“It is hard to understand addiction unless you have experienced it.” – Ken Hensley, English singer-songwriter
PinterPolitik.com
Dinas Pendidikan (Disdik) DKI Jakarta baru-baru ini dipertanyakan kerjanya. Pasalnya Politisi Partai Solidaritas Indonesia (PSI), William Aditya Sarana mengungkapkan bahwa ada kejanggalan dalam anggaran pembelian alat tulis kantor (ATK), yaitu pembelian lem merek tertentu sebesar Rp 82,8 miliar.
Lebih jauh, William menyatakan bahwa Disdik DKI mensuplai 37.500 orang selama 12 bulan dengan harga satuan sebesar 184 ribu Rupiah. Kira-kira dua kaleng lem Aibon per siswa. Dikatakan bahwa anggaran tersebut adalah untuk Suku Dinas (Sudin) Disdik Wilayah 1 Jakarta Barat (Jakbar). Jakbar doang loh ya, belom Jaktim, Jakpus, Jaksel maupun Jakut.
Waduh, gede banget anggaran buat beli lem Aibon. Itu beneran dibagikan ke para siswa Sekolah Dasar (SD) apa mau stok buat bikin kantor yang punya cabang di seluruh Pulau Jawa. Lalu apakah kurikulum sekarang segencar itu dalam mendorong siswa SD untuk berkarya seni sampe harus disuplai dengan stok lem yang bejibun?
Apa Disdik lupa bahaya laten dari lem Aibon? Saya akui memang baunya enak nan adiktif. Kalo lewat toko buku itu santer sekali baunya, sampe saya muter-muter di area ATK.
Apapun itu, anggaran lem yang membingungkan itu bahaya buat kesehatan para siswa SD yang masih ingusan. Lem yang dimaksud dalam rencana angggaran tersebut, jika sering dihirup dapat mengakibatkan gagal pernapasan, masalah neurologis dan aritmia. Belum lagi gangguan terhadap kesehatan mental, seperti depresi, cemas dan mudah gelisah. Kalo tujuan pemberian ATK atau dalam hal ini alat tulis sekolah adalah untuk menunjang proses belajar mengajar, ya kontradiktiflah. Bukannya menunjang malah merusak.
Menanggapi hal ini Disdik pun berkomentar bahwa pegawai mereka salah input data. Waduh, jangan sampai pegawai Disdik pas input data berada di bawah pengaruh lem tersebut.
Rancangan KUA-PPAS 2020, yang memuat anggaran untuk lem itu juga mencurigakan. Masa udah mau ganti tahun belum dipublikasi di apbd.jakarta.go.id. Menanggapi hal ini, PSI DKI Jakarta pun meminta Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian untuk memberikan kartu kuning pada Anies Baswedan. Eh tapi, Pak Anies pun sudah nyuruh jajarannya untuk lebih teliti input data apalagi soal anggaran.
Jadi ini beneran salah input atau ada kemungkinan terjadi kebocoran dana? Kalo sampe bocor sih keterlaluan sekali. Emang kalo bocor, mau di lem pake Aibon? Ini nih perlu penyisiran kredibilitas data yang ada di KUA-PPAS 2020, terus kalo sudah merasa benar ya dipublikasikan lah biar kita sebagai netizen maha benar bisa kritik. (M52)
► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik
Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.