HomeNalar PolitikJokowi Duplikasi Lee Kuan Yew?

Jokowi Duplikasi Lee Kuan Yew?

Seri pemikiran Fareed Zakaria #25

Presiden Jokowi meminta agar tak ada lagi sekat antara ASN junior dan senior, serta menekankan pentingnya pemberian kesempatan kepada para aparatur muda dengan kualitas mumpuni untuk “tampil”. Lantas mengapa Presiden Jokowi menyampaikan konteks tersebut saat ini? Adakah urgensi politis tersendiri yang meliputinya?


PinterPolitik.com

Impresi yang tak sepenuhnya positif tampaknya cukup sulit dilepaskan ketika menyebutkan atau mendengar frasa “birokrasi” di Indonesia. Tak hanya sesederhana frasa, perbaikan birokrasi dalam pemerintahan secara masif nyatanya masih menemui sejumlah tantangan.

Ketika kembali terpilih sebagai kepala negara pada tahun lalu, Presiden Jokowi langsung menekankan pentingnya implementasi reformasi birokrasi. Mantan Wali Kota Solo itu bahkan segera memerintahkan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Tjahjo Kumolo, agar agenda tersebut dilakukan hingga ke “jantungnya”.

Persoalan reformasi birokrasi sendiri sesungguhnya cukup kompleks, mulai dari perkara rekrutmen Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) dan tenaga pendukung lainnya, jenjang eselon para abdi negara, hingga manajemen kinerja yang kerap saling tumpang tindih.

Sepanjang periode keduanya ini, setidaknya Presiden Jokowi sendiri tercatat telah membubarkan 33 lembaga, tim kerja, badan, hingga komite sebagai aktualisasi prioritas reformasi birokrasi.

Agenda tersebut kemudian kembali disinggung Sang RI-1 dalam HUT Korpri ke-49 kemarin. Terdapat tiga ihwal yang terlontar dari Presiden Jokowi, yakni integrasi kelembagaan pemerintahan yang tumpang tindih dan tidak efisien, pemangkasan jenjang eselonisasi (PNS) untuk mempercepat pengambilan keputusan, dan meringkas SOP yang panjang dan kaku harus agar fleksibel dan berorientasi pada hasil.

Di samping itu, terdapat satu hal menarik lainnya saat Presiden Jokowi meminta tak ada lagi sekat-sekat antara PNS junior dan senior, dan dirinya menginginkan agar mereka yang lebih muda dan memiliki kualitas diberikan kesempatan untuk bisa tampil di depan.

Upaya untuk mempromosikan segmen muda dalam pemerintahan itu seolah mengingatkan publik atas bagaimana Presiden mulai memberdayakan staf khusus (stafsus) milenial di Istana di periode keduanya.

Namun pertanyaannya, mengapa Presiden Jokowi menekankan secara spesifik pentingnya peran mereka yang lebih muda atau junior dalam urgensi dari reformasi birokrasi saat ini?

Diilhami Singapura?

Dalam sebuah publikasi teranyarnya yang berjudul Ten Lessons for a Post-Pandemic World, Fareed Zakaria menyebutkan bahwa pandemi Covid-19 menyingkap segala persoalan yang dihadapi setiap negara dan pemerintah, termasuk bagaimana birokrasinya bekerja.

Dampak multi aspek pandemi yang tak hanya menguji aspek kesehatan publik suatu negara, tetapi pada saat yang sama juga menghantam sektor lainnya seperti sosial dan ekonomi, dikatakan Fareed menguak realita bahwa pemerintah yang fokus pada kualitas lebih sangat dibutuhkan, termasuk dalam hal sumber daya manusia yang menjalankan tata kelola pemerintahan.

Di tengah terpaan krisis dampak pandemi Covid-19, Fareed menyoroti negara-negara yang berhasil unggul dibandingkan dengan negara lainnya seperti Taiwan, Korea Selatan, hingga Singapura.

Baca juga :  Siasat Prabowo Akui Sengketa LCS

Khusus pada penanganan pandemi di negara terakhir, Singapura memang menorehkan kegemilangan tersendiri karena kompleksitas sistem kesehatan dan kedaruratan yang berfungsi begitu apik. Epidemiolog Griffith University, Dicky Budiman, bahkan mengatakan pemerintah Indonesia perlu mempelajari hal esensial dari Singapura dalam penanganan pandemi.

Sementara pada konteks yang lebih luas, aspek perekonomian Singapura juga dapat bertahan dan terus bangkit secara gradual meskipun pembatasan aktivitas masih diberlakukan di negara tersebut.

Berkaca pada tren itu, Fareed Zakaria mencatat bahwa birokrasi yang kompeten dan efektif telah menjadi faktor kunci bagi keberhasilan Singapura sampai sejauh ini. Secara lebih spesifik, Singapura juga dinilai menunjukkan sebuah representasi dari pentingnya eksistensi badan pemerintahan yang independen, hingga keberadaan para teknokrat muda yang cerdas dan ahli di bidangnya masing-masing, serta diberikan otonomi penuh untuk berkontribusi bagi negara dalam pemerintahan.

