HomeNalar PolitikJokowi-Surya Paloh Perang Dingin?

Jokowi-Surya Paloh Perang Dingin?

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyindir pertemuan Ketum Partai Nasdem Surya Paloh dengan Presiden PKS Sohibul Iman ketika menghadiri perayaan hari ulang tahun (HUT) ke-55 Partai Golkar. Ada apa di balik hubungan Jokowi dengan Surya?


PinterPolitik.com

“Dulu kita sahabat, berteman bagai ulat, berharap jadi kupu-kupu. Kini, kita berjalan berjauh-jauhan. Kau jauhi diriku karena sesuatu” – Sind3ntosca, musisi asal Indonesia

Persahabatan kerap kali dianggap sebagai sebuah hubungan erat antara dua pihak yang saling membangun. Seperti yang pernah dinyanyikan oleh Sind3ntosca, persahabatan itu bagaikan kepompong yang mengubah ulat menjadi kupu-kupu.

Mungkin, hubungan persahabatan inilah yang selama ini mengisi kedekatan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh. Surya dan partainya bahkan disebut oleh John McBeth dalam tulisan opininya di Asia Times sebagai setia kepada Jokowi.

Namun, layaknya banyak hubungan persahabatan pada umumnya, sebuah batu dalam perjalanan yang terjal bisa saja menyandung langkah mereka. Rintangan ini yang boleh jadi tengah dihadapi oleh Jokowi dan Surya.

Nasdem yang sebelumnya menjadi partai terdepan dalam mendukung pencalonan Jokowi untuk Pilpres 2019 kini menjadi sasaran sindiran mantan Wali Kota Solo itu. Presiden dalam perayaan hari ulang tahun (HUT) ke-55 Partai Golkar berkomentar bahwa dirinya tidak pernah dirangkul seerat rangkulan Surya dengan Presiden PKS Sohibul Iman.

Banyak pihak menilai bahwa sindiran tersebut merupakan bentuk peringatan Jokowi kepada Partai Nasdem sebagai salah satu anggota koalisi pemerintahan. Meski begitu, Surya menilai pernyataan itu hanyalah candaan presiden.

Terlepas dari adanya perasaan tersindir atau tidak, Surya mungkin masih berkeyakinan bahwa Jokowi adalah sahabatnya. Pasalnya, Ketum Nasdem tersebut mengatakan bahwa dirinya dan sang presiden masih terhubung secara batin walaupun belum sempat bertemu secara langsung.

Namun, pernyataan Jokowi bisa jadi merupakan tanda dari adanya perubahan dalam dinamika hubungan di antara keduanya. Apa maksud sebenarnya dari pernyataan presiden dalam perayaan HUT ke-55 Golkar tersebut? Situasi apa yang kini tengah terjadi antara Jokowi dan Surya?

Sindiran Politik

Terlepas dari adanya sangkalan dari Surya, pernyataan Jokowi bisa jadi memang merupakan bentuk sindiran politik presiden untuk Partai Nasdem. Sindiran yang semacam itu memang kerap digunakan dalam diskursus politik.

Bukan tidak mungkin bahwa sindiran Jokowi ini memang mencerminkan keinginan presiden untuk memengaruhi langkah-langkah politik Surya. David M. Bell dalam tulisannya yang berjudul Innuendo menjelaskan bahwa sindiran kerap digunakan ketika penyindir ingin memengaruhi orang lain tetapi juga sekaligus ingin menyembunyikan maksud asli penyindir agar risiko-risiko ekspresinya dapat diminimalisir.

Dalam tulisannya, Bell mendefinisikan istilah innuendo dengan menggunakan teori speech act (tindak tutur) dan mengkategorikan sindiran sebagai bentuk pragmatic act. Tindakan pragmatis ini dilakukan guna mewujudkan intensi penyindir bukan dengan mendorong pihak lain untuk mengenali maksud penyindir, melainkan dengan mengondisikan ucapannya pada konteks tertentu.

