Di tengah kegelisahan dunia akibat wabah Covid-19, pemerintah Tiongkok mencuatkan narasi bahwa virus tersebut sebenarnya berasal dari Amerika Serikat (AS). Lantas, benarkah narasi tersebut hanya sebagai “blame game” Tiongkok agar tidak dijadikan pesakitan atas wabah tersebut?
PinterPolitik.com
Ketika virus Corona mulai mewabah di Tiongkok, menariknya berbagai teori konspirasi juga mengiringi penyebaran wabah tersebut. Mulai dari virus tersebut adalah senjata biologis Tiongkok yang bocor, hingga pada narasi bahwa virus bernama Covid-19 tersebut adalah buah dari usaha Amerika Serikat (AS) untuk menjatuhkan Tiongkok.
Terkhusus yang terakhir, narasi tersebut banyak disebarkan oleh media-media pro-Kremlin atau pro-Rusia yang menyebutkan Covid-19 adalah senjata biologis AS yang memang menempatkan Tiongkok sebagai target sasarannya.
Di tengah ketegangan Tiongkok dan AS karena Perang Dagang yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir, tentu menjadi lumrah apabila narasi tersebut dicuatkan. Akan tetapi, atas dasar ketegangan itu pula, berbagai pihak hanya memandang narasi tersebut sebagai teori konspirasi semata.
Menariknya, di tengah usaha Tiongkok untuk memerangi wabah Covid-19, juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok Zhao Lijian di akun twitter pribadinya kembali membawa narasi serupa bahwa Covid-19 adalah virus yang dibawa oleh tentara AS ke Kota Wuhan, Tiongkok.
Konteksnya menjadi semakin menarik karena, pada 2011 lalu, sebuah film berjudul Contagion yang bercerita tentang penyebaran virus yang berawal dari Hong Kong dan bersumber dari kelelawar juga dirilis di AS.
Pada dasarnya, film tersebut memang terinspirasi dari pandemi yang terjadi sebelumnya, seperti kasus severe acute respiratory syndrome (SARS) pada 2003 lalu. Akan tetapi, menimbang pada miripnya plot cerita film tersebut dengan kasus wabah Covid-19, membuat beberapa pihak sulit untuk tidak mengaitkannya.
Satu di antaranya adalah politikus Pakistan, Rehman Malik, yang melihat adanya kemiripan alur cerita antara Contagion dengan wabah Covid-19.
Terbaru, sebuah artikel yang dimuat oleh South China Morning Post juga menyebutkan bahwa film yang sutradarai oleh Steven Andrew Soderbergh tersebut telah meramalkan wabah Covid-19 saat ini. Bahkan, disebutkan bahwa film tersebut benar-benar memiliki plot cerita yang realistis.
Lalu, ada juga komentar dari Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Abbas Mousavi yang menolak bantuan Presiden AS, Donald Trump untuk melawan Covid-19. Menariknya, Mousavi menggunakan diksi-diksi seperti kata “munafik”, “menjijikkan”, hingga “terorisme ekonomi dan medis” dalam penolakannya.
Di luar ketegangan yang terjadi antara Iran dan AS, seperti pernyataan Zhao, mungkinkah Covid-19 sebenarnya berasal dari AS? Ataukah terdapat intrik politik tersendiri di balik tudingan Zhao tersebut?
Covid-19 Mengulang Sejarah?
Tidak hanya memiliki plot cerita yang mirip dengan Contagion, Rehman Malik juga memiliki analisis yang cukup mengejutkan terkait Covid-19. Menurutnya, Covid-19 benar-benar merupakan virus yang jenius, dan bahkan, disebut sebagai political virus atau virus politik.
Simpulan itu didasarkan pada fakta bahwa Covid-19 pertama kali menyerang Wuhan. Pasalnya, Wuhan merupakan kota tempat persimpangan jalur kereta api yang menghubungkan semua kota-kota besar Tiongkok. Kemudian, Wuhan adalah satu-satunya kota yang memiliki bandara dengan penerbangan langsung ke lima benua di Tiongkok tengah.
Tidak hanya itu, kota yang dijuluki sebagai “jiu sheng tong qu” atau yang berarti “jalan utama dari sembilan provinsi” tersebut juga merupakan kota manufaktur besar yang salah satu fokus utamanya memproduksi peralatan medis.
Dengan fakta bahwa Wuhan adalah pusat jalur transportasi, mudah untuk memahami mengapa penyebaran Covid-19 terjadi begitu cepat. Selain itu, dengan virus tersebut membuat Wuhan di-lockdown, Tiongkok secara praktis kehilangan penghubung jalur transportasi yang tentu sangat merugikan.
Jika Malik mengulik perihal strategisnya tempat awal mula penyebaran Covid-19, Zhao dalam cuitannya di twitter melampirkan artikel Larry Romanoff yang berjudul China’s Coronavirus sebagai data pendukung atas pernyataannya.
Di dalam artikel tersebut, Romanoff bertolak dari laporan berbagai media – seperti media Tiongkok dan Jepang – yang menyebutkan bahwa Covid-19 tidak berasal dari Wuhan, melainkan justru mungkin dari AS.
