Telah lama terbaca gestur politik ada usaha membenturkan Jokowi dengan Anies Baswedan. Namun, mengacu pada pernyataan politisi senior PDIP Effendi Simbolon bahwa mungkin saja Anies-Puan maju di Pilpres 2024, mungkinkah Jokowi akan menjadi pendukung duet tersebut?
“The kingmaker. He regained both prestige and fresh mating opportunities.” – Frans De Waal, primatologist
Akhir-akhir ini, tengah ramai dibahas apakah Joko Widodo (Jokowi) dapat menjadi kingmaker di Pilpres 2024. Pada 18 Juni, Direktur Eksekutif Sudut Demokrasi Riset dan Analisis (SUDRA) Fadhli Harahab, misalnya, menyebut Jokowi memiliki banyak potensi untuk mengarahkan siapa yang harus diusung partai politik di Pilpres 2024.
Ada tiga alasan yang dikemukakan Fadhli Harahab. Pertama, Jokowi memiliki kekuasaan. Kedua, persepsi publik yang terbangun adalah Jokowi merupakan seorang yang berkinerja baik. Ini membuat masyarakat akan mendukung suksesor pilihan Jokowi yang akan melanjutkan programnya.
Ketiga, Jokowi memiliki relawan yang solid dan militan. Tegasnya, dalam dua periode ini, peran relawan Jokowi tidak bisa dinafikan dalam menghantarkan kemenangan.
Analisis Fadhli Harahab tersebut selaras dengan rilis survei Akar Rumput Strategic Consulting (ARSC) pada 24 Mei. Ditemukan sebanyak 74,13 persen responden yang menyatakan setuju apabila Jokowi memberi dukungan kepada salah satu sosok calon presiden yang akan meneruskan program-programnya.
“Dari hasil survei ini Presiden Jokowi dinilai publik menjadi kingmaker yang dapat memengaruhi untuk menentukan siapa yang akan menjadi Presiden 2024,” bunyi kesimpulan survei ARSC.
Baca Juga: Gantikan PDIP, Demokrat Dukung Jokowi?
Komentar paling menarik datang dari Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago.
“Jokowi belajar dari SBY [Susilo Bambang Yudhoyono]. Kalau dia tidak punya saham 30 persen terhadap republik ini ke depan, maka semua kebaikan beliau, semua capaian beliau dianggap tidak ada,” ungkapnya pada 18 Juni.
Pernyataan Pangi tersebut sejalan dengan tulisan Lissandra Villa yang berjudul Why Presidents Wait to Endorse Their Successors. Menurut Villa, menunjuk suksesor merupakan investasi politik, baik citra maupun program, bagi seorang presiden.
Lantas, jika nantinya Jokowi akan menjadi kingmaker, atau setidaknya dukungannya memberikan pengaruh besar, kepada siapa dukungan diberikan?
Anies-Puan Diusung?
Dalam artikel PinterPolitik sebelumnya, Anies-Ganjar Berebut Jokowi?, telah ditegaskan bahwa political endorsement Jokowi tampaknya bergantung pada loyalitasnya terhadap PDIP. Persoalan ini juga ditegaskan oleh pengamat komunikasi politik dari Universitas Esa Unggul Jakarta, M. Jamiluddin Ritonga.
Menurutnya, selaku kader PDIP, Jokowi dipercaya akan mendukung kandidat yang diusung oleh Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.
Hal ini berkorelasi dengan pembahasan dalam artikel PinterPolitik yang berjudul Megawati Takut Kehilangan Jokowi?. Saat ini, tampaknya PDIP, khususnya Megawati tengah mengendurkan tensi dengan Jokowi setelah sebelumnya melayangkan berbagai kritik.
Besar kemungkinan langkah ini dilakukan untuk menjaga Jokowi tetap di PDIP dan memberikan dukungan kepada kandidat yang diusung partai banteng di Pilpres 2024.
Jika simpulan itu tepat, maka kita cukup menebak, kira-kira siapa yang akan didukung PDIP di 2024? Terkait ini, ada beberapa nama yang mungkin, yakni Prabowo Subianto, Puan Maharani, Ganjar Pranowo, dan Anies Baswedan.
Menimbang pada hubungan yang belum membaik dengan PDIP sampai saat ini, kita mungkin dapat mencoret nama Ganjar. Sementara Prabowo, meskipun namanya begitu populer, banyak pihak menilai peluangnya kecil karena terbukti kalah berulang kali.
Nama yang tersisa adalah Puan dan Anies. Terkait Anies, tentu banyak yang akan membaca heran. Bukankah selama ini PDIP begitu keras mengkritik Anies? Bagaimana mungkin PDIP berbalik mengusungnya?