Baca juga :  Prabowo, Kunci Kembalinya Negara Hadir?

Joyojeet Pal dan tim penulisnya dari University of Michigan, Amerika Serikat, dalam tulisan mereka yang berjudul Innuendo as Outreach menjelaskan bahwa sindiran politik kerap kali disalurkan dalam bentuk ironi verbal. Ironi verbal sendiri dapat dipahami sebagai kiasan retorik yang disertai dengan substitusi atas makna sesungguhnya.

Pal dan timnya mencontohkan beberapa politisi yang menggunakan ironi verbal sebagai sindiran politik, yaitu Perdana Menteri India Narendra Modi dan Presiden AS Donald Trump. Kedua presiden ini kerap melayangkan sindirannya melalui cuitan di Twitter karena efeknya yang lebih besar dalam menarik emosi dan perhatian dibandingkan ucapan biasa pada umumnya.

Selain itu, Pal dan timnya – dengan mengutip Wilson dan Sperber – menjelaskan bahwa penggunaan sindiran ironis ini juga memerlukan adanya kesamaan lingkungan kognitif, di mana penyindir dan yang disindir memiliki ruang pemahaman yang sama.

Dari sini, apa yang dijelaskan Bell mengenai pengondisian sindiran menjadi sesuai. Dengan sindiran yang dikondisikan berdasarkan kesamaan kognitif, penyindir berupaya agar pihak yang disindir mengarah pada konteks yang dimaksud.

Lalu, bagaimana dengan sindiran Jokowi untuk Surya?

Mungkin, Jokowi berharap agar Surya dapat kembali menjalankan perannya sebagai anggota koalisi pemerintahan. Presiden sendiri mengatakan bahwa dirinya memiliki hak untuk mempertanyakan pertemuan Surya-Sohibul karena Nasdem masih berada di dalam koalisi pemerintahan.

Dengan sindiran yang dikondisikan berdasarkan kesamaan kognitif, penyindir berupaya agar pihak yang disindir mengarah pada konteks yang dimaksud. Share on X

Sindiran politik semacam ini juga pernah dilakukan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ketika menjabat. Pada tahun 2013, SBY menyindir PKS – kala itu menjadi anggota koalisi pemerintahan SBY – akibat sikapnya yang kerap tidak sejalan dengan pemerintah.

Sindiran tersebut dilakukan dengan mengucapkan terima kasih kepada Partai Demokrat atas sikapnya yang dianggapnya selalu sedia mendukung pemerintahannya. Di lain kesempatan, SBY juga menyindir PKS dalam rapat kabinet.

Bila berkaca pada sindiran SBY pada PKS, apakah sindiran Jokowi kepada Surya serupa? Lantas, ada apa sebenarnya di balik hubungan Jokowi-Surya yanh mendasari keluarnya sindiran tersebut?

Perang Dingin?

Upaya Jokowi untuk melempar sindiran kepada Surya kurang lebih hampir sama dengan situasi Perang Dingin yang terjadi antara AS dan Uni Soviet. Kedua negara itupun sebelumnya merupakan sekutu dalam Perang Dunia II sebelum akhirnya menjadi musuh bebuyutan sepanjang paruh akhir abad ke-20.

Perang Dingin sendiri dapat didefinisikan sebagai ketegangan politik yang terjadi antara dua negara yang diwarnai dengan ancaman, propaganda, dan cara-cara lain selain pertempuran secara langsung. Sindiran – dalam bentuk innuendo dan insinuation – kerap saling dilemparkan juga dalam Perang Dingin.

Pada tahun 1984 misalnya, Uni Soviet dianggap melemparkan sindiran kepada AS terkait pembunuhan Perdana Menteri India Indira Gandhi. Sindiran itu dilontakan tanpa melemparkan tudingan secara langsung.

