HomeNalar PolitikMenerka Jokowi-Prabowo di Pernikahan Atta-Aurel

Menerka Jokowi-Prabowo di Pernikahan Atta-Aurel

Kehadiran Jokowi dan Prabowo sebagai saksi pernikahan Atta Halilintar dan Aurel Hermansyah mengundang polemik sendiri di masyarakat. Di saat yang bersamaan, angka kematian Covid-19 masih tinggi dan aparat juga kerap membubarkan resepsi pernikahan. Ini menjadi pertanyaan, mengapa Jokowi dan Prabowo hadir di pernikahan Atta dan Aurel?


PinterPolitik.com

Pernikahan Atta Halilintar dan Aurel Hermansyah mendapatkan sorotan publik yang dipertontonkan secara massal melalui YouTube dan televisi. Berbeda dengan pernikahan selebriti lainnya, pernikahan yang satu ini cukup spesial karena dihadiri oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto. Keduanya menjadi saksi dalam pernikahan tersebut.

Pernikahan Atta-Aurel berjalan dengan lancar, berbeda dengan pernikahan lainnya yang dibubarkan oleh aparat. Dua minggu sebelumnya, misalnya, di Desa Boloh, Grobogan, Jawa Tengah, TNI membubarkan resepsi secara paksa. Pembubaran ini sendiri dilaksanakan dengan bentakan dan kata-kata kasar.

Pembubaran ini dilaksanakan oleh TNI lantaran dianggap melanggar protokol kesehatan (prokes). Paska viral, Komandan Kodim 0717 Purwodadi meminta maaf atas pembubaran paksa tersebut dan berdalih bahwa anggotanya mungkin kelelahan.

Kehadiran Jokowi dan Prabowo disindir oleh warganet. Banyak yang menanggapi bahwa masyarakat seharusnya boleh pulang kampung di masa lebaran nanti karena Presiden saja rela turun dari Istana untuk menghadiri pernikahan selebriti.

Baca Juga: Atta-Aurel: Solusi untuk Indonesia?

Mayoritas juga mengkritik akun resmi Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) yang turut mengabadikan momen kehadiran Jokowi di pernikahan tersebut. Fototersebut dianggap tidak perlu diunggah karena tidak berhubungan dengan aktivitas kenegaraan.

Epidemolog juga mengkritik kehadiran Jokowi dan Prabowo, lantaran di saat yang sama kematian akibat Covid-19.

Lantas, kira-kira apa alasan Jokowi dan Prabowo hadir di pernikahan Atta-Aurel?

Tidak Menjadi Teladan

Masyarakat yang tidak taat prokes menjadi salah satu alasan pandemi di Indonesia masih belum berakhir. Beberapa kali pemerintah menempatkan masyarakat sebagai subjek yang disalahkan atas kasus Covid-19 yang masih tinggi.

Hal ini harusnya juga membuat kita tidak lupa bahwa pejabat pemerintahan yang seharusnya menjadi teladan bagi masyarakat untuk taat prokes.

Kehadiran Jokowi dan Prabowo di pernikahan Atta dan Aurel dinilai tidak sejalan dengan anjuran World Health Organization (WHO). WHO mengatakan  pemerintah harus menjadi teladan bagi masyarakat untuk mematuhi protokol Covid-19. Hal ini dapat mendorong masyarakat untuk turut mematuhi prokes dan juga meningkatkan kepercayaan kepada pemerintah dalam menangani pandemi.

Walaupun pernikahan Atta dan Aurel dikatakan taat prokes, namun kehadiran pejabat sekelas presiden dan menteri seolah menegaskan tidak apa-apa untuk menyelenggarakan dan menghadiri pernikahan. Kehadiran Jokowi dan Prabowo tentu juga akan menimbulkan kecemburuan sosial di masyarakat.  

Baca juga :  Prabowo dan Hegemoni Rasa Takut

Kehadiran Jokowi dan Prabowo ini mengundang beberapa pertanyaaan. Apa urgensi kehadiran kedua pejabat publik tersebut menghadiri dan menjadi saksi pernikahan selebiriti? Apakah ada keuntungan di balik hal itu?

De Facto Immunity  

Di tengah pandemi, pernikahan Atta-Aurel serta kehadiran Jokowi dan Prabowo yang dipertontonkan dengan gamblang di berbagai media elektronik, seolah menunjukkan ada perbedaan perlakuan atas pernikahan yang dilaksanakan oleh kelompok elite dan masyarakat biasa.

