Sosok Najwa Shihab telah menjadi salah satu rujukan paling terpercaya dalam menganalisis situasi politik nasional, pun begitu ketika masa pandemi Covid-19 di Indonesia kini. Mulai dari wawancaranya dengan Presiden Jokowi, hingga yang terbaru, kritiknya terhadap kinerja DPR menuai banyak dukungan publik. Lantas, mengapa Najwa begitu didengar?
PinterPolitik.com
Siapa yang tidak mengenal sosok Najwa Shihab? Sosok yang telah lama malang melintang di ruang-ruang publik ini kerap kali hadir sebagai representasi ketidakpuasan masyarakat terhadap pemerintah melalui kritik-kritik tajamnya.
Beberapa waktu yang lalu, Najwa berkesempatan mewawancarai secara langsung Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana untuk menanyakan berbagai hal, misalnya terkait keterlambatan pemerintah dalam memberlakukan larangan mudik. Seperti yang kita ketahui, jawaban mantan Wali Kota Solo tersebut kemudian menjadi meme tersendiri karena membedakan “mudik” dan “pulang kampung”.
Terbaru, dalam instagram pribadinya, Najwa kembali memberikan kritik dengan memposting video berjudul Kepada Tuan Puan DPR yang Terhormat. Dalam video berdurasi 4 menit 56 detik tersebut, Najwa mempertanyakan kinerja DPR yang dinilai tidak fokus menanggulangi pandemi virus Corona (Covid-19) karena justru membahas produk hukum kontroversial seperti Omnibus Law.
Uniknya, kritik tersebut ditanggapi minor oleh anggata dewan, misalnya dengan meminta Najwa meminta maaf atas pernyataannya. Tidak ketinggalan, anggota dewan dari partai Gerindra Andre Rosiade justru berbalik mengkritik Najwa dengan menyebutkan anggota DPR telah membantu masyarakat di dapilnya masing-masing, serta menyinggung perihal keterlibatan Sekolahmu yang didirikan oleh kakak Najwa, yakni Najelaa Shibab sebagai salah satu vendor Kartu Prakerja.
Berdasar pada balasan kritik Andre yang tidak sebangun dengan kritik Najwa tersebut, PinterPolitik kemudian membuatnya menjadi infografis dengan judul Mba Nana Kena Kritik Juga. Menariknya, dari 356 komentar yang ada dalam postingan tersebut, keseluruhannya membela Najwa dan menilai kritik Andre “salah alamat”. Fenomena gelombang dukungan tersebut dapat pula kita jumpai apabila menengok pada postingan-postingan Najwa, baik di akun instagram maupun youtube-nya.
Melihat fenomena tersebut, pernahkah kita menanyakan, mengapa Najwa seolah telah menjadi standar kecerdasan dalam mengkritik pemerintah? Mengapa ia begitu didengar oleh masyarakat?
Halo Effect
Disadari atau tidak, didengarnya berbagai pernyataan Najwa tampaknya terjadi karena anak dari Quraish Shihab tersebut dilihat begitu karismatik oleh masyarakat. Hal tersebut misalnya juga diungkapkan oleh pemain drum Superman is Dead (SID) Jerinx ketika melakukan live instagram bersama dengan dr Tirta, ataupun ketika menjadi narasumber di salah satu stasiun televisi ketika membahas mengenai teori konspirasi di balik virus Corona (Covid-19) beberapa hari yang lalu.
Menurutnya, masyarakat akan lebih mendengarkan Najwa daripada Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan karena penampilan Menkes yang kalah “karismatik” dengan Najwa. Dengan kata lain, Jerinx hendak menegaskan bahwa lebih didengarnya sosok yang akrab dipanggil Mba Nana tersebut karena faktor psikologis.
Apa yang diungkapkan oleh Jerinx tampaknya benar. Dalam psikologi, konteks lebih didengarnya Najwa dari Menkes tersebut dapat kita pahami melalui konsep halo effect. Hampir seabad yang lalu, psikolog Edward Lee Thorndike telah mempelajari efek psikologi tersebut dan menyimpulkan bahwa manusia kerap kali menilai keseluruhan objek berdasarkan atas suatu impresi awal yang terlihat.
Halo effect akan membuat seseorang menilai sesuatu atau orang lain hanya berdasarkan single quality yang jelas terlihat, seperti kecantikan, status sosial, ataupun usia. Sederhananya, ini seperti penilaian yang mengacu pada pandangan pertama.
Seperti kata Jerinx, dengan mengacu pada halo effect, lebih didengarnya Najwa oleh masyarakat terjadi karena sosoknya yang memang terlihat karismatik, berwibawa, ataupun citranya yang cerdas. Atas hal tersebut, tidak mengejutkan untuk melihat mengapa kemudian pernyataan Mba Nana selalu dinanti-nanti oleh masyarakat, yang misalnya terlihat dengan tingginya angka partisipasi di setiap postingannya, baik di instagram ataupun youtube.
Komunikasi Karismatik
Setelah memahami bahwa Najwa adalah sosok yang karismatik, tentu kemudian harus dijawab mengapa itu terjadi?
Bryan Clark dalam tulisannya What Makes People Charismatic, and How You Can Be, Too memaparkan lebih lanjut terkait mengapa seseorang dapat memiliki karisma. Tidak seperti dalam pandangan Yunani Kuno yang menyebutkan karisma adalah karunia dari tuhan, Clark justru menyebutkan bahwa karisma adalah sesuatu yang dapat dipelajari.