Secara spesifik, Romanoff mengutip laporan media Jepang, Asahi, pada Februari 2020 yang mengklaim bahwa Covid-19 berasal dari AS karena ditemukan 14.000 kematian di AS yang disebut karena influenza, diduga disebabkan oleh Covid-19.
Tidak hanya itu, jika kita menarik pada sejarah yang lebih jauh, ternyata ditemukan pula kesamaan pola antara Covid-19 yang telah ditetapkan sebagai pandemi oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dengan pandemi Flu Spanyol pada tahun 1918 lalu.
Kendati namanya adalah Flu Spanyol, wabah tersebut sebenarnya tidak berasal dari negeri Matador. Penamaan demikian muncul karena pemerintah Spanyol lah yang pertama kali secara terbuka memberitakan soal flu tersebut.
Menariknya, asal muasal kasus flu ini sampai sekarang masih menjadi perdebatan. Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa flu ini berasal dari Tiongkok tetapi penelitian lainnya menunjukkan Kansas, Amerika Serikat (AS), yang menjadi tempat asalnya karena ditemukannya kasus di instalasi angkatan darat AS di Fort Riley pada 11 Maret 1918.
Merujuk pada artikel yang dilampirkan oleh Zhao, bukankah terdapat kemiripan yang mana kasus awalnya dicurigai dari militer AS.
Selain itu, penyebaran Flu Spanyol yang begitu cepat dan menelan korban jiwa hingga 100 juta jiwa ini tidak terlepas dari konteks Perang Dunia I yang terjadi pada saat itu, yang mana tengah terjadi penyebaran prajurit secara besar-besaran untuk kebutuhan perang.
Dengan kata lain, baik Flu Spanyol ataupun Covid-19 sama-sama menempatkan diri pada momen atau waktu dan tempat yang strategis, yang mana itu membuat dampak virus tersebut menjadi begitu luar biasa.
Suka atau tidak, seperti yang pernah diungkapkan oleh filsuf Prancis, Paul-Michel Foucault, bahwa sejarah sejatinya tidak linear melainkan berulang. Kasus wabah Covid-19 mungkin dapat disimpulkan sebagai pengejawantahan dari konsep tersebut.
Hanya Blame Game?
Pada titik ini, bagi mereka yang menemukan kejanggalan atas wabah Covid-19 mungkin akan menyimpulkan bahwa pernyataan Zhao tersebut adalah benar adanya. Akan tetapi, seperti yang diungkapkan oleh filsuf pos-modernisme seperti Hans-Georg Gadamer ataupun Jacques Derrida, suatu fenomena tidak dapat dilihat atau disimpulkan secara tunggal. Dengan kata lain, selalu terbuka simpulan lain yang tentunya layak untuk dipertimbangkan.
Pada konteks pernyataan Zhao, cuitan tersebut menariknya dilontarkan setelah sebelumnya Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo telah menyebut virus Corona sebagai “virus Wuhan”. Dengan kata lain, dapat dipahami bahwa pernyataan Zhao adalah bentuk “pertahanan diri” – dan “blame game” – agar Covid-19 tidak diasosiasikan khusus ke Wuhan dan Tiongkok.
Pasalnya, jika hal tersebut terjadi, maka Tiongkok harus menjadi penanggung kekesalan dunia atas mewabahnya virus tersebut. Bagaimana tidak? Covid-19 telah mengakibatkan berbagai kerugian, seperti terhentinya berbagai liga sepakbola dunia. Terlebih lagi, wabah Covid-19 diketahui telah menciptakan gelombang rasisme – xenofobia – yang mendera orang-orang Asia, khususnya Tiongkok.
Senator AS, Marco Rubio juga memiliki asumsi yang sama bahwa dipromosikannya teori konspirasi tentang Covid-19 ditujukan untuk mengurangi ketidakpuasan internal (dalam negeri Tiongkok), mengalihkan perhatian dari tingkat infeksi yang sebenarnya, dan menyelamatkan muka Tiongkok di dunia internasional.
Indikasi blame game tersebut semakin kuat karena artikel yang dilampirkan oleh Zhao diterbitkan oleh Global Research. Max Walden dalam tulisannya Coronavirus Began in US, not China, Chinese Official Suggests menyebutkan bahwa Global Research pernah dituduh mempromosikan teori propaganda dan konspirasi pro-Rusia, terutama untuk merongrong kepercayaan terhadap media Barat.
Steven Lee Myers dalam tulisannya China Spins Tale That the U.S. Army Started the Coronavirus Epidemic menyebutkan bahwa taktik propoganda menyalahkan AS merupakan taktik yang memang kerap dilakukan oleh pemerintah Tiongkok. Myers juga menyebutkan bahwa pemerintah Tiongkok juga melakukan taktik serupa ketika menuduh AS mendukung demonstrasi Hong Kong tahun lalu.
Pada akhirnya, mungkin dapat disimpulkan bahwa pernyataan Zhao merupakan semacam taktik propaganda agar dunia tidak menyalahkan Tiongkok atas wabah Covid-19. Akan tetapi, di luar itu, simpulan-simpulan lain seperti Covid-19 bukanlah virus alamiah mungkin tidak dapat “di-anak-tirikan” keberadaannya. Menarik untuk ditunggu kelanjutannya. (R53)
► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik
Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.