HomeNalar PolitikAnies, Bidak JK di 2024?

Anies, Bidak JK di 2024?

Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) kerap mengkritik penanganan Covid-19 pemerintah pusat dan terlihat lebih condong mendukung kebijakan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dalam menangani pandemi tersebut. Mungkinkah itu menjadi sinyal bahwa JK akan mendukung Anies pada Pilpres 2024?


PinterPolitik.com

Kendati tidak lagi berada di lingkaran Istana ataupun jajaran pengurus Partai Golkar, nyatanya itu tidak membuat Jusuf Kalla (JK) pensiun dari melibatkan diri dalam diskursus politik nasional. Apalagi, di tengah rongrongan pandemi virus Corona (Covid-19) yang menjadi cambuk bagi berbagai sektor, khususnya ekonomi, JK kerap kali tampil sebagai sosok yang memberikan masukan ataupun kritik terhadap pemerintah pusat.

Sejak awal JK adalah salah satu sosok yang mendukung diberlakukannya lockdown (karantina wilayah) untuk mempersempit ruang lingkup penyebaran Covid-19. Tidak hanya soal lockdown, hujanan kritik lainnya seperti pemerintah tidak tegas dan tidak maksimal, hingga disoroti penanganan Covid-19 di daerah yang dinilai lebih cepat dari pemerintah pusat bahkan sampai membuat JK diusulkan menjadi penasihat Ketua Gugus Tugas Covid-19 Doni Monardo.

Menariknya, di tengah kritik tersebut, seperti yang diungkapkan oleh pakar politik dan hukum Universitas Nasional Jakarta Saiful Anam, JK terlihat lebih condong mendukung berbagai kebijakan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dalam menangani pandemi Covid-19. Terbaru, JK bahkan mengajak Anies untuk meninjau gudang logistik darurat Palang Merah Indonesia (PMI) di kawasan Gatot Subroto, Jakarta pada 15 April lalu.

Diajaknya Anies mungkin merupakan hal sepele, terlebih lagi, gudang logistik tersebut memang terletak di Jakarta. Akan tetapi, menurut Saiful, hal tersebut boleh jadi menyimpan makna luar biasa, yakni itu dapat diartikan sebagai sinyal bahwa JK akan mendukung langkah tegas Anies dalam menanggulangi Covid-19.

Tidak hanya itu, gestur politik tersebut bahkan disebut Saiful sebagai sinyal bahwa JK akan mendukung Anies di Pilpres 2024 mendatang. Tentu pertanyaannya, jika benar mantan Ketua Umum Golkar tersebut akan mendukung Anies, atas dasar apa hal tersebut dilakukan?

Kedekatan yang Sudah Terjalin?

Tidak hanya perihal penanganan Covid-19, diajaknya Anies ke gudang logistik PMI sepertinya juga menjadi indikasi  akan kedekatan keduanya.  Namun, kedekatan tersebut sebenarnya sudah tercium kuat ketika Anies yang berstatus sebagai calon Gubernur DKI Jakarta menemui JK di rumah dinasnya di Menteng, Jakarta pada April 2017 lalu.

Menurut Anies, kunjungan tersebut tidak berhubungan dengan pencalonannya sebagai Gubernur DKI Jakarta, ataupun terkait status JK yang merupakan wakil presiden, melainkan karena keduanya memang memiliki hubungan yang dekat sedari dulu.

Apa yang dimaksud Anies memang bukanlah bualan semata. Pasalnya, keduanya merupakan alumni dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang memang terkenal memiliki ikatan yang kuat. Dengan kata lain, kedekatan serta rasa hormat Anies tentu telah memupuk sedari dulu, menimbang pada JK adalah salah satu senior HMI yang paling disegani.

Baca juga :  Megawati and The Queen’s Gambit

Kedekatan tersebut kemudian semakin kentara setelah JK secara terbuka mendukung Anies di gelaran Pilkada DKI Jakarta. Padahal, sebagaimana diketahui, lingkaran Istana, khususnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah dari jauh-jauh hari menaruh dukungannya kepada Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.

Tidak hanya itu, JK juga dinilai beberapa kali memasang badan untuk membela kebijakan Anies ketika telah menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Itu misalnya ketika membela Anies yang mengeluarkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) untuk bangunan di Pulau D yang pada saat itu menimbulkan banyak gejolak penolakan.

