HomeBelajar PolitikKang Emil, 'Ahok' Selanjutnya?

Kang Emil, ‘Ahok’ Selanjutnya?

“Politik mah begitu, tidak matematik, gitu.”


PinterPolitik.com

[dropcap size=big]I[/dropcap]tulah kalimat penutup yang diucapkan Ridwan Kamil dalam video yang luas beredar. Video berdurasi pendek, hanya 2:30 detik, berisi pernyataan Walikota Bandung mengenai keputusannya menerima pinangan Partai Nasdem untuk melaju ke gelanggang Pemilihan Gubernur 2018 nanti.

Video yang sudah dikloning oleh beberapa akun di dunia maya ini, diambil secara sembunyi-sembunyi dan merekam pembicaraan Ridwan Kamil di hadapan hadirin mengenai proses komunikasi politik dengan sejumlah partai untuk menjadi cagub. Ia mengaku sudah menemui PKS, Gerindra, PKB, PDIP, dan Demokrat.

Emil menyatakan dirinya memang belum siap untuk menjadi kader partai manapun. Saat ini ia masih berada dalam jalan independen. Ia tak bisa bergabung dengan PKS karena partai tersebut akan mengusung kadernya sendiri untuk Pemilhan Gubernur 2018. Dengan partai besutan Prabowo Subianto pun dirinya belum juga merasa klop untuk menjadi kader.

Di tengah kebingunan tersebut, Partai Nasdem menawarkan deklarasi pengusungannya. Ia menambahkan, mudharat atau keburukan akan banyak dialami pembangunan Kota Bandung dan dirinya, jika tidak menerima usungan partai yang digawangi Surya Paloh ini. Karena, menurut pernyataannya dalam video, Nasdem memiliki media dan jaksanya sendiri.

Pernyataan Emil, yang menyatakan bahwa politik tak sama dengan matematika bisa mengindikasikan bahwa secara praksis tak ada yang pasti dalam politik. Dalam matematika, hasil jumlah 1+1=2 sudah pasti, tak berubah. Namun dalam politk, 1+1 bisa menemui hasil 3,4, atau bahkan kembali ke angka 2, sulit diprediksi, bisa berubah kapanpun, namun masih bisa diteliti.

Dengan cepat, video tersebut diteliti dan sudah dipastikan asli oleh pakar telematika dan mikroeskpresi. Mardigu, pakar mikroekspresi menjelaskan, dalam video tak ada proses memasukan audio orang lain untuk seolah-olah diucapkan Kang Emil.

Emil sendiri tak perlu menunggu lama, ia langsung memberikan klarifikasi Musabab, reaksi netizen di dunia maya sudah sedemikian ramainya. Ia juga bertanggung jawab menjelaskan pernyataan dalam video, baik kepada masyarakat maupun Partai Nasdem sendiri.

Dalam klarifikasinya, Ridwan Kamil menyayangkan jika videonya tidak diunggah dalam durasi yang penuh dan lengkap. “Cuma kan dipotong, jadi kesannya hanya urusan itu. Jadi, konteksnya itu sedang mengedukasi karena ulama-ulama sebaiknya independen, kalau tidak, tolong terangkan partai-partai plus minusnya apa.” terangnya.

Baca juga :  Prabowo dan “Kebangkitan Majapahit”

Ketua DPW Nasdem Jawa Barat, Saan Mustopa, curiga jika video ini diunggah semata untuk membusukkan Emil. Seolah Emil memilih Nasdem karena faktor pragmatis. “Jika niatnya baik tentu akan diunggah secara utus, tidak dipotong-potong seperti ini.” ungkapnya.

Emil Diincar, Kenapa?

