HomeNalar PolitikPrabowo, Kunci Jokowi Imbangi PDIP?

Prabowo, Kunci Jokowi Imbangi PDIP?

Usai bertemu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi), Ketum Partai Gerindra Prabowo Subianto memutuskan untuk bertemu dengan Ketum Partai Nasdem Surya Paloh dan Ketum PKB Muhaimin Iskandar (Cak Imin), serta pimpinan partai-partai politik lain. Manuver Prabowo ini bisa jadi merupakan respons terhadap sikap-sikap politik PDIP.


PinterPolitik.com

“From player to player, the game’s tight, the feeling’s mutual” – 2Pac, penyanyi rap asal Amerika Serikat

Dua sosok yang dulunya bersaing kini tampaknya mulai menemukan kesamaan satu sama lain. Beberapa waktu lalu, Ketum Partai Gerindra Prabowo Subianto melakukan pertemuan dengan lawannya dalam Pilpres 2019 lalu, yakni Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Presiden Jokowi sendiri memberikan sinyal bahwa partai berlambang kepala burung Garuda tersebut berkemungkinan untuk masuk ke dalam koalisi pemerintahan. Meskipun kemungkinan itu belum pasti, raut muka tersenyum telah tampak di antara keduanya ketika berswafoto.

Uniknya, setelah bertemu dengan mantan Wali Kota Solo itu, Prabowo memutuskan untuk bertemu dengan Ketum Nasdem Surya Paloh – pemimpin partai politik yang sebelumnya dikabarkan menolak kemungkinan Gerindra untuk bergabung dalam koalisi Jokowi. Layaknya pertemuannya dengan Jokowi, kini tampaknya mantan Danjen Kopassus itu juga menemukan kesamaan visi dengan Surya.

Kali ini, tiga kesepakatan yang dihasilkan dalam pertemuan tersebut diungkapkan kepada publik. Di samping tiga kesepakatan tersebut, Surya sendiri menyatakan bahwa kini partainya tak mempermasalahkan keinginan Gerindra untuk bergabung bersama koalisi pemerintah.

Masih berhubungan dengan kemungkinan bergabungnya Gerindra, Prabowo menyatakan bahwa dirinya juga berencana bertemu dengan tokoh-tokoh lain usai pertemuan tersebut. Mantan Danjen Kopassus itu mengabarkan bahwa dirinya tengah mengatur pertemuan dengan Ketum Golkar Airlangga Hartarto dan Ketum PKB Muhaimin Iskandar (Cak Imin atau Gus AMI).

Pertemuan antara Cak Imin dengan mantan Danjen Kopassus tersebut pada akhirnya terwujud beberapa hari berikutnya. Hampir sama dengan Surya, Cak Imin juga tidak mempermasalahkan keinginan berkoalisi Gerindra yang dianggapnya seperti makmum masbuk – jamaah ibadah salat yang datang belakangan.

Pertemuan Prabowo dengan Surya dan Cak Imin ini tentunya menimbulkan beberapa pertanyaan. Manuver apa yang dilakukan oleh Gerindra kini? Lalu, mengapa berbagai rencana pertemuan itu dilakukan setelah Prabowo bertemu dengan Presiden Jokowi?

Perasaan Kecewa

Pertemuan Prabowo dengan Surya beberapa waktu lalu bisa jadi merupakan upaya lobi politik di antara keduanya. Boleh jadi, pengalaman masa lalu turut menjadi motivasi dalam pertemuan tersebut.

Banyak pihak menilai bahwa upaya Prabowo untuk bertemu dengan Surya merupakan upaya lobi dan negosiasi politik agar partainya dapat masuk menjadi bagian koalisi pemerintahan. Dugaan tersebut bisa saja benar. Pasalnya, negosiasi politik kerap digunakan untuk menyamakan persepsi tertentu.

