HomeBelajar PolitikHari Anti Korupsi Sedunia

Hari Anti Korupsi Sedunia

Indonesia Kemanakah Arah Pemberantasan Korupsimu?

Pinterpolitik, Hari ini Jumat, 9 Desember 2016 mungkin bukan hari yang istimewa bagi banyak orang. Tidak ada yang berbeda seperti rutinitas lainnya, apalagi di Indonesia. Semua terasa datar dan biasa saja. Yang  sedang ramai ialah berita duka tentang bencana alam gempa di Aceh. Lain daripada itu, masih ramai juga tentang kasus penistaan agama oleh Ahok, juga Pilkada serentak yang sedikit banyak masih berputar tentang Pilkada DKI yang paling ramai. Semua itu membuat masyarakat tidak sadar bahwa hari ini adalah Hari Anti Korupsi Internasional. Hal itu tidak lepas dari proses pertumbuhan politik Indonesia yang sepertinya flat.

Hari Anti Korupsi Sedunia
Hari Anti Korupsi Sedunia (sumber: youtube)

Begitu banyaknya program kerja pemerintah, serta begitu ramainya dinamika politik akhir-akhir ini memang masih jauh dari kata sempurna, bahkan biasa saja. Bahkan tema-tema politik juga masih tak jauh-jauh dari slogan seputar anti-Korupsi. Indonesia tidak lepas dari masalah Korupsi, terutama yang terekspos oleh media. Baik itu dalam sistem pemerintahan, swasta maupun ranah hukum. Dimana semangat memerangi salah satu tindak pidana khusus yang dianggap oleh beberapa ahli, lebih berbahaya dibandingkan narkotika dan terorisme, sebenarnya harus sangat disuarakan. Khususnya di Indonesia, yang dimana-mana menyerukan anti-korupsi di semua sektor sistem kehidupannya.

Ya, Korupsi, satu kata yang familiar di Indonesia bahkan di belahan dunia lain manapun selama 100 tahun terakhir. Semua orang asyik membicarakan korupsi, semua pihak asyik menyuarakan slogan anti-Korupsi, semua negara asyik berbicara pemberantasan Korupsi. Tapi kenyataan berkata berbeda, Korupsi tetap tumbuh subur, bahkan dimanapun bisa dia muncul dengan mudah untuk hidup dan berkembang. Meracuni, menjadi benalu bahkan menjadi akar dari permasalahan sosial, politik, ekonomi dan hal-hal lain.

Korupsi dan perilaku korup tidak saja karena sistem yang buruk, tetapi juga karena hasrat manusia. Kuasa manusia didorong kenikmatan semu menjerumuskannya ke dalam kubangan pengkhianatan dan penyalahgunaan kekuasaan. Korupsi pun dianggap wajar. Menurut Friedrich Nietzsche, filsuf Jerman, berpendapat bahwa manusia dan alam semesta didorong oleh suatu kekuatan purba yakni, kehendak untuk berkuasa, dan dorongan berkuasa membutakan segalanya. Buku ini meneropong sisi kelam pada diri manusia hingga ia menjerumuskan tubuh dalam korupsi.

Lalu kemanakah ujungnya slogan anti-Korupsi ini? Apakah hanya menjadi slogan saja? Atau sudah siapkah untuk dijalankan? Semua masih mencari-cari jawabannya, karena formula pastinya memang belum ditemukan. Pemikir Jack Bologne mengatakan, akar penyebab korupsi ada empat: Greed, Opportunity, Need, Exposes. Dia menyebutnya GONE theory, yang diambil dari huruf depan tiap kata tadi.

Greed atau Greedy, yaitu keserakahan dan kerakusan. Dimana koruptor adalah orang yang tidak puas pada keadaan dirinya. Punya satu gunung emas, berhasrat punya gunung emas yang lain. Punya harta segudang, ingin pulau pribadi. Maka selalu ada sisi serakah yang membuat orang menjadi korup.

Opportunity terkait dengan sistem yang memberi celah untuk terjadinya korupsi. Sistem atau manajemen yang kurang rapi, standar peraturan yang tidak jelas sehingga memungkinkan korupsi dilakukan. Kelonggaran atuan, permakluman serta mudah timbul penyimpangan. Saat bersamaan, sistem pengawasan tak ketat. Orang mudah memanipulasi angka, data, kata dan apapun yang bisa diaksesnya. Bebas berlaku curang. Peluang korupsi terbuka lebar.

Need berhubungan dengan sikap mental yang tidak pernah cukup, penuh sikap konsumerisme, dan selalu sarat kebutuhan yang tak pernah usai. Gaya hidup yang tidak berdasaar pada kebutuhan hidup, serta mindset untuk bersikap hedonis.

Exposes berkaitan dengan hukuman pada pelaku korupsi yang rendah. Hukuman yang tidak membuat jera sang pelaku maupun orang lain. Deterrence effect yang tidak terlihat nyata (minim), maka membuat para pelaku maupun masyarakat lain merasa tidak ada sanksi yang ketat dan tidak ada punishment yang menakutkan, dalam hal itulah korupsi diberi kesempatan untuk hidup dan bertumbuh subur dalam mentalitas perseorangan, kelompok masyarakat, instansi, perusahaan bahkan negara.

Empat akar masalah di atas merupakan halangan besar pemberantasan korupsi. Namun, lebih dari pada itu, keempat akar persoalan korupsi tadi sebenarnya ada pusat segalanya, yaitu sikap rakus dan serakah (Greed). Sistem yang bobrok belum tentu membuat orang korupsi. Kebutuhan yang mendesak tak serta-merta mendorong orang korupsi. Hukuman yang rendah bagi pelaku korupsi belum tentu membuat orang lain terinspirasi untuk ikut melakukan korupsi. Sebagai contoh, koruptor di negeri ini tidak sedikit yang memang sudah kaya raya bahkan lebih dari cukup untuk hidup 7 keturunanya nanti.