Tulisan Francesca Jensenius yang berjudul Caught in the Act but not Punished: On Elite Rule of Law and Deterrence menyebutkan ada diskriminasi dari proses penegakan hukum. Jensenius mengatakan bahwa kelompok elite memiliki de facto immunity di mana kelompok elite cenderung tidak mendapatkan hukuman dari pelanggaran yang dilakukan dibandingkan dengan masyarakat biasa.

Kelompok elite yang dimaksud merupakan orang yang memiliki harta kekayaan atau status sosial, seperti elite politik. Kelompok elite lebih mudah menghindari hukuman melalui berbagai cara seperti suap, pertemanan, ancaman, koersi dan bentuk lainnya.

Dalam konteks pandemi, kelompok elite tersebut disebut memiliki privilege untuk menghindari hukuman akibat pelanggaran prokes. De facto immunity tampaknyamenjelaskan perbedaan antara perlakuan dalam menanggapi acara penikahan Atta-Aurel dan masyarakat biasa. Jokowi dan Prabowo juga merupakan kelompok elite karena mereka bagian dari elite politik.

Di sini tentu pertanyaannya, Jokowi dan Prabowo mestilah mengetahui kehadiran mereka berpotensi menimbulkan kritik di tengah masyarakat, namun mengapa mereka tetap hadir?

Jika mengacu pada Niccolo Machiavelli dalam Il Principe, dikatakan bahwa politik merupakan upaya untuk memperoleh keuntungan. Lantas, apa kira-kira keuntungan bagi Jokowi dan Prabowo atas perannya menjadi saksi pernikahan Atta-Aurel? Apakah ada keuntungan politis di belakangnya?

Memperoleh Keuntungan Politik?  

Beberapa pihak mengatakan bahwa kehadiran Jokowi dan Prabowo dianggap hal yang politis karena mendapatkan sorotan publik dari kelompok milenial. Atta yang merupakan seorang Youtuber terkenal di tanah air menjadi alat penyalur informasi sekaligus simpati kaum milenial, mengingat bahwa dirinya terkenal di antara milenial. Sedangkan, Aurel dan keluarga Hermansyah yang aktif membuat konten di sosial media juga memiliki fans yang masih muda.

Modal yang dimiliki Atta dan Aurel bisa digunakan oleh Jokowi dan Prabowo untuk memperoleh dukungan dari milenial. Bagi Jokowi, sang RI-1 disebut dapat mendapatkan dukungan dari kaum milenial atas kebijakan yang ia implementasikan. Jokowi sendiri memang aktif menggaet suara anak milenial yang terlihat atas tindakannya mengangkat 7 milenial sebagai Staf Khusus Presiden. Lalu, bagi Prabowo, memperoleh suara anak milenial tentu bagud dalam persiapan Pemilu 2024.

Baca juga :  Haji Isam: Yury Kovalchuk-nya Prabowo?

Namun asumsi ini dapat keliru jika dilihat dari demografis penggemar Atta dan Aurel. Rata-rata fans dari keduanya disebut belum memiliki hak suara, sehingga belum memiliki kesadaran politik dan belum dapat hak memilih di pemilu.

Nah, jika benar demikian, maka terlihat bahwa kehadiran Jokowi dan Prabowo lebih banyak membawa kerugian daripada keuntungan. Kerugian tersebut berupa persepsi ketidakadilan dan privilase terhadap kelompok elite yang dipertontonkan secara gamblang oleh masyarakat sehingga menuai kritik dari bebagai kalangan masyarakat.

Jika ingin mencari keuntungan pun, keuntungan tersebut tidak menyasar langsung ke Jokowi dan Prabowo, namun kepada Hary Tanoesoedibjo sebagai pemilik stasiun TV RCTI yang menyiarkan langsung pernikahan Atta-Aurel. Hal ini dapat membawa keuntungan rating bagi RCTI, terutama pernikahan tersebut dihadiri oleh Presiden Jokowi.

Baca Juga: Istana Negara sebagai Legasi Pancasilais Jokowi?

Mungkin alasan Jokowi dan Prabowo tetap hadir adalah miskalkulasi keuntungan politik. Kehadiran mereka diharapkan dapat membawa keuntungan politik bagi kedua pejabat publik tersebut, seperti mendapatkan dukungan milenial mengingat bahwa Atta memiliki subscriber terbanyak di Indonesia. Namun, probabilitas dukungan milenial ke ranah politik juga tidak terlalu signifikan karena rata-rata fans Atta dan Aurel merupakan anak-anak yang belum peka terhadap politik dan tidak memiliki hak pilih.

