemahaman tentang Islam berkeadaban ini, kata Hasto, yang mendorong Megawati Soekarnoputri untuk kokoh berdiri memerjuangkan kemerdekaan seluas-luasnya bagi Palestina; menolak aksi unilateral atas Irak dan membela kedaulatan bangsa Irak dengan gigih. Ibu Megawati juga menolak pemberian blok cepu ke Exxon karena tahu, bagaimana dana minyak itu juga dipakai untuk menciptakan ketidakadilan di Timur Tengah.

“Karena itulah tuduhan Pak Rizieq ke Ibu Megawati sangat tidak beralasan. Sikap Ibu Megawati yang keras di dalam membela perdamaian di Timur Tengah itulah yang juga ikut mewarnai konstelasi pilpres 2004. Disitulah kenegarawanan Ibu Megawati termasuk ketika membela Ustadz Abu Bakar Baasyir agar tidak di ekstradiksi karen atugas pemimpin untuk melindungi segenap bangsa dan sel tumpah darah Indonesia,” pungkas Hasto.


pinterpolitik.com  “Padahal, Pancasila adalah dasar negara kita, cara pandang bangsa dan jiwa bangsa. Kelompok intoleran seenaknya menghina dan bahkan ingin mengubahnya dengan yang lain. Karena itu, Negara tidak boleh diam dan segera bertindak tegas terhadap mereka.” 

Diskusi kebangsaan bertajuk “Pancasila dalam Tantangan Toleransi Kehidupan Umat beragama di Indonesia” di Aula Margasiswa PMKRI Jl. Sam Ratulangi No.1 Menteng Jakarta Pusat, 18 Januari 2017. (Foto: Yustinus Paat)

Ketua Umum Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII), Aminuddin Ma’ruf, mengaku prihatin dengan maraknya gerakan merusakan kebhinekaan yang dilakukan sejumlah kelompok intoleran di Indonesia. Apalagi, kelompok-kelompok tersebut mengatasnamakan agama dalam bertindak.

“Apa yang terjadi belakangan ini khususnya tiga bulan terakhir menjadi presiden buruk, seakan-akan potret umat Islam Indonesia seperti itu,” ujar Aminuddin dalam diskusi “Pancasila dalam Tantangan Toleransi Kehidupan Umat beragama di Indonesia” di Aula Margasiswa PMKRI, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (18/1).

Baca juga :  Taktik Psikologis di Balik Pembekalan Prabowo 

Dalam situasi seperti ini, kata Aminuddin, silent majority harus bertindak dan melakukan konsolidasi agar meredam dan mencegah munculnya kelompok intoleran. Menurutnya, jika kelompok mayoritas ini diam, berarti mereka membenarkan apa yang dilakukan kelompok intoleran.

“Ini momentum bagi kelompok mayoritas yang mengakui negara ini didirikan berdasarkan keragaman untuk bertindak, melakukan konsolidasi ulang agar mencegah munculnya kelompok intoleran,” imbuhnya.

Aminuddin menilai, silent majority ini juga bisa mendesak pemerintah membubarkan kelompok-kelompok intoleran. Menurut dia, bangsa Indonesia dibangun berdasarkan keragaman atau kemajemukan sehingga kelompok intoleran tidak layak hidup di Indonesia.

“Jika kita diam terus, kelompok ini seolah-olah mendapatkan legitimasi untuk terus bertindak intoleran, menggunakan kekerasan dan memaksakan kehendak termasuk mengganti ideologi negara, yakni Pancasila,” tandas dia.

Sementara itu, Presidium PP PMKRI, Angelo Wake Kako, mengharapkan negara bertindak tegas terhadap kelompok-kelompok intoleran ini. Negara, kata dia, harus hadir untuk menjaga dan menciptakan toleransi dengan tidak membiarkan kelompok intoleran bergerak bebas di Indonesia.