Mirip dengan teori diatas, Reza Wattimena memandang bahwa korupsi atau tindakan korup berawal pada kehendak pribadi seseorang. Manusia tak bisa mengendalikan dorongan kuasa untuk mendapat sesuatu. Diri seseorang dipenuhi perburuan hasrat dan kuasa. Sisi hewani manusia menjadi dominan dalam ritus korupsi. Oleh sebab itu apa pun cara ditempuh demi memenuhi kebutuhan hewani yang menguasainya. Pengingkaran atas kepercayaan yang diberikan menjadi hal yang biasa. Kekuasaan diselewengkan untuk kepentingan pribadi dan kelompok. Penindasan dan hegemoni kekuasaan legal, meski orang lain merasakan derita. Nurani kemanusiaan diabaikan. Etika sosial, nilai-nilai moral, dan norma hukum ditabrak dalam batas-batas tak wajar

Singkatnya, perilaku koruptif bermula dari sikap serakah yang akut. Adanya sifat rakus dan tamak saja sudah pasti berbahaya, apalagi tumbuh subur menjadi mental seseorang maupun bangsa. Seperti sedikit penggalan sajak W.S Rendra “Terang bulan terang di kali, Buaya timbul disangka mati, Katanya ada reformasi nyatanya tetap korupsi di sana-sini. Kalau ada sumur di ladang, Jangan diintip orang yang mandi, Koruptor akalnya panjang, Jaksa dan hakim diajak kompromi………”

Senada dengan sajak itu, masyarakat Indonesia sebenarnya paham akan bahaya korupsi yang terus menerus menjadi melekat dan membudaya. Rakyat juga mengerti apa yang sebenarnya terjadi dalam penegakan hukum, rakyat menegerti apa yang terjadi dalam proses pemberantasan korupsi. Maka baiknya Pemerintah dan masyarakat menjalankan perannya masing-masing dengan baik untuk tetap anti-korupsi. Serta semoga terjadi peningkatan dalam hal membongkar berbagai kasus korupsi. Khususnya kasus korupsi yang terkait dengan pejabat publik atau politisi.

spot_imgspot_img

#Trending Article

Betulkah Jokowi Melemah? 

Belakangan mulai muncul pandangan bahwa pengaruh politik Jokowi kian melemah, hal tersebut seringnya diatribusikan dengan perkembangan berita judi online yang kerap dikaitkan dengan Budi Arie, dan kabar penangguhan jabatan doktor Bahlil Lahadalia, dua orang yang memang dulu disebut dekat dengan Jokowi. Tapi, apakah betul Jokowi sudah melemah pengaruhnya? 

Masihkah Prabowo Americans’ Fair-Haired Boy?

Dua negara menjadi tujuan utama Prabowo saat melakukan kunjungan kenegaraan pertamanya pasca dilantik sebagai presiden: Tiongkok dan Amerika Serikat.

Paloh Pensiun NasDem, Anies Penerusnya?

Sinyal “ketidakabadian” Surya Paloh bisa saja terkait dengan regenerasi yang mungkin akan terjadi di Partai NasDem dalam beberapa waktu ke depan. Penerusnya dinilai tetap selaras dengan Surya, meski boleh jadi tak diteruskan oleh sang anak. Serta satu hal lain yang cukup menarik, sosok yang tepat untuk menyeimbangkan relasi dengan kekuasaan dan, plus Joko Widodo (Jokowi).

Prabowo, Kunci Kembalinya Negara Hadir?

Dalam kunjungan kenegaraan Prabowo ke Tiongkok, sejumlah konglomerat besar ikut serta dalam rombongan. Mungkinkah negara kini kembali hadir?

Prabowo dan “Kebangkitan Majapahit”

Narasi kejayaan Nusantara bukan tidak mungkin jadi landasan Prabowo untuk bangun kebanggaan nasional dan perkuat posisi Indonesia di dunia.

Prabowo & Trump: MAGA vs MIGA? 

Sama seperti Donald Trump, Prabowo Subianto kerap diproyeksikan akan terapkan kebijakan-kebijakan proteksionis. Jika benar terjadi, apakah ini akan berdampak baik bagi Indonesia? 

The War of Java: Rambo vs Sambo?

Pertarungan antara Andika Perkasa melawan Ahmad Luthfi di Pilgub Jawa Tengah jadi panggung pertarungan besar para elite nasional.

Menguji “Otot Politik” Andika Perkasa

Pilgub Jawa Tengah 2024 kiranya bukan bagaimana kelihaian politik Andika Perkasa bekerja di debutnya di kontestasi elektoral, melainkan mengenai sebuah hal yang juga lebih besar dari sekadar pembuktian PDIP untuk mempertahankan kehormatan mereka di kandang sendiri.

More Stories

Bukti Indonesia “Bhineka Tunggal Ika”

PinterPolitik.com mengucapkan Selamat Hari Kemerdekaan Indonesia ke 72 Tahun, mari kita usung kerja bersama untuk memajukan bangsa ini  

Sejarah Mega Korupsi BLBI

KPK kembali membuka kasus BLBI yang merugikan negara sebanyak 640 Triliun Rupiah setelah lama tidak terdengar kabarnya. Lalu, bagaimana sebetulnya awal mula kasus BLBI...

Mempertanyakan Komnas HAM?

Komnas HAM akan berusia 24 tahun pada bulan Juli 2017. Namun, kinerja lembaga ini masih sangat jauh dari harapan. Bahkan desakan untuk membubarkan lembaga...