HomeNalar PolitikJalan Terjal Duet Sandiaga-RK

Jalan Terjal Duet Sandiaga-RK

Berawal dari kunjungan kerjanya, Menparekraf Sandiaga Uno mulai dijodoh-jodohkan dengan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil sebagai pasangan calon di Pilpres 2024 mendatang. Akankah wacana ini benar-benar bisa terwujud? 


PinterPolitik.com

Dalam beberapa hari terakhir, wacana bersatunya Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno dan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil (RK) sebagai pasangan calon presiden dan wakil presiden di gelaran kontestasi elektoral 2024 mendatang tengah jadi perbincangan publik. Wajar, keduanya memang politikus yang namanya tak pernah absen dalam bursa kandidat potensial Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. 

Namun berbeda dengan wacana-wacana pilpres lainnya yang biasanya dipantik oleh pengamat, narasi Sandi-RK ini justru berawal pernyataan keduanya sendiri. Ini bermula saat Sandi tengah melakukan kunjungan dinas ke daerah pimpinan RK. Di sela-sela kegiatan tersebut, Sandi menanggapi pertanyaan seorang jurnalis perihal kansnya maju sebagai capres. 

Jawaban Sandi saat itu sebenarnya bisa dibilang diplomatis. Ia hanya menegaskan bahwa kunjungannya itu berkaitan dengan urusan kedinasan, sehingga pertemuannya dengan RK di momen tersebut sama sekali tidak membicarakan persoalan Pilpres 2024. 

Namun menariknya, di ujung jawaban diplomatisnya itu, Sandi menambahkan kalimat “bukan tidak mungkin, tapi tidak sekarang”.

Jawaban Sandi tersebut faktanya diamini oleh RK. Ia berpendapat bahwa dalam politik tak ada yang tak mungkin. Namun saat ini Ia menyebut dirinya bersama Sandi masih fokus menyelesaikan tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya kini. 

Sontak di media massa, jawaban normatif keduanya itu berkembang menjadi narasi yang menarik perhatian masyarakat. Tak hanya itu, banyak yang kemudian mencoba mengalkulasi bagaimana kans mereka jika nantinya keduanya benar-benar akan maju sebagai paslon. 

Menyikapi hal ini, apakah ini artinya wacana duet Sandi-RK memang layak untuk dipertimbangkan? Kira-kira mampukah keduanya memenangkan kontestasi jika maju bersama sebagai pasangan calon presiden dan wakil presiden?

Signifikansi Nasain

Selain merupakan sosok politikus yang dianggap muda, ada faktor lain yang membuat wacana duet Sandi-RK ini semakin menarik. Yakni keduanya bukanlah politikus murni. 

Sebagaimana diketahui, Sandi lebih dulu memulai kariernya dari dunia bisnis. Ia merupakan pendiri PT Saratoga Investama Sedaya. Hingga 2009, ada 12 perusahaan yang sudah diambil alih oleh PT Saratoga. Selain itu, Sandi juga tercatat pernah menjadi pemegang sejumlah perusahaan-perusahaan bonafide, meski sejumlah jabatan tersebut sudah dilepasnya semenjak memutuskan fokus di dunia politik. 

Sementara RK merupakan arsitek yang juga sempat menggeluti dunia bisnis. Ia tercatat pernah merintis usaha sendiri lewat PT Urbane Indonesia. Perusahaan yang Ia dirikan bersama beberapa sahabat kepercayaannya itu fokus bergerak di bidang jasa konsultan arsitektur, tata ruang kota, dan desain. 

Keterlibatan kalangan pebisnis dalam politik memang telah lama menjadi fenomena yang lumrah terjadi. Bahkan bisa dibilang punya signifikansinya tersendiri. 

Barrington Moore dalam bukunya Social Origins of Dictatorship and Democracy menyebut bahwa demokrasi akan tumbuh dan berkembang jika kelas borjuis menjadi kuat dan aktif dalam proses demokratisasi. Moore bahkan menciptakan adagiumnya sendiri untuk menggambarkan signifikansi peran pebisnis dalam politik dengan kalimat “no bourgeoisie no democracy”. 

Baca juga :  Prabowo, the Game-master President?

Dalam lanskap politik nasional, posisi Sandi-RK nyatanya tak hanya diuntungkan dari latar belakang mereka dari dunia bisnis, melainkan juga dalam konteks kedekatan keduanya dengan sejumlah klaster politik, termasuk golongan agamis. Hal ini menjadikan sosok Sandi-RK cocok disandingkan dengan istilah Nasain atau nasionalis, Agamis, dan insan bisnis. 

Terganjal Prabowo?

Kendati dalam derajat tertentu latar belakang dunia bisnis Sandi-RK punya signifikansi tersendiri, namun di sisi lain, sosok mereka yang bukan merupakan politikus murni agaknya melahirkan sejumlah hambatan bagi terwujudnya wacana tersebut. Yakni persoalan kendaraan politik. 

