“Bapak Presiden tadi menyampaikan tidak perlu ada kepanikan karena terkait dengan ketersediaan sembako obat-obatan dan yang lain”. – Airlangga Hartarto, Menko Perekonomian
PinterPolitik.com
Panic alias panik adalah kata yang cukup mujarab. Brendon Urie dan teman-teman masa kecilnya meraih popularitas dengan menggunakan kata itu ketika membentuk band Panic! at the Disco. Yeah, well done, Brendon!
Namun, deskripsi kata panik itu sendiri sebetulnya punya makna yang cenderung negatif karena identik dengan orang yang bingung, gugup, atau takut dengan mendadak, sehingga tidak dapat berpikir dengan tenang.
Mungkin kondisi panik itulah yang sedang dialami oleh masyarakat Indonesia. Bagaimana tidak, pasca kasus pertama virus corona di Indonesia diumumkan oleh Presiden Jokowi, banyak pusat perbelanjaan yang dipenuhi pengunjung. Banyak di antaranya memborong sembako alias sembilan bahan kebutuhan pokok.
Beh, ini udah kayak mau ada perang atau bencana alam aja kondisinya. Segala mie instan, beras, dan kawan-kawannya udah jadi kayak personil BTS yang dikerubuti sama warga. Wih.
Kelangkaan juga terjadi pada masker kesehatan. Bahkan, di beberapa tempat harganya meroket signifikan. Dari yang semula hanya Rp 40 ribu per kotak dengan isi 50 masker, di beberapa tempat telah ada yang menjualnya di atas Rp 100 ribu per kotak. Auto kaya lah penjualnya itu.
Tak heran, pemerintah akhirnya pusing tujuh keliling menghadapi kondisi ini. Kebijakan pun dibuat: ekspor masker akan dikurangi, lebih dahulu digunakan untuk kebutuhan dalam negeri. Presiden Jokowi pun menyebutkan bahwa walaupun langka, stok masker dalam negeri masih mencapai 50 juta.
Hmm, kalau mengurangi ekspor, akan berdampak dong terhadap perekonomian? Soalnya kan pemasukan negara jadi berkurang. Padahal, ekonomi Indonesia juga tengah merangkak banget sekarang ini. Duh, jadi kayak Raisa deh – serba salah. Uppps.
Sebenarnya, kondisi yang terjadi saat ini bisa disebut sebagai moral panic sih. Sosiolog Stanley Cohen menyebut kondisi ini terjadi ketika entitas tertentu – dalam hal ini virus corona – dianggap sebagai ancaman bagi tatanan nilai dan kepentingan sosial.
Semua orang memang setuju bahwa virus corona ini berbahaya. Namun, efek pemberitaan media dan sebaran informasi yang simpang siur membuat orang-orang menanggapinya secara ekstrem. Bayangkan ada yang sampai membeli mie instan berkardus-kardus. Ckckck. Buat makan satu kampung atau gimana nih pak?
Masalahnya nih, moral panic bisa saja berubah menjadi panic game – kondisi ketika kepanikan publik “dipermainkan” oleh pihak-pihak tertentu.
Lihat aja tuh, udah ada loh yang meramalkan pemerintahan Presiden Jokowi bakal jatuh gara-gara virus corona. Beh, belum lagi kalau menghitung keuntungan yang didapatkan produsen masker, obat-obatan, hand sanitizer, dan berbagai produk pencegah virus lainnya. Berlipat-lipat-lipat-lipat ganda campuran. Eh, maksudnya berlipat ganda.
Singkatnya, kondisi panik ini punya dimensi yang lebih luas yang harus dihadapi oleh Presiden Jokowi. Jadi tambah pusing kan? Mending dengerin lagu-lagunya Panic! at the Disco aja deh, sembari ngikutin pesannya Menteri Kesehatan: selalu berdoa! Hmm, nggak ada solusi lainnya nih, pak? (S13)
► Ingin lihat video-video menarik? Klik di bit.ly/PinterPolitik
Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.