Tidak sedikit cobaan bagi Walikota Bandung ini. Pasalnya setelah tiga hari resmi pendeklarasian Partai Nasdem terhadap Ridwan Kamil, berbagai isu tak henti menerpa Ridwan Kamil. Mulai dari tuduhan pengikut Syiah, pendukung Ahok sehingga bentrok dengan bobotoh Bandung, pendukung LGBT hingga merapat ke Nasdem karena memiliki media dan kejaksaan sendiri.

ridwan kamil diserang isu

Seperti yang kita tahu, Emil berhasil menduduki kursi Walikota Bandung berkat usungan PKS dan Gerindra pada 2011 lalu. Kini, Emil, seakan tergesa-gesa, menerima Nasdem sebagai patron. Sudah menjadi rahasia umum pula, sejak Pilkada Jakarta, polarisasi partai di Jakarta terbagi secara banal menjadi Partai kubu Ahok yakni PDIP, Nasdem sedangkan lawannya adalah partai kubu Anies yang terdiri dari Gerindra dan PKS. Maka tak begitu mengherankan beberapa pendukung Emil yang juga mendukung PKS dan Gerindra kecewa dengan keputusan Emil. Bahkan, tak sedikit di antaranya yang turut menghujat melalu media sosialnya.

Jika menilik kembali pada masa Pilpres 2014, Jawa Barat adalah lahan subur perolehan suara bagi partai Gerindra, dan PKS sendiri mempunyai basis yang sangat kuat di Bandung. Dengan demikian, Ridwan Kamil memiliki resiko tersendiri atas keputusannya menerima Nasdem. Emil sendiri, diketahui belum meminta izin dari Partai PKS dan Gerindra, sebelum menerima usungan Nasdem. Hal ini, mungkin saja membuat partai duo dynamics tersebut kecewa.

Dengan demikian, memang tak ada yang pasti dalam politik pragmatis, tak seperti matematika, seperti yang dikatakannya. Modal yang cukup sudah dimiliki Emil sebagai sosok figur pemimpin yang akan difavoritkan masyarakat. Tampan, Muslim, berpendidikan, banyak melakukan pembangunan kota, persona internet yang humoris dan sayang keluarga, bahkan elektabilitas yang tinggi.

Baca juga :  Connie: From Russia with Love

popularitas cagub jabar-02

Namun, sekali lagi, keputusannya menerima pinangan Nasdem, bisa menjadi sebuah kerikil tersendiri untuk jalan memimpin Jawa Barat, daerah yang didominasi PKS dan Gerindra. Besar kemungkinan, persona dan kelebihan Emil belum cukup.

Akan Dilengserkan Seperti Ahok?

Jika menengok Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, kita tentu mudah melihat perbedaannya. Ahok keturunan etnis Tionghoa beragama Kristen, sedangkan Emil Muslim beretnis Sunda. Namun, keduanya memiliki riwayat dan karir politik yang cukup ‘bersih’, bila dibandingkan pemimpin daerah kebanyakan, Jauh dari kabar korupsi, sibuk membangun kota, jauh dari isu tak sedap seputar politik dan keluarga, serta elektabiltas yang tinggi.

Tetapi tak bisa dilupakan begitu saja, bahwa Ahok dapat tersungkur dan dijebloskan ke penjara akibat pernyatannya, walaupun ia memiliki banyak kelebihan dari segi karir politik. Selain identitasnya sebagai Tionghoa Kristen, Ahok begitu mudahnya disingkirkan akibat rekaman video yang menyitir surat Al-Maidah. Sebelumnya, Ahok sempat dijegal pula oleh kasus Sumber Waras dan kebijakan penggusuran serta reklamasi.

Tantangan menjatuhkan Emil mungkin akan lebih sulit dibandingkan Ahok, namun bukan tak berarti tak ada cara dan isu sama sekali untuk dilempar. Hal tersebut bisa terjadi dalam rangkaian isu-isu bernada SARA yang mendera sehingga dirinya harus selalu sibuk klarifikasi, verifikasi berita, dan membantah tudingan-tudingan melalui media sosial atau media massa.

Pilkada Jawa Barat, tentu akan menjadi panggung bagi partai lain untuk berlaga merebut kursi DPRD, bahkan kursi di DPR/MPR melalui Pemilihan Presiden 2019. Selama perjalanan panjang itu, tak menutup kemungkinan bagi Emil serta ‘kubunya’ nanti dilengserkan oleh pihak lawan untuk menang.