John Antonakis – profesor prilaku organisasi dari Universitas Lausanne, Swiss – menyebutkan bahwa karisma adalah tentang memberi informasi secara simbolis, emosional, dan berbasis nilai. Dengan kata lain, karisma adalah kemampuan dalam menggunakan teknik verbal dan nonverbal.
Senada dengan Antonakis, penulis buku The Charisma Myth, Olivia Fox Cabane, turut menjabarkan teknik verbal dan nonverbal tersebut dalam tiga pilar yang dapat membentuk karisma.
Pertama adalah presence, yakni kemampuan dalam menghadirkan komunikasi yang baik. Kedua adalah power, yakni kemampuan dalam memperlihatkan kuasa atau kepercayaan diri. Pilar kedua akan memungkinkan seseorang untuk tidak merasa inferior atas kuasa pihak lain. Dan ketiga adalah warmth, yakni kemampuan dalam menghadirkan kehangatan atau memancarkan kebaikan terhadap orang lain.
Merujuk pada Antonakis dan Cabane, kita dapat melihat karisma yang dimiliki Najwa sepertinya terbentuk karena kemampuannya dalam menggunakan teknik verbal dan nonverbal atau kemampuannya dalam menghadirkan ketiga pilar.
Terkait kemampuan berkomunikasi, tidak diragukan lagi bahwa Najwa memiliki aksentuasi khas yang membuat setiap pernyataannya memiliki karisma atau wibawa tersendiri. Suka atau tidak, kemampuan dalam mengolah aksentuasi semacam itu juga terlihat jelas dalam teknik komunikasi Rocky Gerung.
Memang harus diakui, sakin khasnya aksentuasi Rocky, tidak sedikit terdapat pihak yang berusaha meniru cara mantan dosen filsafat Universitas Indonesia tersebut dalam menyampaikan argumentasi. Hal serupa juga dapat ditemui pada kasus penyanyi lawas Ebiet G. Ade, yang karena teknik vokalnya yang khas, membuat banyak orang berusaha menirukannya dulu – mungkin juga sampai saat ini.
Disenanginya aksentuasi khas Najwa dan Rocky sebenarnya sama halnya dengan ketertarikan manusia akan musik. Brian Resnick dalam tulisannya The Scientific Mystery of Why Humans Love Music menyebutkan bahwa alasan manusia menyukai musik karena otak manusia sangat menyukai pola. Sama halnya ketika melakukan hubungan seksual dan makan, mendengarkan musik juga akan membuat otak memproduksi hormon dopamin yang akan membuat manusia merasa senang atau bahagia.
Memperhatikan musik atau gaya komunikasi Najwa dan Rocky, tentu kita dapat melihat terdapat pola yang terbangun di sana. Musik, tentu saja, tanpa adanya pola yang jelas, suara yang dihasilkan akan buruk, yang justru dapat menurunkan mood. Pun begitu dengan aksentuasi Najwa dan Rocky, karena polanya teratur dan memainkan tinggi rendahnya nada suara, otak kita menangkap efek seperti ketika mendengarkan musik.
Kemudian terkait power, pilar ini terlihat jelas diperlihatkan Najwa ketika ia seperti sejajar bahkan mungkin lebih karismatik ketika berhadapan dengan pejabat publik. Terbaru, kita tentu melihat bagaimana percaya dirinya Mba Nana ketika mewawancarai Presiden Jokowi secara langsung di Istana. Jika orang lain di posisi tersebut, mungkin yang terjadi adalah kegugupan, minder, ataupun salah dalam mengucapkan kata-kata.
Terakhir, terkait warmth, ini terlihat jelas dalam diri Najwa yang kerap memberikan senyum selepas menyampaikan pernyataan. Secara khusus, konteks kehangatan ini yang menjadi pembeda tegas Najwa dengan Rocky. Seperti yang kita ketahui, alih-alih memberikan kesan hangat dalam setiap pernyataannya, Rocky justru menyampaikan argumentasi dengan menggunakan istilah-istilah yang “tidak enak” untuk didengar.
Di luar ketiga pilar tersebut, pembeda Najwa dengan Rocky juga terletak pada Mba Nana yang membawa karisma keluarga Shihab di pundaknya. Seperti yang diketahui, ayah Najwa, Quraish Shihab merupakan seorang ahli tafsir yang keilmuwannya tentu tidak diragukan lagi. Tidak hanya dikenal sebagai keluarga cendikiawan, keluarga Shihab juga memiliki legitimasi budaya karena merupakan keturunan langsung Nabi Muhammad SAW.
Dengan adanya karisma komunikasi yang dimiliki Najwa, seperti yang disebutkan oleh Tamir Sheafer dalam tulisannya Charismatic Skill and Media Legitimacy: An Actor-Centered Approach to Understanding the Political Communication Competition, boleh jadi itu telah membuat Najwa memiliki legitimasi media, yang mana setiap pernyataannya seolah akan mendapatkan pembenaran dari media massa.
Sedikit tidaknya, legitimasi media tersebut dapat kita jumpai dengan berbagai media massa yang seolah seayun dengan pernyataan ataupun kritik-kritik Najwa. Bagaimanapun juga, Najwa sepertinya telah sukses menghadirkan dirinya sebagai representasi kritik publik atas pemerintah. Hal tersebut tentunya sesuai dengan peran media yang juga sebagai penjaga demokrasi atau bertugas dalam mengkritik pemerintah. Salam hangat untukmu Mba Nana. (R53)
► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik
Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.