Di era tersebut, sindiran dan ancaman memang dilakukan sebagai bentuk upaya deterrence (menghalangi atau membuat pihak lain menghentian niatnya). Pada era kontemporer, sindiran-sindiran kerap dilontarkan oleh presiden AS dari masa ke masa pada Korea Utara untuk menghentikan pengembangan rudal nulklirnya.

Baca juga :  Prabowo dan “Kebangkitan Majapahit”

Lantas, apa kaitannya Perang Dingin antarnegara dengan sindiran Jokowi terhadap Surya?

Sindiran memang menjadi salah satu instrumen untuk memengaruhi tindakan negara lain. Namun, negara juga kerap menggunakan manuver-manuver politik guna mengeluarkan efek deterrence terhadap negara lain.

Jika menilik kembali pada dinamika hubungan Jokowi dengan Surya, keduanya memang selalu berjalan bersama dalam hal politik. Namun, keputusan-keputusan politiknya mulai dianggap tidak sejalan semenjak terjadi pertemuan antara Jokowi dengan Prabowo Subianto.

Ketidakpuasan Surya bisa saja mulai tampak akibat adanya kemungkinan Prabowo untuk bergabung dalam pemerintahan sejak pertengahan tahun 2019. Bahkan, sempat diduga terbentuk dua poros politik yang berbeda terkait jatah menteri partai politik antara poros Teuku Umar (Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri) dan poros Gondangdia (Surya).

Upaya deterrence boleh jadi mulai dilakukan oleh Surya dengen menemui Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan – salah satu sosok yang berseberangan secara politik dengan Presiden Jokowi. Bisa jadi, pertemuan tersebut ditujukan untuk memengaruhi keputusan Jokowi dalam menyusun kabinet periode keduanya.

Upaya ini terus dilakukan oleh Nasdem pada beberapa kesempatan selanjutnya, yakni ketika berbagai tokoh mengenakan pakaian putih dipanggil ke Istana pada Oktober lalu. Nasdem memberikan sinyal bahwa mereka siap bila menjadi oposisi bagi pemerintahan Jokowi.

Disebut-sebut tidak puas dengan jatah menteri yang didapatkannya, Nasdem pun tetap melanjutkan upaya deterrence dengan melakukan pertemuan antara Surya dan Sohibul. Mungkin, kekecewaan Surya ini muncul akibat lepasnya posisi Jaksa Agung yang disebut-sebut menjadi sumber kekuatan Nasdem.

Boleh jadi, upaya deterrence Nasdem ini berakhir menjadi sebuah perang dingin layaknya dilakukan antarnegara. Pasalnya, sindiran Jokowi bisa jadi merupakan bentuk deterrence balasan terhadap Surya dan Nasdem.

Lantas, bagaimanakah dampak lanjutan dari deterrence Jokowi untuk Surya dan Nasdem?

Dalam hubungan antarnegara, bukan tidak mungkin upaya-upaya deterrence dapat berujung pada tindakan nyata apabila pihak lawan tidak dapat dihalangi. Korut misalnya, kerap mendapatkan sanksi dari AS dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dengan sikapnya yang ketus untuk mengembangkan senjata nuklir.

Bila ditarik pada konteks politik domestik Indonesia, deterrence balasan Jokowi ini boleh jadi berujung pada keputusan nyata. Seperti AS yang memiliki pengaruh luas untuk menentukan sanksi, presiden juga berhak menentukan kembali siapa-siapa saja yang berhak terlibat dalam kabinetnya.

Presiden SBY misalnya, memutuskan mengurangi jatah menteri PKS. Keputusan itu dinilai karena adanya gesekan sikap antara pemerintahan SBY dengan partai yang kini dipimpin oleh Sohibul tersebut.

Namun, mungkin, sindiran Jokowi mungkin belum mengarah pada ancaman semacam itu. Untuk saat ini, sindiran Jokowi ini boleh jadi merupakan pertanda akan telah dimulainya Perang Dinginnya dengan Surya.