Cathie Jo Martin dalam tulisannya yang berjudul Negotiating Political Agreements menjelaskan bahwa negosiasi politik merupakan sebuah praktik yang melibatkan berbagai individu – biasanya mewakili suatu institusi atau kelompok – yang membuat atau merespons klaim, argumen, dan penawaran dengan tujuan untuk mencapai sebuah kesepakatan mutual.

Baca juga :  Segitiga Besi Megawati

Bisa jadi, pertemuan antara Prabowo dan Surya merupakan bagian dari negosiasi politik. Terlepas dari apa tujuan pasti dari negosiasi di antara keduanya, hal yang dapat dipastikan adalah adanya kesepakatan untuk mendorong beberapa agenda politik dalam lima tahun ke depan.

Namun, hal unik yang dapat ditarik dari keduanya adalah persamaan pengalaman masa lalu yang dimiliki antara Prabowo dan Surya. Jika ditilik kembali, Prabowo sendiri sempat merasa kecewa dengan hasil komunikasi politiknya dengan Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri terkait posisi ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).

Negosiasi politik merupakan sebuah praktik yang melibatkan berbagai individu yang membuat atau merespons klaim, argumen, dan penawaran dengan tujuan untuk mencapai sebuah kesepakatan mutual. Share on X

Di sisi lain, Surya sendiri sempat dikabarkan kecewa dengan manuver politik Megawati yang memutuskan untuk melibatkan Prabowo dan Gerindra pasca-Pilpres 2019 lalu tanpa kesediaan partai-partai koalisi lain, seperti Nasdem, PKB, Golkar, dan PPP. Beberapa pihak bahkan menilai bahwa kekecewaan tersebut melahirkan dua poros politik yang berbeda, yakni poros Teuku Umar dan poros Gondangdia – nama-nama tempat masing-masing mengadakan pertemuan politiknya sendiri.

Carolyn McLeod dalam tulisannya yang berjudul Trust menjelaskan bahwa perasaan dikhianati atau kekecewaan dapat berasal dari adanya kepercayaan (trust) dan kebergantungan (reliance). Perasaan-perasaan semacam ini bisa saja dialami oleh kedua partai tersebut.

Menariknya, persamaan perasaan akan pengalaman masa lampau ini mungkin saja menjadi salah satu faktor yang menentukan dalam negosiasi yang terjadi antara Prabowo dan Surya. Persamaan perasaan ini bisa disebut sebagai common knowledge (pengetahuan bersama).

Peter Vanderschraaf dan Giacomo Sialiri dalam tulisannya yang berjudul Common Knowledge menjelaskan bahwa pengetahuan bersama ini penting dalam menentukan keberhasilan sebuah interaksi sosial. Dengan adanya pengetahuan mutual, perilaku kedua belah pihak akan semakin terkoordinasi.

Meski begitu, beberapa pertanyaan lain pun masih menggantung. Mengapa manuver Prabowo ini seakan-akan tiba-tiba dilakukan usai bertemu dengan Jokowi? Apakah ada hubungan antara manuver Prabowo ini dengan Jokowi?

Konsesi Politik

Manuver Prabowo untuk bertemu dengan berbagai pemimpin partai-partai politik ini bisa jadi memiliki kaitan tertentu dengan Presiden Jokowi. Pasalnya, mantan Wali Kota Solo itu disebut-sebut tengah terperangkap dalam pengaruh partainya sendiri.

Bila manuver-manuver yang dilakukan oleh Prabowo kini merupakan upaya untuk memenuhi tujuan kemungkinan Gerindra untuk masuk ke dalam pemerintahan, bisa jadi presiden turut memiliki andil dalam mewujudkannya. Sebelumnya, mantan Danjen Kopassus itu juga menemui Jokowi guna membicarakan kemungkinan itu.