Terlebih lagi, narasi pasangan JK-Anies untuk maju di Pilpres 2019 juga sempat beredar pada Juli 2018 lalu. Hal tersebut misalnya disampaikan oleh CEO Riset Saiful Mujani Research Center (SMRC) Djayadi Hanan.

Konteks kedekatan hubungan Anies dan JK tersebut dapat kita maknai lebih lanjut dari tulisan Nicolas Hayoz yang berjudul Political Friendship, Democracy and Modernity. Menurut Hayoz, dengan tidak adanya teori sosiologis yang tegas dalam menentukan batas-batas persabahan atau kepercayaan personal di ruang publik, membuat political friendship menjadi hal yang sangat sulit terhindarkan dalam politik demokrasi.

Senada, Mark Vernon dalam tulisannya The Politics of Friendship juga memberikan catatan khusus terkait konsep persahabatan yang memang bermain dalam politik demokrasi. Mengutip filsuf Yunani Kuno Aristoteles, Vernon menyebut perdebatan atas intervensi hubungan persahabatan dalam politik demokrasi memang telah menjadi perdebatan sejak era Yunani Kuno. Dengan kata lain, istilah “orang dalam” yang akrab kita dengar sepertinya merupakan aktivitas politik yang usianya setua aktivitas politik itu sendiri.

Mengacu pada Hayoz dan Vernon,  boleh jadi hubungan JK dan Anies yang telah terjalin lama menjadi faktor penting terkait gestur politik JK yang kerap mendukung mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tersebut.

Akan tetapi, selaku pebisnis dan politisi ulung yang memiliki sepak terjang gemilang, apakah mungkin faktor kedekatan atau persahabatan tersebut menjadi satu-satunya motivasi JK mendukung Anies?

Apa yang Diamankan JK?

Melihat sepak terjang politik JK, agaknya sulit menyimpulkan bahwa faktor kedekatan tersebut menjadi satu-satunya motivasi. Pasalnya, telah lama JK dinilai telah menunjukkan diri sebagai seorang politisi oportunis yang pandai melakukan manuver.

Pada 2004 lalu misalnya, ketika Akbar Tanjung yang menjabat sebagai Ketua Umum Partai Golkar mendukung Wiranto sebagai calon presiden, JK justru maju berpasangan dengan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai calon wakil presiden. Imbasnya JK sempat diberhentikan dari posisinya sebagai penasihat partai kala itu.

Baca juga :  Operasi Depak JK dari PMI?

Namun, kemenangan JK dan SBY di Pilpres 2004 mengubah seketika konstelasi Golkar yang kemudian memenangkan JK sebagai Ketua Umum Partai Golkar menggantikan Akbar Tanjung. Peristiwa ini juga menandai kembalinya Partai Golkar di jalur kekuasaan.

Konteks politisi oportunis yang dimainkan JK, sepertinya terbentuk dari aktivitas politiknya selama berada di Partai Golkar. Jeffrey Winters dalam tulisannya Guest Post: Oligarchy Dominates Indonesia’s Elections menyebutkan bahwa masalah Partai Golkar terletak pada banyaknya aktor yang memiliki kekuatan kapital, membuat praktik membeli pendukung atau pengaruh menjadi kerap terjadi. Dengan kata lain, permainan oportunistis sepertinya menjadi suatu hal yang lumrah dalam diri partai beringin.

Tidak hanya itu, seperti yang dikemukakan oleh Akbar Tanjung dalam buku The Golkar Way, Partai Golkar yang dijadikan sebagai mesin politik untuk mengamankan dan memperlancar agenda politik dan program pembangunan Orde Baru sepertinya telah membuat partai beringin terbiasa untuk mendekatkan diri kepada kekuasaan. Hal tersebut terlihat jelas dengan Partai Golkar yang tidak pernah menjadi oposisi. Pun begitu dengan ketua umum partai yang kerap menjalin hubungan baik dengan presiden yang tengah berkuasa.

Christian A. Klöckner dan Sunita Prugsamatz dalam tulisannya Habits as Barriers to Changing Behaviour menyebutkan bahwa kebiasaan memegang peranan yang besar dapat membentuk tingkah laku, yang bahkan turut menjadi pengambil putusan otomatis.