Sayangnya, peluang tersebut tidak begitu mengherankan. Pasalnya, sudah ada dua politisi PDIP yang menegaskan kemungkinan tersebut. Di awal Februari 2019, Sekretaris Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PDIP Gembong Warsono menyebutkan tidak ada yang mustahil dalam politik, termasuk kemungkinan PDIP mencalonkan Anies di Pilkada DKI Jakarta mendatang.
Baca Juga: Rumus “Botol Sosro” Puan Realistis?
Lalu belum lama ini, tepatnya 1 Juni, politisi senior PDIP Effendi Simbolon mengeluarkan usulan untuk menduetkan Anies dengan Puan di Pilpres 2024. Menurutnya, Anies memiliki kantong suara dari golongan religius, sementara Puan dari golongan nasionalis. Oleh karenanya, duet ini berpeluang mendapatkan suara maksimal.
Selaku politisi senior PDIP dan disebut merupakan orang dekat Megawati, sekiranya sulit membayangkan Effendi mengeluarkan pernyataan tersebut dengan maksud bercanda atau satir.
Apalagi, mengacu pada bocornya skema “Teh Botol Sosro” dari Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) DPP PDIP Bambang “Pacul” Wuryanto, jika Anies sangat berpeluang untuk menang, sangat mungkin nantinya Puan dipasangkan dengan Gubernur DKI Jakarta tersebut. Seperti bunyi skemanya, siapa pun presidennya, wakilnya Puan Maharani.
Big Tent ala PDIP
Apa yang disampaikan Effendi pada dasarnya sama dengan strategi koalisi pendukung Jokowi pada Pilpres 2019 lalu. Saat itu, secara mengejutkan Ma’ruf Amin terpilih menjadi pasangan Jokowi. Padahal, santer terdengar tempat itu akan diisi oleh Mahfud MD.
Menduetkan Jokowi-Ma’ruf dinilai sebagai strategi untuk memaksimalkan dukungan suara. Jokowi mewakili golongan nasionalis, sementara Ma’ruf mewakili golongan religius. Apalagi, saat itu Jokowi diterpa isu anti-Islam.
Secara khusus, strategi memaksimalkan berbagai sayap golongan tersebut dikenal dengan istilah big tent atau tenda besar. Pada Pilpres Amerika Serikat (AS) 2020, Joe Biden jamak disebut menggunakan strategi ini.
Fareed Zakaria dalam tulisannya Biden Understands What Twitter Doesn’t: Democrats Need a Big Tent, misalnya, menyebut Biden menggunakan strategi big tent dengan cara mempromosikan ideological diversity atau keragaman ideologi.
Hal itu terpampang jelas saat konvensi nasional Partai Demokrat dihadiri oleh sederet tokoh progresif seperti eks Republikan Mike Bloomberg, sampai tokoh konservatif seperti John Kasich, Cindy McCain, dan Collin Powell.
Baca Juga: Puan Tidak Serius Kritik Jokowi?
Melihat sejarahnya, bukan kali pertama Partai Demokrat menggunakan strategi big tent. Pada dekade 1930 sampai 1960-an, strategi ini dipercaya memberikan kejayaan dominasi politik bagi Partai Demokrat ketika mengakomodasi berbagai segmen, mulai dari kalangan segregasionis selatan sampai liberalis utara.
Kala itu, Partai Demokrat dinilai sukses menyelamatkan negara dari Great Depression serta mempromosikan kebijakan seperti jaminan sosial dan kesehatan yang sangat membantu, baik bagi orang kulit putih maupun minoritas.
Dipilihnya Kamala Harris sebagai wakil Biden juga dinilai menunjukkan strategi ini. Kamala Harris dengan jelas merepresentasikan kelompok tertentu, seperti keturunan India-Amerika hingga perempuan. Kemenangan pada Pilpres 2020 juga menasbihkannya sebagai perempuan pertama yang menyandang status sebagai Wakil Presiden AS.
Kembali pada duet Anies-Puan. Mengacu pada keberhasilan big tent di 2019, sangat mungkin melihat duet ini diusung. Apalagi, dengan tidak direvisinya UU Pemilu, PDIP dapat mengusung capres sendiri karena telah memenuhi 20 persen kursi DPR.
Jika benar-benar diusung, tentu sangat menarik melihat Jokowi akan menjadi pendukung Anies di 2024. Sekarang tantangannya mungkin pada Anies. Apakah Gubernur DKI Jakarta ini mampu menjaga popularitas dan elektabilitasnya tetap tinggi sampai penentuan calon nantinya. Kita lihat saja. (R53)