“Saya misalnya, tidak jadi wakil presiden. Sudah banyak orang berharap, saya juga berharap karena sudah buat baju itu disuruh”. – Menko Polhukam Mahfud MD terkait kegagalannya jadi cawapres Jokowi pada Pilpres 2019
PinterPolitik.com
Di tengah ribut-ribut soal reshuffle kabinet dan sengkarut penanganan Covid-19, tampaknya banyak menteri yang mulai pasang strategi dan mengatur langkah agar tidak terdepak. Ada yang bikin kalung anti Covid-19, ada yang pasang tampang saat pemulangan buronan, dan lain sebagainya.
Namun, tidak sedikit dari para menteri yang percaya diri alias PD nggak bakal terdepak. Lha Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto yang paling banyak disorot malah disebut nggak bakal dicopot karena jadi menteri kesayangan Pak Jokowi. Itu kata Ketum PAN Zulkifli Hasan loh ya.
Artinya, kalau “selevel” Menkes Terawan aja bisa saja nggak dicopot, apalagi barisan menteri terdekat Pak Jokowi, kayak Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi atau Menteri PUPR Basuki Hadimuljono.
Nah, salah satu menteri yang kemungkinan besar juga nggak bakal dicopot adalah Menko Polhukam Mahfud MD. Selain karena doi merupakan salah satu menteri yang paling dekat dengan Pak Jokowi dan nasehatnya mungkin paling didengar, jangan dilupakan bahwa Mahfud adalah cawapres pilihan Pak Jokowi yang gagal terpilih karena dinamika parpol-parpol pendukung sang presiden.
Makanya Pak Jokowi sepertinya bela-belain pilih doi jadi Menko Polhukam – jabatan yang nota bene sangat jarang diduduki oleh orang sipil.
Kini, posisi Pak Mahfud makin jadi “lentur” setelah ada Perpres Nomor 73 Tahun 2020 tentang Kemenko Polhukam. Kelenturannya adalah karena kewenangan yang bertambah. Posisi Menko Polhukam misalnya bisa melakukan pengawasan terhadap program-program prioritas yang diputuskan oleh rapat kabinet.
Menko Polhukam kini juga punya kewenangan untuk melakukan hal tertentu sesuai dengan arahan presiden. Jika membaca Perpres tersebut memang banyak yang menafsirkan bahwa kewenangan tersebut berlaku untuk hal-hal yang berhubungan dengan isu politik, hukum dan keamanan. Namun, ada beberapa poin dalam pasal-pasal di Perpres tersebut yang memungkinkan penafsiran yang lebih luas.
Tak heran banyak pihak yang kemudian menyebutnya “lentur”. Mahfud bisa saja punya kewenangan yang melebihi jabatannya – mirip-mirip dan mungkin mendekati ke arah wakil presiden lah, walaupun masih sangat terbatas.
Tapi, mungkin nggak sih, Pak Jokowi ngeluarin Perpres ini karena “kangen” sama wapres yang sesungguhnya? Bukannya gimana-gimana ya, Ma’ruf Amin sebagai wapres emang sangat jarang terlihat kinerjanya. Bahkan, di awal-awal periode kedua kekuasaan Pak Jokowi, posisi wapres ini paling banyak disorot.
Di kalangan milenial bahkan ada istilah “wapres AFK” – away from keyboard. Uppps. Itu komen-komen di Instagram loh ya yang nyebutin hal itu. Istilah AFK itu emang bahasa di dunia game.
Hmm, jadi makin menarik untuk ditunggu akan seperti apa Pak Mahfud nantinya. Apakah benar bisa tampil dominan atau tidak. (S13)
► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik
Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.