Jika ditelusuri, mendiang Lee Kuan Yew adalah sosok yang menjadi peletak dasar kekuatan Singapura itu, yang hari ini kita bisa lihat begitu tangguh dalam menghadapi pandemi dan dampak turunannya.

Dalam sebuah kesempatan diskusi bersama Lee pada tahun 2008 silam, Fareed mendapatkan sudut pandang penting tentang bagaimana mengelola tata pemerintahan dan birokrasi di Singapura. Kuncinya, Lee menciptakan masyarakat yang sehat di mana memberi setiap orang, utamanya para kaum muda, kesempatan untuk mencapai hasil maksimalnya.

Hasilnya, semua sektor bekerja dan bersinergi dengan sangat baik. Pengadilannya dikatakan sangat independen, administrasinya sangat efektif dan dianggap sangat bersih oleh sebagian besar pengamat internasional.

Selain itu, sistem ekonominya tak hanya mendukung pasar dan perdagangan bebas, tetapi pada saat yang sama, pemerintahnya tetap memainkan peran besar dalam “memandu”, berinvestasi, dan mendorong pada semua tingkatan.

Berbagai pencapaian Singapura itu yang mungkin saja mengilhami Presiden Jokowi saat kembali menggaungkan agenda reformasi birokrasi di HUT Korpri kemarin. Utamanya pada konteks mendorong pentingya memberikan kesempatan bagi para aparatur yang lebih muda atau junior untuk dapat tampil dan mengambil peran lebih dalam birokrasi.

Terlebih sebelumnya Presiden Jokowi juga sempat mengutarakan hal yang serupa saat pelantikan para Praja Muda Lulusan Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) pada akhir Juli lalu. Eks Gubernur DKI Jakarta menginstruksikan agar para praja tak ragu untuk memacu birokrasi menempuh smart shortcut agar menjadi efisien dan hasilnya langsung dirasakan rakyat, terutama di tengah krisis seperti ini.

Momentum pandemi Covid-19 juga dinilai menjadi latar belakang lain mengapa urgensi peran para kaum muda progresif dalam pemerintahan dikemukakan Presiden Jokowi.

Hal ini dikarenakan, di era yang baru ini, lembaga pemerintahan semakin dituntut untuk terbiasa dengan teknologi untuk transformasi digital, yang mana para kaum muda dinilai lebih memiliki pengetahuan, kepekaan, dan fleksibilitas tersendiri dalam aspek tersebut.

Baca juga :  Indonesia First: Doktrin Prabowo ala Mearsheimer? 

Namun demikian, jika berkaca pada isu stafsus milenial sebelumnya yang terkesan hanya sekadar simbol di pemerintahan, apakah hal serupa akan terjadi dalam seruan Presiden Jokowi pada konteks kaum muda aparatur negara?

Hanya Sebatas Retorika?

Terdapat tren di dunia saat ini, ketika para kaum muda menghindari untuk terjun ke dalam politik maupun pemerintahan. Tren ini diungkapkan Fareed Zakaria dalam sebuah podcast The Bunker Daily beberapa waktu lalu.

Perspektif para kaum muda saat ini disebut skeptis terhadap politik dan pemerintahan, dan lebih memilih berkontribusi dalam organisasi non-pemerintah atau non-profit yang mereka anggap lebih memberikan kontribusi nyata bagi masyarakat.

Tanpa mengecilkan peran organisasi semacam itu, Fareed menyebut bahwa paradigma tersebut tak sepenuhnya benar. Bahkan, satu-satunya jalan untuk mengubah negara dan masyarakat menjadi lebih baik dengan dampak yang bertahan lama, Ia sebut hanya dapat dilakukan melalui kontribusi aktif di dalam sistem, baik politik maupun pemerintahan.

Masalahnya, kompleksitas isu kaum muda, baik yang ada di luar maupun di dalam pemerintahan masih cukup pelik, khususnya di Indonesia. Kultur birokrasi masa lalu yang mengakar, hingga pengaruh “politik” dalam birokrasi itu sendiri agaknya tak dapat begitu saja dapat dilangkahi oleh para aparatur muda.

Kasus stafsus milenial yang impresinya saat ini jamak dinilai hanya sebatas simbol di Istana, juga jadi variabel lain, yang sayangnya, sedikit “mencemari” optimisme atas presumsi Fareed sebelumnya.

Dari situ pula, kemungkinan menjadi terbuka bahwa endorsement yang disampaikan Presiden Jokowi pada para aparatur muda dan junior hanya sebatas lip service (basa-basi) untuk mengimpresikan ihwal tertentu.

Pasalnya, seperti yang telah diketahui, sentimen kaum muda kepada Presiden Jokowi agaknya berada di titik terendahnya saat ini. Hal ini paling tidak mulai terlacak sejak tahun lalu saat demonstrasi kaum muda atas sejumlah isu dan regulasi tak didengar oleh pemerintah.

