“Operasi intelijen sangatlah penting dalam peperangan. Setiap langkah pasukan sangat bergantung atasnya” – Sutiyoso, tokoh militer asal Indonesia
Sobat, apa yang kalian pikirkan ketika mendengar kata intelijen? Tentu banyak di antara kita pasti menjawab seorang agen rahasia dari pemerintah yang mempunyai tugas besar dan rahasia pula ya. Nah, jawaban itu nggak salah sama sekali, cuy, karena memang pekerjaan mereka ini penuh dengan kerahasiaan dan tidak banyak orang tahu. Hehehe.
Mimin misalkan seperti film yang dibintangi oleh Tom Cruise dalam film Mission: Imposibble 2 yang berperan sebagai Ethan Hunt, seorang agen rahasia. Dalam film tersebut, Ethan mendapatkan misi untuk mengambil dan menghancurkan pasokan penyakit atau virus yang diciptakan secara genetik bernama Chimera.
Misi doi jadi semakin sulit karena harus tertangkap dan dijadikan sebagai kelinci percobaan, sob. Bahkan, secara bersamaan, dia juga harus bertarung dengan sekelompok teroris internasional yang dipimpin oleh mantan agen Impossible Mission Force (IMF) yang telah berhasil mencuri obat, cuy.
Kelompok tersebut dikenal sebagai Bellerophon dan sekarang membutuhkan Chimera untuk menyelesaikan rencana besar mereka menginfeksi seluruh dunia. Beh, seram banget kan tugas doi sebagai agen rahasia, harus menghentikan rencana teroris sebelum timing eksekusi.
Kalau mimin yang diberi tugas, mungkin nyerah saja deh sejak awal, apalagi jika melawan kelompok bersenjata. Kalau tangan kosong sih masih oke, berani lah kita diadu, meskipun kerempeng begini. Hehehe.
Nah, apa yang dilakukan Ethan dalam film Mission Imposible di atas kelihatannya harusnya juga dilakukan oleh pihak intelijen di negara kita, sob. Melakukan tindakan preventif agar kegaduhan hebat tidak terjadi – terlebih ini dalam momentum Covid-19.
Pasalnya, aksi demonstrasi mahasiswa dan buruh menolak Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) atau omnibus law yang sudah berlangsung beberapa hari ini berujung rusuh di beberapa titik lokasi, sob. Misal, di Kota Malang hingga terjadi penerobosan dan perusakan fasilitas publik di gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Bahkan, hingga terjadi pembakaran 18 halte TransJakarta dengan kerugian ditaksir sekitar Rp 45 miliar.
Akibat dari adanya hal tersebut nih, akhirnya terdapat beberapa pihak yang langsung mempertanyakan di mana intelijen sebagai sebuah lembaga secara tugas pokok dan fungsi (tupoksi) yang berperan sebagai pendeteksi dini terhadap setiap gejolak yang mungkin dapat terjadi di tengah masyarakat.
Salah satunya yaitu Anggota DPR Komisi II Muhammad Nasir Djamil. Doi bertanya, “Di mana aparat intelijen kita? Kok mereka tidak mampu melakukan deteksi dini dan mencegah terjadinya kericuhan dan perusakan bangunan?”
Dalam hal ini, mimin sepakat sih dengan Pak Nasir ya, gengs. Pasalnya, memang sebagai sebuah lembaga yang bergerak di dunia shadow nih, intelijen kan memang harus bersikap proaktif dan memberikan laporan kepada Presiden sebagai single user ya sehingga nanti bisa diambil tindakan preventif dengan persentase kerugian yang minim.
Atau jangan-jangan memang pertanyaan Pak Nasir sebagai perwakilan PKS ini sengaja dilontarkan untuk mencolek Pak Budi Gunawan ya sebagai Kepala Badan Intelijen Negara (BIN)? Upsss. (F46)