Mungkin, pertemuan Jokowi-Prabowo merupakan bentuk negosiasi politik yang harus dilakukan oleh Gerindra sebelum bertemu dengan partai-partai politik lain. Dalam negosiasi itu, utilitas (atau kegunaan) yang dimiliki masing-masing pihak turut diperhitungkan.

Fred Charles Iklé dan Nathan Leites dalam tulisan mereka yang berjudul Political Negotiation as a Process of Modifying Utilities setidaknya menyebutkan pentingnya utilitas dalam negosiasi politik. Utilitas ini tidak bersifat statis, melainkan bergantung pada preferensi masing-masing pihak.

Berdasarkan utilitas inilah, kedua belah pihak semakin berusaha menyamakan keinginan dengan memberikan alternatif penawaran untuk satu sama lain. Upaya ini disebut sebagai konsesi (concession).

Christian Thuderoz dalam tulisannya yang berjudul Why Do We Respond to a Concession with Another Concession? menjelaskan bahwa upaya saling mengajukan konsesi ini dilakukan agar dapat sampai pada kompromi. Dalam upaya tersebut, konsesi dilakukan untuk memberikan sesuatu guna mendapatkan keuntungan yang diinginkan.

Mungkin, pertemuan yang dilakukan oleh Jokowi dan Prabowo beberapa waktu lalu turut disertai dengan konsesi-konsesi tertentu guna mewujudkan kesepakatan, seperti keinginan Gerindra untuk menjadi bagian dari koalisi pemerintah. Boleh jadi, salah satu konsesi dilakukan upaya Prabowo untuk menemui partai-partai politik lainnya, seperti Surya dan Cak Imin.

Lantas, apa alternatif yang dapat diperoleh Presiden Jokowi melalui konsesi tersebut?

Halau PDIP?

Mungkin, keuntungan yang diperoleh oleh Jokowi bisa diamati melalui dinamika politik yang menghantui posisi presiden. Kemenangan besar PDIP dalam Pileg 2019 misalnya, bisa saja memperbesar pengaruh partai itu terhadap sang presiden.

Hubungan politik antara Jokowi dan PDIP sebenarnya bisa dibilang tidak selalu berjalan mulus. Dalam periode pertamanya misalnya, menurut Yuki Fukuoka dan Luky Djani dalam tulisannya yang berjudul Revisiting the Rise of Jokowi, keinginan Jokowi untuk mengisi kabinet kepresidenannya dengan sosok-sosok profesional harus kandas akibat tekanan politik yang diberikan oleh Megawati.

Akibatnya, Jokowi akhirnya harus melakukan beberapa manuver politik tertentu guna menghalau pengaruh partai berlambang banteng tersebut. Luhut Binsar Pandjaitan misalnya, menurut Kanupriya Kapoor dalam tulisannya di Reuters, ditempatkan dalam posisi-posisi strategis di pusaran Istana guna menangkal pengaruh PDIP dan Megawati.

Selain itu, Presiden Jokowi juga dinilai menggunakan strategi tertentu guna meminimalisir dan mencegah adanya dominasi oleh beberapa pihak di belakangnya. Liam Gammon dari Australian National University (ANU) dalam tulisannya di Channel News Asia menjelaskan bahwa cara kepemimpinan Jokowi ini menyeimbangkan pengaruh pihak-pihak pendukungnya dengan cara menjaga ketiadaan dominasi oleh salah satu pihak.

Boleh jadi, upaya penyeimbangan oleh presiden ini dilakukan agar posisinya tetap terjaga – terlepas dari dominasi satu pihak tertentu. Valeri Yorke dalam tulisannya yang berjudul A Political Balancing Act menjelaskan bahwa upaya penyeimbangan ini pernah dilakukan oleh Raja Abdullah bin al-Hussein di Yordania yang harus menjaga keseimbangan pengaruh antara permintaan masyarakat dan kelompok agama dengan pengaruh negara-negara Barat.

