Keakuratan data dan statistik resmi mengenai tingkat pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) yang dimiliki oleh pemerintah kini diragukan oleh beberapa ekonom asing. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Badan Pusat Statistik menangkal akan adanya upaya pemalsuan statistik. Memangnya, apa pentingnya statistik ini bagi pemerintah?
PinterPolitik.com
“When I call for statistics about the rate of infant mortality, what I want is proof that fewer babies died when I was Prime Minister than when anyone else was Prime Minister. That is a political statistic” – Winston Churchill, mantan Perdana Menteri Inggris
Tantangan dan persoalan dapat selalu hadir menyertai langkah seseorang maupun suatu kelompok, tak terkecuali pejabat-pejabat pemerintahan. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati misalnya, memiliki kebijakan-kebijakan yang banyak menuai kritikan pada musim Pilpres 2019 lalu – dari soal utang negara hingga dugaan keberpihakan pada investor asing.
Bagi Sri Mulyani, badai ini bisa saja dianggap telah terlewati. Pasalnya, salah satu pengkritiknya kini malah bekerja bersamanya dalam Kabinet Indonesia Maju, yakni Menteri Pertahanan Prabowo Subianto.
Namun, seperti banyak orang bilang, tantangan akan selalu senantiasa hadir dalam setiap langkah. Kali ini, tantangan ini datang dari kawan-kawan ekonom di negara-negara lain.
As expected, Indonesia grew by 5% in Q3 19 – the same rate it has grown since 2013. Yep, true story. I don't know how an economy can grow at the same rate for so long but Indonesia has. Gov spending is weak & investment slowing & imports contracting HARD👇🏻. Where's the growth?🇮🇩 pic.twitter.com/tkXTh70EVc
— Trinh Nguyen (@Trinhnomics) November 5, 2019
Gareth Leather dari Capital Economics Ltd. – lembaga penelitian ekonomi di London, Inggris – misalnya, menyatakan keraguan atas akurasi data dan statistik resmi pemerintah mengenai tingkat pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) pada tahun 2018. Bahkan, berdasarkan data yang dimilikinya, performa ekonomi Indonesia tiap bulannya telah menurun secara tajam.
Selain Leather, ekonom Trinh Nguyen dari Natixis SA di Hong Kong juga – melalui akun Twitternya – mempertanyakan statistik yang diterbitkan secara resmi oleh pemerintah Indonesia. Nguyen pun mempertanyakan letak pertumbuhan Indonesia selama periode waktu tersebut.
Tentunya, sebagai Menkeu, Sri Mulyani harus tetap tangguh dalam menghadapi persoalan ini. Menkeu yang banyak mendapatkan penghargaan ini menangkal dugaan para ekonom asing ini dan mendorong Badan Pusat Statistik (BPS) – lembaga statistik pemerintah – untuk mengundang para ekonom dalam mengamati metodologi mereka.
Selain Sri Mulyani, Kepala BPS Suhariyanto juga tidak tinggal diam. Pemimpin lembaga statistik ini ikut membantah dugaan para ekonom dan menjamin independensi institusinya.
Terlepas dari benar atau tidaknya statitistik PDB pemerintah tersebut, bagaimanakah manipulasi data PDB ini dilakukan? Mengapa statistik menjadi penting bagi pemerintah?
Dugaan Manipulasi
Dugaan akan adanya manipulasi statistik PDB sebenarnya tidak hanya menimpa pemerintah Indonesia saja. Di berbagai negara lain seperti India, Tiongkok, dan Argentina, dugaan serupa juga menghantui pemerintah di negara-negara itu.
India misalnya, menjadi bulan-bulanan bagi 108 ekonom dari India dan negara-negara lain. Para ahli menduga bahwa data-data ekonomi yang disajikan oleh pemerintah negara Asia Selatan ini telah dicampuri oleh interferensi politik melalui upaya-upaya seperti revisi dan penyembunyian.
Beberapa statistik yang diduga dimanipulasi adalah data mengenai tingkat pertumbuhan PDB dan tingkat pengangguran. Akibatnya, para ahli meminta pemerintah India untuk mengembalikan independensi dan kredibilitas berbagai lembaga penelitian dan survei di negara itu, seperti Central Statistics Office (CSO).
Selain India, Argentina juga dituding telah melakukan manipulasi statistik mengenai tingkat inflasi di negara itu. Pemerintahan Cristina Fernández de Kirchner disebut-sebut berupaya menutupi tingkat inflasi yang tinggi dengan memberikan subsidi besar kepada masyarakat.
Bagi negara yang memiliki institusi-institusi demokratis, manipulasi statistik ekonomi dapat menjadi cara guna menjaga suara menjelang Pemilu. Share on XSelain itu, pemerintahan Fernández juga diduga berusaha membungkam lembaga-lembaga penelitian yang mempublikasi informasi mengenai tingkat inflasi yang tidak resmi. Pemerintah negara Amerika Selatan tersebut pernah mengajukan gugatan terhadap ekonom-ekonom MyS Consultores karena menyebarkan informasi inflasi yang dianggap tidak benar.
Mengapa manipulasi statistik ekonomi ini dilakukan oleh negara-negara tersebut?
Mengacu pada artikel The Economist, pemerintahan Fernández pada mulanya berusaha menutupi tingkat inflasi guna menghindari opini buruk di publik dan media terkait pemerintahannya. Apalagi, Fernández kala itu menghadapi pemilihan umum (Pemilu) sela pada akhir tahun 2013.