Belakangan, penanganan pandemi dan Omnibus Law menjadi variabel akumulatif yang menambah sentimen itu. Karenanya, bukan tidak mungkin tujuan lain dari Presiden Jokowi mempromosikan aparatur muda dalam pemerintahan dan reformasi birokrasi juga merupakan bagian dari upaya pembenahan citra kepada segmen muda.

Kendati begitu, probabilitas yang lebih konstruktif tentu masih terbuka jika berkaca pada konsep reformasi birokrasi yang menurut pengamat politik LIPI Siti Zuhro akan sangat baik, dengan catatan tercipta persepsi yang selaras di semua tingkatan, plus adanya political will dari para pemangku kepentingan.

Political will inilah yang kiranya akan menjadi faktor penentu yang menjadi definisi pamungkas atas bagaimana kontribusi para aparatur muda dalam reformasi birokrasi di era pemerintahan Presiden Jokowi. Menarik untuk ditunggu kelanjutannya. (J61)


Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.

spot_imgspot_img

#Trending Article

Kok Megawati Gak Turun Gunung?

Ketua Umum (Ketum) PDIP, Megawati Soekarnoputri hingga kini belum terlihat ikut langsung dalam kampanye Pilkada. Kira-kira apa alasannya? 

Berani Prabowo Buka Pandora Papers Airlangga?

Ramai-ramai bicara soal kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen yang disertai dengan protes di media sosial, tiba-tiba juga ramai pula banyak akun men-share kembali kasus lama soal nama dua pejabat publik – Airlangga Hartarto dan Luhut Pandjaitan – yang di tahun 2021 lalu disebut dalam Pandora Papers.

“Sekolam” Ahok, Kesaktian Anies Luntur?

Keputusan Anies Baswedan meng-endorse Pramono Anung-Rano Karno di Pilkada Jakarta 2024 memantik interpretasi akan implikasi politiknya. Utamanya karena Anies pada akhirnya satu gerbong dengan eks rivalnya di 2017 yakni Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan PDIP serta tendensi politik dinasti di dalamnya, termasuk yang terjadi pada Pramono.

Siasat Prabowo Akui Sengketa LCS

Pemerintahan Prabowo disorot karena ‘akui’ klaim tumpang tindih LCS dalam joint statement Tiongkok. Mungkinkah ada siasat strategis di baliknya?

Rahasia Triumvirat Teddy, AHY, dan Hegseth?

Terdapat kesamaan administrasi Presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump dengan Presiden Prabowo Subianto, yakni mempercayakan posisi strategis kepada sosok berpangkat mayor. Kiranya, terdapat rahasia tertentu di balik kesamaan itu yang dapat mendukung support dalam dimensi tertentu ke pemerintahan masing-masing. Mengapa demikian?

Anies Di-summon PKS!

Ahmad Syaikhu in a battle against Dedi be like, “I summon Anies Baswedan!”  #Anies #AniesBaswedan #PilkadaJawaBarat #AhmadSyaikhu #IlhamHabibie #PKS #pinterpolitik #infografis #politikindonesia #beritapolitik #beritapolitikterkini

Betulkah Jokowi Melemah? 

Belakangan mulai muncul pandangan bahwa pengaruh politik Jokowi kian melemah, hal tersebut seringnya diatribusikan dengan perkembangan berita judi online yang kerap dikaitkan dengan Budi Arie, dan kabar penangguhan jabatan doktor Bahlil Lahadalia, dua orang yang memang dulu disebut dekat dengan Jokowi. Tapi, apakah betul Jokowi sudah melemah pengaruhnya? 

Masihkah Prabowo Americans’ Fair-Haired Boy?

Dua negara menjadi tujuan utama Prabowo saat melakukan kunjungan kenegaraan pertamanya pasca dilantik sebagai presiden: Tiongkok dan Amerika Serikat.

More Stories

“Sekolam” Ahok, Kesaktian Anies Luntur?

Keputusan Anies Baswedan meng-endorse Pramono Anung-Rano Karno di Pilkada Jakarta 2024 memantik interpretasi akan implikasi politiknya. Utamanya karena Anies pada akhirnya satu gerbong dengan eks rivalnya di 2017 yakni Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan PDIP serta tendensi politik dinasti di dalamnya, termasuk yang terjadi pada Pramono.

Rahasia Triumvirat Teddy, AHY, dan Hegseth?

Terdapat kesamaan administrasi Presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump dengan Presiden Prabowo Subianto, yakni mempercayakan posisi strategis kepada sosok berpangkat mayor. Kiranya, terdapat rahasia tertentu di balik kesamaan itu yang dapat mendukung support dalam dimensi tertentu ke pemerintahan masing-masing. Mengapa demikian?

Paloh Pensiun NasDem, Anies Penerusnya?

Sinyal “ketidakabadian” Surya Paloh bisa saja terkait dengan regenerasi yang mungkin akan terjadi di Partai NasDem dalam beberapa waktu ke depan. Penerusnya dinilai tetap selaras dengan Surya, meski boleh jadi tak diteruskan oleh sang anak. Serta satu hal lain yang cukup menarik, sosok yang tepat untuk menyeimbangkan relasi dengan kekuasaan dan, plus Joko Widodo (Jokowi).