pinterpolitik.com – Jumat, 13 Januari 2017.
JAKARTA – Harga minyak mentah memanas akibat bertumbuhnya penyulingan minyak di Amerika Serikat. Sentimen ini bercampur dengan tekanan dari para produsen yang belum melakukan pembatasan suplai secara signifikan.
Pada perdagangan Kamis (12 Januari 2017) pukul 17:15 WIB, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) kontrak Februari 2017 berada di posisi US$52,54 per barel, naik 0,26 poin atau 0,5%. Sementara minyak Brent kontrak Februari 2017 bertengger di US$55,58 per barel, meningkat 0,48 poin atau 0,87%.
Analis Ekonomi, Barnabas Gan dari Oversea-Chinese Banking Corporation (OCBC) di Singapura, mengatakan pasar dipengaruhi sentimen campuran dari AS. Pasalnya, jumlah stok dan produksi meningkat, tetapi terjadi lonjakan penggunaan kilang yang mengindikasikan naiknya konsumsi.
Data US Energy Information Administration (EIA) menyebutkan penggunaan kilang untuk mengolah minyak pada pekan lalu yang berakhir Jumat (6 Januari 2017) mencapai 17,1 juta barel per hari. Ini merupakan level tertinggi sejak 1989.
Dalam waktu yang sama, stok minyak Paman Sam secara mingguan meningkat 4,09 juta barel menjadi 483,11 juta barel. Adapun tingkat produksi naik 176.000 barel menuju 8,95 juta barel per hari (bph).
Gan mengatakan, sentimen dari AS sebetulnya cenderung mengarah positif bagi harga minyak. Namun, pasar masih belum melihat sejauh mana realisasi pemangkasan produksi yang disepakati pada tahun lalu.
Perjanjian yang dimaksud ialah kesepakatan angota OPEC pada rapat 30 November untuk memangkas produksi sebesar 1,2 juta bph menjadi 32,5 juta bph mulai awal 2017. Selanjutnya pada 10 Desember, sejumlah negara produsen minyak mentah lainnya setuju menurunkan suplai baru sejumlah 558.000 bph.
Artinya, mulai tahun ayam api, pasar minyak mentah akan mengalami selisih pasokan minyak baru hampir 1,8 juta bph.
“Ada faktor jangka pendek saat ini yang memengaruhi harga, dan masih perlu waktu apakah OPEC merealisasikan pemangkasan produksi. Penyeimbangan pasar menjadi pemicu kenaikan harga lebih tinggi hingga akhir 2017,” ujarnya seperti dikutip dari Bloomberg. (tempo/A11)