“Jokowi klaim membangun jalan desa 191 ribu km. Ini sama dengan 4,8 kali keliling bumi atau 15 kali diameter bumi. Itu membangunnya kapan?” ~ Dahnil Anzar
PinterPolitik.com
[dropcap]S[/dropcap]elepas diskusi di ruang redaksi, ada cerita menarik dari senior saya yang baru saja memangkas rambutnya di daerah Kemang, Jakarta Selatan. Katanya, abang yang memotong rambutnya itu sudah terkena dampak dari backfire effect di debat Pilpres putaran kedua.
“Hmm, korslet listrik maksudnya? Luka bakar di bagian punggung gitu? Apa sih maksudnya?” Saya bertanya sambil menggaruk kepala.
“Waduh, bukan lah. Makanya, baca dong tulisan yang judulnya ‘Di Balik Keliru Data Jokowi’”, serunya sambil senyum-senyum sendiri.
Setelah mendengar jawaban itu, saya segera mencari artikel yang ia sarankan untuk dibaca dan dipahami isinya. Beberapa menit setelah membaca tulisan itu, saya langsung merasa terang benderang dan mengetahui apa maksud dari backfire effect.
Berhubung tulisan itu mengatakan si abang tukang cukur mengarahkan untuk memberi dukungan kepada Jokowi, ingatan saya langsung tertuju pada kegiatan Cukur Massal di Garut, yang dilakukan oleh Presiden Jokowi beberapa waktu lalu.
Wah jangan-jangan abang cukur rambut bukan terkena dampak backfire effect, tetapi memang si abang cukur rambut itu bagian dari tim suksesnya Jokowi lagi! Dalam tulisan itu memang ada bagian yang menyebutkan tentang hasil diskusi yang terjadi antara kolumnis Washington Post, Dana Milbank dengan Brendan Nyhan – seorang peneliti dari University Michigan – serta Alicia Shepard dari Ombudsman di saluran National Public Radio (NPR) pada tahun 2010 lalu.
Diskusi itu menghasilkan kesimpulan bahwa dalam politik, sering kali para politisi mengesampingkan fakta-fakta sebab dianggap tidak mampu mempengaruhi perubahan pilihan dukungan dari mayoritas pemilih yang cenderung irasional.
Hmm, kalau begitu pantas saja ya akhir-akhir ini banyak politisi yang bicara tidak sesuai dengan data. Wong rakyatnya lebih suka memilih sesuka rasa, sekalipun apa yang disampaikan oleh para politisi itu tidak sepenuhnya benar. Ckckck.
Terus gimana ya nasib negara ini kalau nyatanya masyarakat lebih senang dengan hal-hal yang tidak sesuai dengan fakta? Apa mungkin negara ini bisa menjadi negara maju? Hmm, mungkin bisa kali ya, tapi jadi negara maju dalam cerita fiksi, bukan di dunia nyata. Ehehehe. (G42)