UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi undang-undang, mengharuskan calon tunggal untuk memenangi lebih dari 50% suara. Jika tidak, pilkada akan diulang tahun pada berikutnya.
pinterpolitik.com – Senin, 9 Januari 2017
PATI – Pilkada serentak sebentar lagi akan berlangsung. Namun demikian, di beberapa daerah masih terdapat fenomena calon tunggal. Dalam demokrasi, hal ini tentu saja akan mempengaruhi kontestasi dalam pemilihan tersebut karena tentu saja satu calon saja akan menyebabkan tidak ada persaingan terbuka.
Fenomena calon tunggal ini kemudian melahirkan aktivitas kampanye baru yang disebut sebagai ‘Kampanye Kotak Kosong’. Kampanye ini adalah gerakan dari masyarakat untuk tidak memilih calon tunggal yang ada. Fenomena ini salah satunya terjadi di kabupaten Pati, Jawa Tengah.
Meskipun telah ditetapkan sebagai calon tunggal Pilkada Pati, Jawa Tengah, pasangan Haryanto-Saiful Arifin belum bisa bernapas lega. Pasangan petahana yang didukung delapan partai yang menguasai 46 kursi DPRD Pati, itu harus bekerja keras mengalahkan kotak kosong.
UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi undang-undang, mengharuskan calon tunggal untuk memenangi lebih dari 50% suara. Jika tidak, pilkada akan diulang tahun pada berikutnya.
Berbeda dengan daerah lain, kampanye kotak kosong menguat di Pati. Kampanye kotak kosong itu dilakukan relawan yang tergabung dalam Aliansi Kawal Demokrasi Pilkada (AKDP) Pati. Relawan ini mengklaim memiliki jaringan hingga tingkat desa di 21 kecamatan di Kabupaten Pati.
Saat kampanye, tim relawan AKDP Pati menggunakan kaus bertuliskan ‘Kotak Kosong’ dan juga alat peraga berupa spanduk yang bertuliskan ‘Suara kotak suara rakyat dan jangan golput pilih kotak kosong’ dan selebaran untuk mengajak warga Pati tidak golput, tetapi ikut mengambil haknya bersuara dalam pilkada dengan memilih kotak kosong.
”Kami tidak sekadar berkampanye untuk pemenangan, saksi-saksi yang dibentuk juga akan mengawal saat pemungutan dan penghitungan suara di seluruh TPS,” ujar Itqonul. Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengatakan adanya warga yang berkampanye kotak kosong menunjukkan bahwa demokrasi di wilayah itu masih berjalan.
Fenomena Kampanye Kotak Kosong dalam pilkada calon tunggal ini menunjukkan bahwa semangat demokrasi tetap ada di masyarakat walaupun partai-partai politik mengondisikan kontestasi politik untuk dimenangkan oleh hanya satu calon. Fenomena ini juga menggambarkan bahwa dalam demokrasi yang partisan, suara masyarakat tetap jadi penguasa. Lalu, apakah kotak kosong akan menang di Pati pada pilkada Februari nanti? Menarik untuk ditunggu. (MI/S13)