Meski Sandi memegang jabatan strategis di Partai Gerindra, namun kultur yang masih bersifat hierarkis membuat dirinya tak memiliki pengaruh cukup kuat untuk mengendalikan arah kebijakan partai. Terlebih, partai berlambang kepala burung garuda hingga kini masih berada dalam kungkungan dominasi penuh Prabowo.  

Terkait hal tersebut, sosok Prabowo sendiri pun agaknya bisa menjadi hambatan paling nyata dari gagalnya wacana penyandingan Sandi-RK. Sebab, hingga hari ini, sosok Prabowo masih dianggap sebagai tokoh yang memiliki potensi paling besar untuk bertarung di Pilpres 2024. 

Bahkan sejumlah analis dan pengamat haqqul yaqin bahwa Prabowo akan kembali bertarung di gelanggang pilpres berikutnya. 

Pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI) Ujang Komarudin menyebut ada sejumlah alasan yang membuatnya yakin Prabowo akan maju sebagai capres. Pertama, Ia belum pernah menang. Kedua, Ia Ketum Gerindra. Ketiga, Ia menteri, dan keempat, tidak ada aturan yang melarangnya untuk bisa maju lagi. 

Jika nantinya terbukti Prabowo benar-benar akan maju, tentu hal tersebut otomatis akan menutup peluang terwujudnya wacana Sandi-RK. Bahkan bisa jadi malah menutup wacana Sandi untuk maju sebagai kandidat di Pilpres 2024, sebab bukan tak mungkin Gerindra akan mencari sosok dari partai lain sebagai pendamping Prabowo demi memenuhi persyaratan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold). 

Namun jika kita berandai-andai Prabowo mau mengikhlaskan kesempatannya untuk maju di 2024 dan memunculkan nama Sandi sebagai kandidat, apakah memasangkannya dengan RK merupakan strategi yang tepat?

Tak Menarik Parpol?

Hingga hari ini, RK memang menjadi salah satu kepala daerah independen yang tak memiliki keterikatan dengan partai politik tertentu. Tak seperti Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang juga independen namun dapat terbaca arah politiknya berada di seberang pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) dan parpol koalisinya, RK sejauh ini terlihat lebih fleksibel. 

Di satu sisi, Ia terlihat cenderung mendukung kebijakan-kebijakan pemerintah pusat. Namun di sisi lain, Ia juga tak ragu jika harus melontarkan kritik. 

Misalnya saja ketika RK mempersoalkan pernyataan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD dalam kasus kerumunan Habib Rizieq Shihab (HRS) akhir tahun lalu. 

Dalam sebuah penelitian, mungkin kita tak asing dengan istilah variabel bebas, variabel terikat, dan variabel kontrol. Evelyn Hatch dan Hossein Farhady dalam Research Design & Statistics for Applied Linguistics mengatakan bahwa variabel-variabel ini merupakan atribut seseorang, atau objek yang mempunyai “variasi” antara satu orang dengan lainnya, atau satu objek dengan objek lainnya.

Baca juga :  Ridwan Kamil All-in Brand Lokal?

Sesuai namanya, variabel bebas berarti tidak terikat bahkan dapat menjadi sebab munculnya variabel dependen. Sementara variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Lalu, variabel kontrol merupakan variabel yang perlu dipertahankan tetap, atau diacak sedemikian rupa sehingga pengaruh mereka dapat dinetralisir. 

Nah, konteks variabel ini dapat kita tarik ke posisi RK yang tampaknya memiliki kedudukan sebagai variabel bebas. Posisinya yang sejauh ini tidak terikat tersebut tentu membuat parpol ragu apakah Ia merupakan sosok yang loyal terhadap kepentingan-kepentingan partai atau koalisi jika terpilih sebagai presiden atau wakil presiden. Ini bisa jadi membuat sosoknya tidak menarik di mata parpol. 

Selain urusan parpol, persoalan lain yang tampaknya juga berpotensi menjadi halangan terwujudnya duet Sandi-RK adalah terkait irisan dukungan. Pakar politik dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Karim Suryadi menyebut Sandi-RK sama-sama memiliki basis dukungan dari golongan nasionalis-agamis. Hal ini menurutnya akan membuat mereka sulit untuk meraih pemilih dari segmen yang berbeda

Idealnya, kata Karim, pasangan calon presiden dan wakil presiden harus berasal dari sisi ideologi dan kelompok yang berbeda, seperti sosok nasionalis Jokowi yang bersanding dengan sosok religius Ma’ruf Amin. Selain itu, sosok Sandi-RK yang masih relatif muda, dikhawatirkan akan memunculkan “matahari kembar”.

Ben Otto dan Andreas Ismar dalam tulisannya di The Wall Street Journal menyebut meski dalam satu dekade terakhir para politikus maupun kepala daerah muda mulai mendapatkan tempat dalam panggung politik Indonesia, namun elite-elite politik lama tampaknya masih mendominasi lanskap politik nasional. 

