HomeBelajar PolitikKampanye Fanatik, Memangnya Menarik?

Kampanye Fanatik, Memangnya Menarik?

“Satu tahun setelah Pilpres 2014, masih saja sulit untuk move on, baik itu kubu yang kalah, maupun juga pemenang dalam konstetasi. Keduanya sama saja, yang kalah tetap menjelekkan yang menang, begitu sebaliknya.” ~ Wawan Sobari


PinterPolitik.com

[dropcap]D[/dropcap]emokrasi, bagaimana kita tahu demokrasi dalam suatu negara sudah dewasa atau masih ke kanak-kanakan? Indonesia, menjadi negara penganut paham demokrasi yang dikatakan terbaik se-Asia Tenggara. Bagaimana bisa? Hmm, kata terbaik itu disematkan untuk Indonesia pada tahun 2014 lalu, tetapi tetap saja kata terbaik itu apakah layak disandang oleh Indonesia? Atau memang begitulah demokrasi penuh dengan pura-pura dan tipu daya yang akhirnya cocok dengan kita? Walah dalah.

Empat tahun sudah berlalu, saat ini kita memasuki masa-masa genting di mana transisi pemerintahan atau kekuasaan akan langgeng sampai di lima tahun yang akan datang. Semua masih misteri, yang pasti sekarang telah terbentuk sebuah opini ‘pesta demokrasi akan menentukan nasib bangsa ke depannya’ karena opini ini lahir lah berbagai dinamika dan benturan yang tak beraturan.

Fanatisme dan cinta buta melekat di masyarakat dan politisi. Mereka lupa akan logika, lupa kalau kita bersaudara, lupa kalau kita belum bicara tentang kita. Parahnya atas nama bangsa kita jadi seenaknya menghina dan mencela para calon penguasa selanjutnya.

Tuhan belumkah kita dewasa hidup berbangsa dan bernegara?

Mencaci bukan solusi bro. Share on X

George Bernard Shaw, pernah berkata tidak ada yang lebih berbahaya daripada hati nurani seorang fanatik. Nah, apakah saat ini mayoritas dari kita sedang diselimuti nurani yang fanatik? Kalau iya berhati-hatilah menghadapinya dan jika tidak masa iya mayoritas dari kita tidak fanatik, lantas berikut ini apa namanya?

Baca juga :  Prabowo and The Nation of Conglomerates

https://twitter.com/ulinyusron/status/1101707723735883777

Di cuitan itu pilihan katanya cukup berani jika ditujukan untuk kampanye, “Jokowi keluarga harmonis. Prabowo keluarga amburadul.” Ini apa namanya kalau bukan serangan personal? Kampanye yang cinta buta ini sulit dicari apa maunya. Apa iya kampanye seperti ini bisa bikin menang? Bukannya para swing voters semakin enggan lihat yang seperti ini?

Walah dalah, semakin hari semakin pusing saja meghadapi fenomena politik dalam negeri. Bukannya pada adu program dan paparan strategi melawan dominasi internasional. Eh ini malah ribut masalah personal, emang mau sampai kapan kita berdebat masalah receh yang sebenarnya jauh dari kata menuju kebahagian bersama, mau sampai kapan kita bakar emosi sesama saudara?

Akhir kata, tebarlah kebaikan wahai saudaraku karena kebaikan adalah bahasa yang bisa didengar oleh orang tuli dan dilihat oleh orang buta. Berhenti jadi fanatik dan berhenti mencintai tanpa membuka kedua kelopak mata. (G42)

 

 

 

spot_imgspot_img

#Trending Article

Segitiga Besi Megawati

Dengarkan artikel ini: Relasi Prabowo Subianto dan Megawati Soekarnoputri kini memasuki babak baru menyusul wacana pertemuan dua tokoh tersebut. Meski belum juga terjadi, banyak yang...

Prabowo & Hybrid Meritocracy Letnan-Mayor

Promosi Letjen TNI Kunto Arief Wibowo sebagai Pangkogabwilhan I di rotasi perdana jenderal angkatan bersenjata era Presiden Prabowo Subianto kiranya mengindikasikan pendekatan baru dalam relasi kekuasaan dan militer serta dinamika yang mengiringinya, termasuk aspek politik. Mengapa demikian?

The Real Influence of Didit Hediprasetyo?

Putra Presiden Prabowo Subianto, Didit Hediprasetyo, memiliki influence tersendiri dalam dinamika politik. Mengapa Didit bisa memiliki peran penting?

Keok Pilkada, PKS Harus Waspada? 

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjadi salah satu partai yang paling tidak diuntungkan usai Pemilu 2024 dan Pilkada 2024. Mungkinkah hal ini jadi bahaya bagi PKS dalam waktu mendatang?

Prabowo and The Nation of Conglomerates

Dengarkan artikel ini: Sugianto Kusuma atau Aguan kini jadi salah satu sosok konglomerat yang disorot, utamanya pasca Menteri Tata Ruang dan Agraria Nusron Wahid mengungkapkan...

Megawati and The Queen’s Gambit

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mungkin akan dielu-elukan karena dinilai brilian dengan menunjuk Pramono Anung sebagai calon gubernur dibandingkan opsi Ahok atau Anies Baswedan, sekaligus mengalahkan endorse Joko Widodo di Jakarta. Namun, probabilitas deal tertentu di belakangnya turut mengemuka sehingga Megawati dan PDIP bisa menang mudah. Benarkah demikian?

Gibran Wants to Break Free?

Di tengah dinamika politik pasca-Pilkada 2024, seorang wapres disebut ingin punya “kebebasan”. Mengapa Gibran Rakabuming wants to break free?

Ada Operasi Intelijen Kekacauan Korea Selatan? 

Polemik politik Korea Selatan (Korsel) yang menyeret Presiden Yoon Suk Yeol jadi perhatian dunia. Mungkinkah ada peran operasi intelijen dalam kekacauan kemarin? 

More Stories

Rocky Gerung Seng Ada Lawan?

“Cara mereka menghina saja dungu, apalagi mikir. Segaris lurus dengan sang junjungan.” ~ Rocky Gerung PinterPolitik.com Tanggal 24 Maret 2019 lalu Rocky Gerung hadir di acara kampanye...

Amplop Luhut Hina Kiai?

“Itu istilahnya bisyaroh, atau hadiah buat kiai. Hal yang lumrah itu. Malah aneh, kalau mengundang atau sowan ke kiai gak ngasih bisyaroh.” ~ Dendy...

KPK Menoleh Ke Prabowo?

“Tetapi kenyataannya, APBN kita Rp 2.000 triliun sekian. Jadi hampir separuh lebih mungkin kalau tak ada kebocoran dan bisa dimaksimalkan maka pendapatan Rp 4.000...