Alasan lainnya adalah tindakan Jokowi dan Prabowo mungkin hanya tindakan irasional belaka. James Provis dalam tulisannya The Pigman Principle: Why Rational Leaders Make Irrational Decisions mengatakan bahwa salah satu faktor pemimpin tidak melaksanakan keputusan rasional adalah ignorance.

Pemimpin disebut terkadang membuat keputusan bergantung firasat pribadi tanpa ada kesiapan data dan fakta di lapangan. Keputusan Jokowi dan Prabowo dianggap irasional karena tidak ada keuntungan yang signifikan dari kehadirannya di pernikahan tersebut. Bisa saja mereka hanya mengikuti firasat pribadi untuk menghadiri pernikahan selebriti, mengingat Jokowi juga beberapa kali pernah menghadiri pernikahan selebriti.

Namun, bisa juga alasan kehadiran keduanya semata-mata untuk mendapatkan atensi semata. Well, pada akhirnya hanya pihak-pihak terkait yang mengetahui alasan di balik kedatangannya ke pernikahan Atta-Aurel. Sebagai masyarakat biasa kita hanya dapat menerka-nerka. (R66)


spot_imgspot_img

#Trending Article

Segitiga Besi Megawati

Relasi Prabowo Subianto dan Megawati Soekarnoputri kini memasuki babak baru menyusul wacana pertemuan dua tokoh tersebut.

Prabowo & Hybrid Meritocracy Letnan-Mayor

Promosi Letjen TNI Kunto Arief Wibowo sebagai Pangkogabwilhan I di rotasi perdana jenderal angkatan bersenjata era Presiden Prabowo Subianto kiranya mengindikasikan pendekatan baru dalam relasi kekuasaan dan militer serta dinamika yang mengiringinya, termasuk aspek politik. Mengapa demikian?

The Real Influence of Didit Hediprasetyo?

Putra Presiden Prabowo Subianto, Didit Hediprasetyo, memiliki influence tersendiri dalam dinamika politik. Mengapa Didit bisa memiliki peran penting?

Keok Pilkada, PKS Harus Waspada? 

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjadi salah satu partai yang paling tidak diuntungkan usai Pemilu 2024 dan Pilkada 2024. Mungkinkah hal ini jadi bahaya bagi PKS dalam waktu mendatang?

Prabowo and The Nation of Conglomerates

Dengarkan artikel ini: Sugianto Kusuma atau Aguan kini jadi salah satu sosok konglomerat yang disorot, utamanya pasca Menteri Tata Ruang dan Agraria Nusron Wahid mengungkapkan...

Megawati and The Queen’s Gambit

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mungkin akan dielu-elukan karena dinilai brilian dengan menunjuk Pramono Anung sebagai calon gubernur dibandingkan opsi Ahok atau Anies Baswedan, sekaligus mengalahkan endorse Joko Widodo di Jakarta. Namun, probabilitas deal tertentu di belakangnya turut mengemuka sehingga Megawati dan PDIP bisa menang mudah. Benarkah demikian?

Gibran Wants to Break Free?

Di tengah dinamika politik pasca-Pilkada 2024, seorang wapres disebut ingin punya “kebebasan”. Mengapa Gibran Rakabuming wants to break free?

Ada Operasi Intelijen Kekacauan Korea Selatan? 

Polemik politik Korea Selatan (Korsel) yang menyeret Presiden Yoon Suk Yeol jadi perhatian dunia. Mungkinkah ada peran operasi intelijen dalam kekacauan kemarin? 

More Stories

Ivermectin, Kebijakan Buru-Buru Erick?

Obat ivermectin yang diperkenalkan oleh Menteri BUMN Erick Thohir menjadi polemik di masyarakat. Obat ini sendiri masih dalam tahap uji klinis, namun sudah digunakan...

Jokowi di Simpang Infrastruktur dan Pandemi

Masih berjalannya proyek infrastruktur di saat pandemi menjadi polemik di tengah masyarakat. Besarnya anggaran yang digelontorkan untuk pembangunan infrastruktur dianggap menjadi sikap pemerintah yang...

Mungkinkah Dialog Papua Terwujud?

Presiden Jokowi memberikan arahan kepada Menko Polhukam Mahfud MD untuk mewujudkan dialog dengan Papua sebagai upaya pemerintah menggunakan pendekatan damai. Di sisi lain, pemerintah...