“Negara kita adalah negara Pancasila yang berdasarkan hukum. Karena itu, negara tidak boleh lemah dalam menindak kelompok intoleran termasuk membubarkannya. Hukum harus ditegaskan, hukum tidak boleh tunduk terhadap kekuatan massa dari kelompok intoleran ini,” tegas Angelo.

Belakangan ini, kata dia, negara terkesan lemah dalam menindak kelompok-kelompok intoleran. Sehingga, mereka tidak segan-segan bertindak anarkis untuk memaksakan kehendaknya, menghina kelompok lain dan pendiri bangsa seperti Proklamtor Soekarno, bahkan menghina Pancasila. (brt1/A11)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Betulkah Jokowi Melemah? 

Belakangan mulai muncul pandangan bahwa pengaruh politik Jokowi kian melemah, hal tersebut seringnya diatribusikan dengan perkembangan berita judi online yang kerap dikaitkan dengan Budi Arie, dan kabar penangguhan jabatan doktor Bahlil Lahadalia, dua orang yang memang dulu disebut dekat dengan Jokowi. Tapi, apakah betul Jokowi sudah melemah pengaruhnya? 

Masihkah Prabowo Americans’ Fair-Haired Boy?

Dua negara menjadi tujuan utama Prabowo saat melakukan kunjungan kenegaraan pertamanya pasca dilantik sebagai presiden: Tiongkok dan Amerika Serikat.

Paloh Pensiun NasDem, Anies Penerusnya?

Sinyal “ketidakabadian” Surya Paloh bisa saja terkait dengan regenerasi yang mungkin akan terjadi di Partai NasDem dalam beberapa waktu ke depan. Penerusnya dinilai tetap selaras dengan Surya, meski boleh jadi tak diteruskan oleh sang anak. Serta satu hal lain yang cukup menarik, sosok yang tepat untuk menyeimbangkan relasi dengan kekuasaan dan, plus Joko Widodo (Jokowi).

Prabowo, Kunci Kembalinya Negara Hadir?

Dalam kunjungan kenegaraan Prabowo ke Tiongkok, sejumlah konglomerat besar ikut serta dalam rombongan. Mungkinkah negara kini kembali hadir?

Prabowo dan “Kebangkitan Majapahit”

Narasi kejayaan Nusantara bukan tidak mungkin jadi landasan Prabowo untuk bangun kebanggaan nasional dan perkuat posisi Indonesia di dunia.

Prabowo & Trump: MAGA vs MIGA? 

Sama seperti Donald Trump, Prabowo Subianto kerap diproyeksikan akan terapkan kebijakan-kebijakan proteksionis. Jika benar terjadi, apakah ini akan berdampak baik bagi Indonesia? 

The War of Java: Rambo vs Sambo?

Pertarungan antara Andika Perkasa melawan Ahmad Luthfi di Pilgub Jawa Tengah jadi panggung pertarungan besar para elite nasional.

Menguji “Otot Politik” Andika Perkasa

Pilgub Jawa Tengah 2024 kiranya bukan bagaimana kelihaian politik Andika Perkasa bekerja di debutnya di kontestasi elektoral, melainkan mengenai sebuah hal yang juga lebih besar dari sekadar pembuktian PDIP untuk mempertahankan kehormatan mereka di kandang sendiri.

More Stories

UMKM Motor Ekonomi Dunia

Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki peranan yang sangat vital di dalam pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, tidak hanya di negara-negara berkembang seperti Indonesia...

Jembatan Udara Untuk Papua

PinterPolitik.com JAKARTA - Pemerintah akan memanfaatkan program jembatan udara untuk menjalankan rencana semen satu harga yang dikehendaki Presiden Joko Widodo. Menurut Kepala Pusat Penelitian dan...

Kekerasan Hantui Dunia Pendidikan

PinterPolitik.com Diklat, pada umumnya dilaksanakan untuk memberikan pengetahuan dan pembentukan wawasan kebangsaan, kepribadian serta etika kepada anggota baru. Namun kali ini, lagi-lagi Diklat disalahgunakan, disalahfungsikan, hingga...