Sebagai pemilih, yang dapat kita harapkan adalah tak bergemingnya tokoh yang berkompeten karena isu SARA, sedangkan politisi yang bertangan kotor lainnya melenggang tenang begitu saja.

Finance is a gun. Politics is knowing when to pull the trigger– Marlo Puzo

(Berbagai Sumber/A27)

 

Artikel Sebelumnya
Artikel Selanjutna
spot_imgspot_img

#Trending Article

Prabowo dan Hegemoni Rasa Takut

Beberapa konglomerat menyiratkan “ketakutan” soal akan seperti apa pemerintahan Prabowo bersikap terhadap mereka.

“Parcok” Kemunafikan PDIP, What’s Next?

Diskursus partai coklat atau “parcok" belakangan jadi narasi hipokrit yang dimainkan PDIP karena mereka justru dinilai sebagai pionir simbiosis sosial-politik dengan entitas yang dimaksud. Lalu, andai benar simbiosis itu eksis, bagaimana masa depannya di era Pemerintahan Prabowo Subianto dan interaksinya dengan aktor lain, termasuk PDIP dan Joko Widodo (Jokowi)?

Prabowo vs Kemlu: Warrior vs Diplomat?

Perbedaan pendapat dalam politik luar negeri tampaknya sedang terjadi antara Prabowo dan diplomat-diplomat Kemlu. Mengapa demikian?

Prabowo dan Prelude Gerindra Empire?

Partai Gerindra di bawah komando Prabowo Subianto seolah sukses menguasai Pulau Jawa setelah tiga “mahapatih” mereka, yakni Andra Soni, Dedi Mulyadi, serta Ahmad Luthfi hampir dapat dipastikan menaklukkan Pilkada 2024 sebagai gubernur. Hal ini bisa saja menjadi permulaan kekuasaan lebih luas di Jawadwipa. Mengapa demikian?

Kejatuhan Golkar di Era Bahlil?

Dengan kekalahan Ridwan Kamil dan Airin Rachmi Diany di Pilkada Serentak 2024. Mungkinkah Golkar akan semakin jatuh di bawah Bahlil Lahadalia?

Ridwan Kamil “Ditelantarkan” KIM Plus? 

Hasil tidak memuaskan yang diperoleh pasangan Ridwan Kamil-Suswono (RIDO) dalam versi quick count Pemilihan Gubernur Jakarta 2024 (Pilgub Jakarta 2024) menjadi pertanyaan besar. Mengapa calon yang didukung koalisi besar tidak tampil dominan? 

Prabowo dan Filosofi Magikarp ala Pokémon

Pemerintahan Prabowo Subianto siapkan sejumlah strategi untuk tingkatkan investasi dan SDM. Mungkinkah Prabowo siap untuk “lompat katak”?

Belah PDIP, Anies Tersandera Sendiri?

Endorse politik Anies Baswedan di Pilgub Jakarta 2024 kepada kandidat PDIP, yakni Pramono Anung-Rano Karno justru dinilai bagai pedang bermata dua yang merugikan reputasinya sendiri dan PDIP di sisi lain. Mengapa demikian?

More Stories

Jangan Remehkan Golput

Golput menjadi momok, padahal mampu melahirkan harapan politik baru. PinterPolitik.com Gelaran Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2018 tunai sudah. Kini giliran analisis hingga euforia yang tersisa dan...

Laki-Laki Takut Kuota Gender?

Berbeda dengan anggota DPR perempuan, anggota DPR laki-laki ternyata lebih skeptis terhadap kebijakan kuota gender 30% untuk perempuan. PinterPolitik.com Ella S. Prihatini menemukan sebuah fakta menarik...

Menjadi Pragmatis Bersama Prabowo

Mendorong rakyat menerima sogokan politik di masa Pilkada? Prabowo ajak rakyat menyeleweng? PinterPolitik.com Dalam pidato berdurasi 12 menit lebih beberapa menit, Prabowo sukses memancing berbagai respon....