Mengacu pada Klöckner dan Prugsamatz, kebiasaan atau tradisi panjang Partai Golkar yang selalu dekat dengan kekuasaan besar kemungkinan telah membentuk JK sebagai politisi oportunis. Apalagi, konteks tersebut semakin menguat dengan kuatnya dugaan bahwa Anies akan diusung oleh banyak pihak di gelaran Pilpres 2024. Belum adanya calon pesaing berimbang, serta besarnya modal politik dan dukungan Anies, sepertinya dilihat JK sebagai bidak catur yang sangat potensial.

Pada akhirnya, simpulan JK akan mendukung Anies di Pilpres 2024 tentu saja masih sebatas prediksi. Anies sendiri juga belum tentu akan maju sebagai kandidat. Akan tetapi, melihat sepak terjang JK yang merupakan politisi yang pandai dalam melihat peluang dan melakukan kalkulasi politik, besar kemungkinan ia tengah membangun “jaminan politik” dengan semakin menunjukkan dukungan kepada Gubernur DKI Jakarta tersebut. (R53)

► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik

Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.

Artikel Sebelumnya
Artikel Selanjutna
spot_imgspot_img

#Trending Article

Segitiga Besi Megawati

Relasi Prabowo Subianto dan Megawati Soekarnoputri kini memasuki babak baru menyusul wacana pertemuan dua tokoh tersebut.

Prabowo & Hybrid Meritocracy Letnan-Mayor

Promosi Letjen TNI Kunto Arief Wibowo sebagai Pangkogabwilhan I di rotasi perdana jenderal angkatan bersenjata era Presiden Prabowo Subianto kiranya mengindikasikan pendekatan baru dalam relasi kekuasaan dan militer serta dinamika yang mengiringinya, termasuk aspek politik. Mengapa demikian?

The Real Influence of Didit Hediprasetyo?

Putra Presiden Prabowo Subianto, Didit Hediprasetyo, memiliki influence tersendiri dalam dinamika politik. Mengapa Didit bisa memiliki peran penting?

Keok Pilkada, PKS Harus Waspada? 

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjadi salah satu partai yang paling tidak diuntungkan usai Pemilu 2024 dan Pilkada 2024. Mungkinkah hal ini jadi bahaya bagi PKS dalam waktu mendatang?

Prabowo and The Nation of Conglomerates

Dengarkan artikel ini: Sugianto Kusuma atau Aguan kini jadi salah satu sosok konglomerat yang disorot, utamanya pasca Menteri Tata Ruang dan Agraria Nusron Wahid mengungkapkan...

Megawati and The Queen’s Gambit

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mungkin akan dielu-elukan karena dinilai brilian dengan menunjuk Pramono Anung sebagai calon gubernur dibandingkan opsi Ahok atau Anies Baswedan, sekaligus mengalahkan endorse Joko Widodo di Jakarta. Namun, probabilitas deal tertentu di belakangnya turut mengemuka sehingga Megawati dan PDIP bisa menang mudah. Benarkah demikian?

Gibran Wants to Break Free?

Di tengah dinamika politik pasca-Pilkada 2024, seorang wapres disebut ingin punya “kebebasan”. Mengapa Gibran Rakabuming wants to break free?

Ada Operasi Intelijen Kekacauan Korea Selatan? 

Polemik politik Korea Selatan (Korsel) yang menyeret Presiden Yoon Suk Yeol jadi perhatian dunia. Mungkinkah ada peran operasi intelijen dalam kekacauan kemarin? 

More Stories

Ganjar Kena Karma Kritik Jokowi?

Dalam survei terbaru Indonesia Political Opinion, elektabilitas Ganjar-Mahfud justru menempati posisi ketiga. Apakah itu karma Ganjar karena mengkritik Jokowi? PinterPolitik.com Pada awalnya Ganjar Pranowo digadang-gadang sebagai...

Anies-Muhaimin Terjebak Ilusi Kampanye?

Di hampir semua rilis survei, duet Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar selalu menempati posisi ketiga. Menanggapi survei yang ada, Anies dan Muhaimin merespons optimis...

Kenapa Jokowi Belum Copot Budi Gunawan?

Hubungan dekat Budi Gunawan (BG) dengan Megawati Soekarnoputri disinyalir menjadi alasan kuatnya isu pencopotan BG sebagai Kepala BIN. Lantas, kenapa sampai sekarang Presiden Jokowi...