HomeCelotehJasa Prabowo di Mata Mahfud

Jasa Prabowo di Mata Mahfud

“I realize, we’re divided” – The Weeknd, penyanyi R&B asal Kanada


PinterPolitik.com

Akhir-akhir ini, nama Mahfud MD kerap muncul di banyak media massa. Sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), sudah menjadi wewenangnya untuk berkomentar dan menyampaikan pesan-pesan perihal politik dan keamanan pada masyarakat.

Dari persoalan Papua dan Papua Barat, rapor perlindungan dan penegakan hak asasi manusia (HAM), polemik komunitas Uighur di Tiongkok, hingga pimpinan-pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang baru tak luput dari perhatian Mahfud. Selain itu, sang menko juga berkomentar mengenai ujaran-ujaran kebencian yang mewarnai diskursus masyarakat.

Mengacu pada pernyataan beliau nih, ujaran-ujaran kebencian di masyarakat telah turun drastis jumlahnya sekitar 80 persen. Kata Pak Mahfud, salah satu faktor yang menyebabkan penurunan tersebut adalah momen-momen rekonsiliasi antara Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan Prabowo Subianto usai Pilpres 2019.

Hmm, rekonsiliasi semacam ini agak mirip dengan kisah pertemuan Iron Man dan Captain America di film Avengers: Endgame (2019). Setelah bertengkar karena memiliki perbedaan pendapat semenjak film Captain America: Civil War (2016), mereka akhirnya berdamai dan bekerja sama demi kebaikan banyak orang.

Seperti kisah dalam film-film Marvel tersebut, Pak Mahfud bilang kalau ribut-ribut tidak diperlukan lagi. Hal yang paling penting bagi Pak Menko adalah rasa aman dan damai di masyarakat.

Ya, mungkin bisa dibilang kalau ini salah satu jasa Pak Prabowo buat Pak Mahfud. Seenggaknya, polarisasi politik di antara kubu Jokowi-Ma’ruf Amin dan kubu Prabowo-Sandiaga Uno kini bisa mereda dengan bergabungnya Pak Menhan.

Padahal, Pak Mahfud sebelumnya merupakan salah satu orang yang tidak setuju dengan bergabungnya Prabowo dalam pemerintahan Jokowi. Mungkin, beliau telah menemukan hal yang berbeda dan bilang kalau ternyata hasilnya bagus meski awalnya tidak setuju.

Tapi, mungkin, Pak Mahfud perlu diingatkan juga nih kalau polarisasi politik belum sepenuhnya redup. Pasalnya, muncul label-label baru di masyarakat, seperti permusuhan antara Togog (nama tokoh pewayangan) dan kadrun (kadal gurun).

Bisa jadi, berlanjutnya polarisasi masyarakat ini juga terjadi karena semakin didengungkannya paranoid radikalisme. Dari Menteri Agama Fachrul Razi, Menteri Keuangan Sri Mulyani, hingga para buzzer, semua berbicara mengenai radikalisme yang dianggap sebagai common enemy.

Denny Siregar – disebut-sebut sebagai buzzer Istana – misalnya, sering kali menggunakan istilah “kadrun” dalam cuitan-cuitannya guna menyebut lawan-lawan politiknya di media sosial. Selain Denny, ada Permadi Arya (atau Abu Janda) yang juga kerap menggunakan istilah yang sama.

Hmm, kalau ada label-label semacam ini, mungkin gak ya polarisasinya benar-benar hilang? Kira-kira, kapan ya ujaran kebenciannya bisa turun 100 persen? Hehe. (A43)

► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik

Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.

Baca juga :  2029 "Kiamat" Partai Berbasis Islam? 
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

#Trending Article

More Stories

The Real Influence of Didit Hediprasetyo?

Putra Presiden Prabowo Subianto, Didit Hediprasetyo, memiliki influence tersendiri dalam dinamika politik. Mengapa Didit bisa memiliki peran penting?

Gibran Wants to Break Free?

Di tengah dinamika politik pasca-Pilkada 2024, seorang wapres disebut ingin punya “kebebasan”. Mengapa Gibran Rakabuming wants to break free?

Prabowo vs Kemlu: Warrior vs Diplomat?

Perbedaan pendapat dalam politik luar negeri tampaknya sedang terjadi antara Prabowo dan diplomat-diplomat Kemlu. Mengapa demikian?