Adanya Perang Dingin ini bisa saja menjadi tambahan batu terjal bagi persahabatan Jokowi-Surya yang selama ini telah terjalin. Seperti lirik Sind3ntosca di awal tulisan, kedua politisi ini mungkin tengah bertindak berjauh-jauhan karena sesuatu. (A43)

► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik

Mau tulisanmu terbit di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.

spot_imgspot_img

#Trending Article

Kok Megawati Gak Turun Gunung?

Ketua Umum (Ketum) PDIP, Megawati Soekarnoputri hingga kini belum terlihat ikut langsung dalam kampanye Pilkada. Kira-kira apa alasannya? 

Berani Prabowo Buka Pandora Papers Airlangga?

Ramai-ramai bicara soal kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen yang disertai dengan protes di media sosial, tiba-tiba juga ramai pula banyak akun men-share kembali kasus lama soal nama dua pejabat publik – Airlangga Hartarto dan Luhut Pandjaitan – yang di tahun 2021 lalu disebut dalam Pandora Papers.

“Sekolam” Ahok, Kesaktian Anies Luntur?

Keputusan Anies Baswedan meng-endorse Pramono Anung-Rano Karno di Pilkada Jakarta 2024 memantik interpretasi akan implikasi politiknya. Utamanya karena Anies pada akhirnya satu gerbong dengan eks rivalnya di 2017 yakni Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan PDIP serta tendensi politik dinasti di dalamnya, termasuk yang terjadi pada Pramono.

Siasat Prabowo Akui Sengketa LCS

Pemerintahan Prabowo disorot karena ‘akui’ klaim tumpang tindih LCS dalam joint statement Tiongkok. Mungkinkah ada siasat strategis di baliknya?

Rahasia Triumvirat Teddy, AHY, dan Hegseth?

Terdapat kesamaan administrasi Presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump dengan Presiden Prabowo Subianto, yakni mempercayakan posisi strategis kepada sosok berpangkat mayor. Kiranya, terdapat rahasia tertentu di balik kesamaan itu yang dapat mendukung support dalam dimensi tertentu ke pemerintahan masing-masing. Mengapa demikian?

Anies Di-summon PKS!

Ahmad Syaikhu in a battle against Dedi be like, “I summon Anies Baswedan!”  #Anies #AniesBaswedan #PilkadaJawaBarat #AhmadSyaikhu #IlhamHabibie #PKS #pinterpolitik #infografis #politikindonesia #beritapolitik #beritapolitikterkini

Betulkah Jokowi Melemah? 

Belakangan mulai muncul pandangan bahwa pengaruh politik Jokowi kian melemah, hal tersebut seringnya diatribusikan dengan perkembangan berita judi online yang kerap dikaitkan dengan Budi Arie, dan kabar penangguhan jabatan doktor Bahlil Lahadalia, dua orang yang memang dulu disebut dekat dengan Jokowi. Tapi, apakah betul Jokowi sudah melemah pengaruhnya? 

Masihkah Prabowo Americans’ Fair-Haired Boy?

Dua negara menjadi tujuan utama Prabowo saat melakukan kunjungan kenegaraan pertamanya pasca dilantik sebagai presiden: Tiongkok dan Amerika Serikat.

More Stories

Siasat Prabowo Akui Sengketa LCS

Pemerintahan Prabowo disorot karena ‘akui’ klaim tumpang tindih LCS dalam joint statement Tiongkok. Mungkinkah ada siasat strategis di baliknya?

Prabowo, Kunci Kembalinya Negara Hadir?

Dalam kunjungan kenegaraan Prabowo ke Tiongkok, sejumlah konglomerat besar ikut serta dalam rombongan. Mungkinkah negara kini kembali hadir?

Prabowo dan “Kebangkitan Majapahit”

Narasi kejayaan Nusantara bukan tidak mungkin jadi landasan Prabowo untuk bangun kebanggaan nasional dan perkuat posisi Indonesia di dunia.