Hal ini terlihat dari masih berkuasanya elite-elite tua dari era Soeharto di partai-partai politik terbesar. Hal ini dinilai menimbulkan hambatan bagi pendatang baru di panggung politik nasional. 

Di titik ini setidaknya kita bisa menyimpulkan bahwa perjodohan Sandi-RK tampaknya akan menjadi wacana yang sulit terwujud karena beberapa alasan. 

Pertama, adanya kemungkinan bahwa Prabowo masih akan mencalonkan diri sebagai capres. Kedua, sosok independen RK yang mungkin tak akan terlalu menguntungkan secara elektoral. Ketiga, adanya basis dukungan yang identik membuat pasangan ini sulit untuk merambah klaster pemilih lain. 

Namun demikian, pada akhirnya perlu diakui bahwa politik adalah sesuatu yang sangat dinamis. Apalagi, masih tersisa waktu sekitar satu sampai dua tahun lagi untuk menentukan kandidat yang maju di kontestasi Pilpres 2024. Apapun masih bisa terjadi kedepannya. Menarik untuk ditunggu kelanjutannya. (F63)


► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik

Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.

spot_imgspot_img

#Trending Article

Kok Megawati Gak Turun Gunung?

Ketua Umum (Ketum) PDIP, Megawati Soekarnoputri hingga kini belum terlihat ikut langsung dalam kampanye Pilkada. Kira-kira apa alasannya? 

Berani Prabowo Buka Pandora Papers Airlangga?

Ramai-ramai bicara soal kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen yang disertai dengan protes di media sosial, tiba-tiba juga ramai pula banyak akun men-share kembali kasus lama soal nama dua pejabat publik – Airlangga Hartarto dan Luhut Pandjaitan – yang di tahun 2021 lalu disebut dalam Pandora Papers.

“Sekolam” Ahok, Kesaktian Anies Luntur?

Keputusan Anies Baswedan meng-endorse Pramono Anung-Rano Karno di Pilkada Jakarta 2024 memantik interpretasi akan implikasi politiknya. Utamanya karena Anies pada akhirnya satu gerbong dengan eks rivalnya di 2017 yakni Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan PDIP serta tendensi politik dinasti di dalamnya, termasuk yang terjadi pada Pramono.

Siasat Prabowo Akui Sengketa LCS

Pemerintahan Prabowo disorot karena ‘akui’ klaim tumpang tindih LCS dalam joint statement Tiongkok. Mungkinkah ada siasat strategis di baliknya?

Rahasia Triumvirat Teddy, AHY, dan Hegseth?

Terdapat kesamaan administrasi Presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump dengan Presiden Prabowo Subianto, yakni mempercayakan posisi strategis kepada sosok berpangkat mayor. Kiranya, terdapat rahasia tertentu di balik kesamaan itu yang dapat mendukung support dalam dimensi tertentu ke pemerintahan masing-masing. Mengapa demikian?

Anies Di-summon PKS!

Ahmad Syaikhu in a battle against Dedi be like, “I summon Anies Baswedan!”  #Anies #AniesBaswedan #PilkadaJawaBarat #AhmadSyaikhu #IlhamHabibie #PKS #pinterpolitik #infografis #politikindonesia #beritapolitik #beritapolitikterkini

Betulkah Jokowi Melemah? 

Belakangan mulai muncul pandangan bahwa pengaruh politik Jokowi kian melemah, hal tersebut seringnya diatribusikan dengan perkembangan berita judi online yang kerap dikaitkan dengan Budi Arie, dan kabar penangguhan jabatan doktor Bahlil Lahadalia, dua orang yang memang dulu disebut dekat dengan Jokowi. Tapi, apakah betul Jokowi sudah melemah pengaruhnya? 

Masihkah Prabowo Americans’ Fair-Haired Boy?

Dua negara menjadi tujuan utama Prabowo saat melakukan kunjungan kenegaraan pertamanya pasca dilantik sebagai presiden: Tiongkok dan Amerika Serikat.

More Stories

Dibenturkan, Nadiem Tetap Tak Terbendung?

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim kembali mendapat sorotan. Kali ini draf Peta Jalan Pendidikan 2020-2035 yang tak mencantumkan frasa agama dipersoalkan oleh...

Benci Produk Asing, Anomali Nasionalisme Jokowi?

Pernyataan terbaru Presiden Jokowi soal benci produk asing terus menuai polemik. Banyak pihak menilai Presiden punya standar ganda karena pemerintah sendiri masih melakukan impor...

Puan Sulit Taklukkan Ganjar?

Sejumlah analis dan pengamat memprediksi PDIP akan mengusung Prabowo-Puan dalam Pilpres 2024 mendatang. Namun prospek tersebut kini terancam dengan tingginya elektabilitas Gubernur Jawa Tengah,...