“Wanna rematch it?” – Quavo, penyanyi rap asal Amerika Serikat
PinterPolitik.com
Masa kepresidenan kedua Joko Widodo (Jokowi) tampaknya masih memiliki tekad yang kuat dalam kebijakan dan visi tertentu. Bagaimana tidak? Kalau kita ingat-ingat kembali, Pak Jokowi kerap menekankan fokus kebijakan ekonomi dan investasi dalam banyak kesempatan – bahkan sejak sebelum memasuki periode keduanya.
Namun, visi Pak Jokowi untuk Indonesia itu tampaknya harus menghadapi beberapa tantangan. Salah satunya adalah bagaimana caranya meningkatkan laju investasi.
Selama ini, Pak Presiden tak jarang mengeluh soal perizinan investasi yang dianggap rumit dan kompleks. Regulasi dan birokrasi yang dianggap terlalu berbelit-belit disebut-sebut menjadi biang dari menghambatnya laju investasi di Indonesia.
Tapi, tenang. Pak Jokowi sepertinya nggak kehabisan ide. Beberapa waktu setelah dilantik kembali pada Oktober 2019 lalu, beliau menjelaskan adanya usulan untuk menciptakan sebuah aturan raksasa yang siap menyederhanakna regulasi dan birokrasi.
Usulan itu disebut beliau dengan nama “omnibus law”. Selama beberapa bulan pemerintahan barunya, Pak Jokowi acap kali mendorong agar rangkaian peraturan tersebut dapat segera dibuat dan disahkan.
Meski begitu, salah satu omnibus law yang kini juga disebut sebagai Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Lapangan Kerja (Ciptaker atau Cilaka) ternyata menuai kritik tuh. Sejak beberapa bulan lalu, kontroversi akhirnya terjadi dalam pusaran RUU ini.
Ada yang bilang kalau RUU ini bakal menghapuskan hak-hak tenaga kerja dan buruh demi memudahkan masuknya investasi. Ada juga yang bilang kalau drafnya mengandung pasal yang memperbolehkan pemerintah mengubah Undang-Undang (UU) dengan Peraturan Pemerintah (PP) – meski ternyata disebut sebagai typo.
Ya, kalau udah ada RUU yang dinilai nggak jelas gini, mahasiswa kayaknya selalu siap pasang badan tuh. Beberapa waktu lalu, kelompok mahasiswa Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM-SI) mengadakan aksi protes ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tuh karena menilai RUU itu menciptakan bahaya bagi masyarakat.
Waduh, DPR kena lagi nih kayaknya. Coba kita ingat-ingat lagi. September 2019 lalu juga terjadi lho demonstrasi yang akhirnya membuat Kompleks Parlemen Senayan terkepung lho. Hmm, kira-kira siap nggak ya pemerintah dan DPR kalau didemo lagi?
Mirip dengan demo yang memprotes berbagai RUU problematis pada 2019 lalu, mahasiswa juga ngandalin tagar-tagar ala generasi Z lho. Jika sebelumnya ada #ReformasiDikorupsi, kini ada #BahayaOmnibusLaw yang sempat terpasang di pagar Kompleks Senayan.
Waduh, pada tahun 2019 lalu, mahasiswa berhasil lho ngebikin RUU Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) terpaksa ditunda karena kontroversinya. Masa RUU Ciptaker harus menghadapi ancaman yang sama. Apa nggak capek nih pemerintah dan DPR?
Lagi pula, pemerintah dan DPR ini nggak kapok-kapok sih. Udah tahu kalau ada banyak elemen masyarakat yang nggak suka RUU yang aneh-aneh. Eh, malah tetap aja bikin RUU yang kontroversial.
Hmm, pemerintah dan DPR ini suka ngebikin kejutan-kejutan ya buat masyarakat. Jangan sampai lah salah ketik jadi alasan terus. Mungkin, masyarakat perlu diajak buat jadi editor mereka. Hehe. (A43)
► Ingin lihat video-video menarik? Klik di bit.ly/PinterPolitik
Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.