Dalam hal ini, upaya penyeimbangan ini bisa saja memengaruhi permainan politik yang terjadi antara Jokowi dan PDIP. Setidaknya, dengan adanya manuver Prabowo dan presiden yang melibatkan berbagai partai politik lainnya, posisi Jokowi mungkin saja menjadi semakin lebih kuat dalam menghadapi pengaruh partai berlambang banteng tersebut.

Mungkin, apa yang dirasakan oleh Jokowi, Prabowo, dan pemimpin-pemimpin partai politik lainnya turut tergambarkan dalam lirik rapper 2Pac di awal tulisan. Mereka bisa jadi memiliki perasaan yang mutual antara satu sama lain dalam suatu permainan politik yang sengit, entah siapa yang menyebabkan perasaan mutual tersebut muncul. Menarik untuk dinanti kelanjutannya. (A43)

► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik

Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.

spot_imgspot_img

#Trending Article

Segitiga Besi Megawati

Dengarkan artikel ini: Relasi Prabowo Subianto dan Megawati Soekarnoputri kini memasuki babak baru menyusul wacana pertemuan dua tokoh tersebut. Meski belum juga terjadi, banyak yang...

Prabowo & Hybrid Meritocracy Letnan-Mayor

Promosi Letjen TNI Kunto Arief Wibowo sebagai Pangkogabwilhan I di rotasi perdana jenderal angkatan bersenjata era Presiden Prabowo Subianto kiranya mengindikasikan pendekatan baru dalam relasi kekuasaan dan militer serta dinamika yang mengiringinya, termasuk aspek politik. Mengapa demikian?

The Real Influence of Didit Hediprasetyo?

Putra Presiden Prabowo Subianto, Didit Hediprasetyo, memiliki influence tersendiri dalam dinamika politik. Mengapa Didit bisa memiliki peran penting?

Keok Pilkada, PKS Harus Waspada? 

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjadi salah satu partai yang paling tidak diuntungkan usai Pemilu 2024 dan Pilkada 2024. Mungkinkah hal ini jadi bahaya bagi PKS dalam waktu mendatang?

Prabowo and The Nation of Conglomerates

Dengarkan artikel ini: Sugianto Kusuma atau Aguan kini jadi salah satu sosok konglomerat yang disorot, utamanya pasca Menteri Tata Ruang dan Agraria Nusron Wahid mengungkapkan...

Megawati and The Queen’s Gambit

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mungkin akan dielu-elukan karena dinilai brilian dengan menunjuk Pramono Anung sebagai calon gubernur dibandingkan opsi Ahok atau Anies Baswedan, sekaligus mengalahkan endorse Joko Widodo di Jakarta. Namun, probabilitas deal tertentu di belakangnya turut mengemuka sehingga Megawati dan PDIP bisa menang mudah. Benarkah demikian?

Gibran Wants to Break Free?

Di tengah dinamika politik pasca-Pilkada 2024, seorang wapres disebut ingin punya “kebebasan”. Mengapa Gibran Rakabuming wants to break free?

Ada Operasi Intelijen Kekacauan Korea Selatan? 

Polemik politik Korea Selatan (Korsel) yang menyeret Presiden Yoon Suk Yeol jadi perhatian dunia. Mungkinkah ada peran operasi intelijen dalam kekacauan kemarin? 

More Stories

The Real Influence of Didit Hediprasetyo?

Putra Presiden Prabowo Subianto, Didit Hediprasetyo, memiliki influence tersendiri dalam dinamika politik. Mengapa Didit bisa memiliki peran penting?

Gibran Wants to Break Free?

Di tengah dinamika politik pasca-Pilkada 2024, seorang wapres disebut ingin punya “kebebasan”. Mengapa Gibran Rakabuming wants to break free?

Prabowo vs Kemlu: Warrior vs Diplomat?

Perbedaan pendapat dalam politik luar negeri tampaknya sedang terjadi antara Prabowo dan diplomat-diplomat Kemlu. Mengapa demikian?