“Aku memang manusia biasa, yang tak sempurna dan kadang salah,” – Yovie & Nuno, Manusia Biasa
PinterPolitik.com
Sekarang ini, sepertinya kita tengah disuguhkan berbagai berita tentang keluarga Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang akan berlaga di Pilkada. Sejauh ini, banyak media memberitakan kalau putra sulung Pak Jokowi, Gibran Rakabuming Raka akan mencoba peruntungan di Pilkada Kota Solo.
Selain itu, ada juga menantu Pak Jokowi yaitu Bobby Nasution yang santer dikabarkan akan ikut berkompetisi dalam Pilkada Kota Medan.
Berbagai kabar tersebut sontak memutar pikiran banyak orang sampai muncul sebuah pertanyaan, apakah ini politik dinasti?
Nah, berdasarkan hal itu partai pengusung utama pas Pak Jokowi melaju di Pilpres lalu yaitu PDIP buka suara. Menurut Ketua DPP PDIP Bambang Wuryanto, politik dinasti di wilayah dunia Timur itu biasa.
Lebih lanjut, PDIP menyoroti kalau sosok seperti Gibran hanya diuntungkan karena dia anak presiden. Selebihnya, Gibran harus tetap menunjukkan kompetensinya kalau tidak mau ditertawakan.
Hmmm, kalau dipikir-pikir pernyataan itu ada benarnya juga. Praktik semacam itu tuh gak cuma terjadi di Indonesia aja. Di Filipina misalnya, ada keluarga Aquino yang beberapa anggotanya mewarnai politik negara tersebut. Selain itu, di India ada keluarga Gandhi yang beberapa kali mengisi posisi perdana menteri negara bekas jajahan Inggris itu.
Gak cuma di dunia Timur, di negara Barat seperti Amerika, hal ini juga terjadi. Di sana misalnya ada keluarga Kennedy dan keluarga Bush yang beberapa anggota keluarganya sempat duduk di jabatan publik.
Jadi ya, perkataan bahwa politik dinasti itu biasa, ya mungkin aja memang biasa.
Eh, tapi mungkin gak sih pernyatan politik dinasti adalah hal biasa itu punya maksud lain?
Misalnya nih, kita refleksikan ke kondisi yang ada di PDIP sendiri. Di dalam struktur PDIP saat ini, ada dua anak dari Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri yaitu Puan Maharani dan Prananda Prabowo yang sama-sama menjabat Ketua DPP.
Merujuk pada hal tersebut, apakah anggapan bahwa politik dinasti adalah hal biasa karena merujuk pada posisi kedua anak sang ketum?
Ya, tidak ada yang tahu. Yang jelas, siapapun boleh jadi punya hak untuk punya jabatan selama memang berkompetensi. Yang jangan sampai terjadi itu kan, kalau misalnya orang yang punya hubungan darah punya jabatan semata-mata hanya karena ingin melanggengkan kekuasaan dan berbagai aksesnya. (H33)
► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik
Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.