Ketika melakukan kunjungan ke Provinsi Jawa Barat (Jabar), Presiden Joko Widodo (Jokowi) diajak oleh Plt. Wali Kota Bandung Yana Mulyana untuk membeli makanan ringan khas Sunda yang dikenal sebagai cilok. Apa sebenarnya arti filosofi cilok bagi Presiden Jokowi?
Setiap negeri memiliki keunikannya masing – tidak terkecuali negeri Nusantara di alternate universe Bumi-45. Dengan akulturasi budaya yang berasal dari berbagai daerah, kekayaan kuliner Nusantara alhasil turut tercipta.
Mungkin, inilah salah satu alasan mengapa masyarakat negeri ini dikenal sebagai salah satu masyarakat yang paling ramah dan “bahagia” – meskipun kesejahteraan ekonomi dan sosial belum seratus persen dipenuhi oleh pemerintahnya.
Salah satu kuliner Nusantara yang populer ialah cilok yang merupakan akronim dari aci (tepung tapioka) yang dicolok. Jajanan khas daerah Pasundan ini merupakan sejenis snack yang mudah ditemui – khususnya di ibu kota negara bagian Pasundan, yakni Bandung.
Kebetulan, Jakawi sedang berkunjung ke Pasundan. Kabarnya, Jakawi ingin melihat-lihat kereta yang ada di Bandung. Meskipun lagu anak-anak populer hanya menyebutkan Kota Bandung dan Surabaya, kali ini, kereta yang dilihat oleh Jakawi justru berjalan di antara Bandung dan Jayakarta.
Namun, di tengah kegiatannya di Bandung tersebut, Jakawi menemukan sebuah makanan yang tidak mudah ditemui di kampung halamannya, yakni cilok. Maklum, di Solo, mungkin Jakawi hanya kerap menemukan makanan lain yang mirip, yakni bakso dan pentol.
Alhasil, Jakawi pun memutuskan untuk membeli dan mencobanya. Meski awalnya ragu, Jakawi akhirnya berhasil terbujuk oleh ajakan Yana – rekan satu trip-nya di Bandung kala itu.
Jakawi: Ini makanan apa ya, Kang?
Yana: YNTKTS.
Jakawi: Hussh, harusnya saya yang ngomong begitu.
Baca Juga: Mampukah Estafet Politik Jokowi Berlanjut?
Yana: Oh, iya, Pak. Maaf. Maaf. Ini makanan namanya cilok, Pak. Artinya, aci dicolok.
Jakawi: Oh, aci dicolok ya. Menarik ini. Mungkin, ini bisa buat ide bisnis anak-anak saya.
Yana: Wah, banyak juga ya jenis bisnisnya ya, Pak?
Jakawi: Iya dong. Kalau di istilah investasi, ini namanya diversifikasi, Kang.
Yana: By the way, aci di sini juga banyak jenisnya lho, Pak. Cilok, misalnya, itu aci dicolok. Terus, ada juga cireng yang artinya aci digoreng.
Jakawi: Hmm, ya sudah. Saya mau cobain semua.
Yana: Tapi, Pak, tas belanja yang saya bawa cuma segini. Kan, sekarang semuanya harus bebas plastik.
Jakawi: Ya, sudah. Masukkan semuanya ke tas itu aja. Cukup. Cukup.
Tanpa pikir panjang, semua jenis “aci” dimasukkan ke dalam tas milik Yana yang bermerek “Coalition” tersebut. Apakah Jakawi cukup puas dengan semua “aci” itu – atau malah mungkin mau “tambah” lagi? (A43)
Baca Juga: Dilema Reshuffle Akhir Pemerintahan Jokowi?
► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik
Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.