Alasan ini cukup sejalan dengan apa yang dijelaskan oleh Handi Rita Li dari Duke University dalam tesisnya yang berjudul Political Effect of Economic Data Manipulation. Bagi negara non-demokratis, menurunnya performa ekonomi dapat menjadi ancaman bagi status quo.
Namun, bagi negara-negara yang memiliki institusi-institusi demokratis, manipulasi statistik ekonomi dapat menjadi cara guna menjaga suara menjelang Pemilu. Selain Argentina, manipulasi dengan motivasi ini banyak terjadi di negara lain, seperti Rusia, Turki, Meksiko, dan Amerika Serikat (AS).
Lalu, bagaimana dengan pemerintah Indonesia?
Untuk saat ini, kebenaran akan adanya manipulasi statistik ekonomi oleh pemerintahan Jokowi belum pasti benar terjadi. Namun, indikasi mengenai adanya manipulasi statistik ini bisa saja melukai kepercayaan publik – mengingat adanya statistik alternatif yang disajikan oleh Leather.
Penjelasan Li mengenai insentif manipulasi statistik ekonomi bisa jadi juga tidak relevan. Pasalnya, pemerintahan Jokowi kini tidak lagi harus melalui proses Pemilu.
Lantas, apa pentingnya statistik ini bagi pemerintahan Jokowi?
Pentingnya Statistik
Statistik memang bisa menjelaskan situasi yang tengah terjadi di masyarakat. Angka-angka yang tersaji dalam rangkaian data ini pada dasarnya juga berhubungan dengan dinamika politik yang terjadi.
Kevin D. Haggerty berusaha mengumpulkan dan merangkum berbagai fungsi statistik dalam dimensi politik dari banyak tulisan dan buku. Dalam tulisannya yang berjudul The Politics of Statistics, Haggerty setidaknya menyebutkan lima hubungan statistik dengan politik, yakni statistik dan konteks politik, statistik dan politik administratif, statistik sebagai retorika, statistik dan pemerintahan (governance), serta statistik dan identitas.
Dalam kaitan statistik dengan politik administratif, Haggerty menjelaskan bahwa angka dan data yang disajikan biasanya turut menyusun pemahaman aktor-aktor politik terhadap persoalan-persoalan yang ada di masyarakat. Dalam tulisan itu, dijelaskan pula bahwa politik administratif atas statistik merupakan manipulasi pengumpulan data secara prospektif guna menjalankan kepentingan politik dan institusional.
Politik statistik semacam ini pernah diungkapkan oleh Perdana Menteri Inggris Winston Churchill. PM Inggris yang dikenal jasanya dalam Perang Dunia II ini sempat mengakui bahwa, ketika pemerintah meminta data mengenai tingkat mortalitas bayi, dirinya ingin mengampilifikasi pesan bahwa lebih sedikit bayi meninggal di era pemerintahannya.
Apa yang dikatakan Churchill ini juga berkaitan dengan fungsi statistik sebagai retorika. Pasalnya, statistik – mengacu pada tulisan Haggerty – disajikan sesuai situasi diskursus yang lebih luas guna mendorong suatu agenda dengan cara yang persuasif – berkaitan dengan dinamika politik di media.
Diskursus melalui statistik bisa juga berhubungan dengan pemerintahan (governance) yang dijalankan. Pemerintahan sendiri dapat melibatkan upaya-upaya untuk mengarahkan masyarakat pada hasil dan tujuan yang diinginkan.
Dalam hal ini, Haggerty menjelaskan bahwa statistik menjadi prasyarat bagi praktik-praktik yang dilaksanakan oleh pemerintah. Angka dan data yang disajikan nantinya membuat gaya pemerintahan menjadi langkah-langkah yang terpikirkan (thinkable) dan dapat dilakukan (actionable).
Lalu, bagaimana pentingnya statistik ekonomi – seperti tingkat pertumbuhan PDB – bagi pemerintahan Jokowi?
Statistik ekonomi merupakan hal yang penting bagi pemerintahan Jokowi. Dalam menyusun kebijakan-kebijakannya, statistik ini boleh jadi menjadi dasar yang dipertimbangkan dalam prosesnya.
Dalam kacamata politik administratif, data-data ekonomi menjadi salah satu gambaran akan persoalan yang ada di masyarakat. Pertumbuhan ekonomi yang stagnan misalnya, bisa jadi merupakan alasan bagi upaya pemerintahan Jokowi untuk meningkatkan laju investasi yang masuk.
Menkeu Sri Mulyani menyatakan bahwa upaya untuk meningkatkan investasi diharapkan dapat membantu pertumbuhan PDB Indonesia di tengah-tengah ketidakpastian global. Di sisi lain, tingkat pertumbuhan yang stabil tersebut disebut-sebut – oleh Bank Dunia – sebagai gambaran akan hasil upaya pemerintah dalam melindungi ekonomi Indonesia dari ketidakpastian tersebut.
Boleh jadi, gambaran ekonomi dalam statistik milik BPS dapat mendorong agenda pemerintahan Jokowi di periode keduanya. Seperti yang dijelaskan oleh Haggerty, gaya pemerintahan dapat didasarkan pada statistik yang ada.
Terlepas ada atau tidaknya manipulasi data statistik ekonomi, angka-angka itu bisa jadi tetap menjadi penting bagi pemerintah. Mungkin, seperti pernyataan Churchill di awal tulisan, angka itu menjadi pembuktian dan dasar bagi jalannya pemerintahan. Mari kita nantikan dampak manfaat kebijakan-kebijakan pemerintah ke depannya. (A43)
► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik
Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.