Kalau kecurangan-kecurangan tersebut kemudian tercatat sebagai gugatan maka tentu saja KPU daerah harus menyiapkan anggaran untuk membiayai proses hukum di MK di Jakarta.
pinterpolitik.com
JAKARTA – Kalau dalam pilkada serentak 2017 tidak ditemukan kecurangan atau tidak ada gugatan, itu luar biasa. Artinya, pilkada serentak di 101 daerah, yang pencoblosannya berlangsung 15 Februari, sudah berjalan dengan baik.
Kalau ada pihak yang melihat kecurangan (bisa saat pencoblosan, penghitungan suara, dan pengawalan surat suara hingga ke kantor KPU), maka pasangan calon (paslon) yang merasa dicurangi dan dirugikan berhak membuat laporan dan gugatan untuk disidangkan di Mahkamah Konstitusi.
Hal ini harus sesuai aturan dan jangan terpancing konflik antar pendukung paslon. Dalam hal ini panitia penyelenggara pemilihan harus adil dan netral dibantu Polri sebagai pihak pengamanan.
Trimedya Panjaitan, ahli hukum dari PDI Perjuangan, menemukan model baru kecurangan pada Pilkada DKI 2017.
“Agak berbeda sekarang trennya saya lihat dan ini kelihatan baru,” katanya dalam konferensi pers di Posko Pengaduan DPP PDIP di Jakarta, Selasa (21/7).
“Model kecurangan baru itu adalah dengan menahan C6 (surat panggilan mencoblos) untuk pemilih. Kemudian C6 itu disebarkan ke pemilih lain disertai barang atau uang. Kalau C6 yang diberikan kepada seseorang disertai uang atau sembako, bisa dipastikan orang itu akan memilih calon tertentu. Itu agak baru dibanding pileg dan pilpres sebelumnya,” ujarnya.
Dilaporkan, pada Pilkada di Tapanuli Utara, sekitar 36.000 lembar C6 belum diberikan hingga menjelang penutupan pemilihan.
“Di tempat tinggal saya untuk mengambil C6 harus datang sendiri, enggak dibagi,” kata Trimedya yang berdomisili di Cempaka Putih, Jakarta Pusat.
Kalau kecurangan-kecurangan tersebut kemudian tercatat sebagai gugatan maka tentu saja KPU daerah harus menyiapkan anggaran untuk membiayai proses hukum di MK di Jakarta.
Seperti yang sudah disampaikan KPU, pihaknya telah menyiapkan anggaran untuk menghadapi sengketa pilkada di MK. Anggaran sengketa sudah termasuk di KPU daerah masing masing, katanya, Selasa.
“Anggaran sengketa pilkada untuk mempersiapkan alat bukti, transportasi, akomodasi, saat sidang di MK Jakarta, serta membiayai penasihat hukum. Besarnya anggaran sengketa bervariasi di tiap daerah,” katanya.
Menurutnya, kalau di DKI Jakarta yang mahal biaya untuk penasihat hukum. Sedang kalau di Papua, komponennya akan lebih mahal pada transportasi, pengumpulan alat bukti, dan lainnya.
Selain anggaran, setiap daerah sudah diminta untuk menyimpan dokumen-dokumen, mulai dari pemungutan, penghitungan, dan rekapitulasi di setiap jenjang secara baik. Pihak KPU juga telah melatih dan memberikan bimbingan kepada KPU daerah menyangkut cara menyimpan dokumen. (Berbagai sumber/G18)