HomeNalar PolitikLangkah Kuda PPP Hadapi Kumbo?

Langkah Kuda PPP Hadapi Kumbo?

Pelaksana Tugas (Plt) Ketum PPP Suharso Monoarfa menemui Ketum Gerindra Prabowo Subianto di kediamannya. Pertemuan tersebut memungkinkan adanya kerja sama di antara dua partai tersebut.


PinterPolitik.com

“Yeah, life is a balance. You lose your grip, you can slip into an abyss” – J. Cole, penyanyi rap asal Amerika Serikat

Partai Persatuan Pembangunan (PPP) kini tampaknya tengah berada dalam persimpangan arah politik. Setelah Plt Ketum PPP Suharso Monoarfa beberapa kali bertemu dengan Ketum Nasdem Surya Paloh sebulan yang lalu, ia memutuskan untuk bertemu dengan ketua umum partai lainnya yaitu Ketum Gerindra Prabowo Subianto.

Dalam pertemuannya dengan Surya, Suharso menjelaskan bahwa pertemuan-pertemuan tersebut membahas mengenai posisi pimpinan MPR. Serupa dengan hal tersebut, Suharso dikabarkan juga membahas mengenai kerja sama legislatif dalam pertemuannya dengan Prabowo.

Seperti tokoh Black Widow yang bingung memilih di antara dua pihak yang bertikai dalam Captain America: Civil War, pertemuan tersebut membuat PPP seperti sedang berada di antara dua kubu, yakni kubu politik “kumpul kebo” PDIP-Gerindra dan kubu Nasdem yang disebut-sebut sedang saling berseberangan.

Mungkin, PPP perlu memilih di antara kedua kubu tersebut seperti Black Widow yang akhir memilih untuk memihak pada Captain America dibandingkan Iron Man.

Namun, tentu saja arah politik PPP untuk memilih tersebut belum dapat dipastikan. Di tengah politik kumbo yang terjadi, PPP bisa jadi tengah menjalankan strategi politik tertentu.

Pertanyaannya, strategi apa yang tengah digunakan PPP kini? Lalu, mengapa PPP perlu menggunakan strategi tersebut?

Strategi Langkah Kuda

Pertemuan Suharso dengan Prabowo boleh jadi merupakan bagian dari strategi PPP dalam menghadapi ketidakpastian politik pasca-Pemilu 2019. Mungkin, PPP tengah memainkan strategi langkah kuda.

Manuver langkah kuda ini merefleksikan strategi yang digunakan dalam permainan catur. Bidak kuda dalam permainan catur memiliki langkah berbentuk L – membuatnya memiliki langkah-langkah yang sulit diprediksi.

Dalam hal ini, PPP mungkin tengah menggunakan taktik agar pemain-pemain lainnya mengalami kesulitan dalam memprediksi langkahnya. Dengan strategi ini, partai berlambang Kakbah tersebut memainkan posisi strategisnya.

Strategi semacam ini kerap digunakan dalam politik internasional – di mana ketidakpastian selalu menghantui pengambilan keputusan negara-negara. Teori yang menjelaskan penggunaannya dalam politik internasional disebut dengan madman theory.

Madman theory ini pada mulanya digunakan untuk menggambarkan strategi yang digunakan oleh Amerika Serikat (AS) dalam Perang Dingin. Presiden AS Richard Nixon dianggap memberikan citra bahwa dirinya tidak stabil dan irasional – membuat negara-negara Blok Komunis seperti Uni Soviet kesulitan memprediksi gerak-gerik AS.

Baca juga :  Siasat Prabowo Akui Sengketa LCS

Cara tersebut juga digunakan oleh Presiden Donald Trump dalam menjalankan politik luar negerinya. Salah satu contoh manuver madman tersebut dapat dilihat dari bagaimana dirinya memainkan hambatan tarif dalam Perang Dagang dengan Tiongkok.

Bidak kuda dalam permainan catur memiliki langkah-langkah yang sulit diprediksi. Share on X

Namun, di sisi lain, langkah kuda PPP bisa jadi menjadi caranya dalam memainkan peran balancer. Peran ini dilakukan ketika terdapat dua polar kekuatan yang tengah bersaing.

Dengan mengutip Kaplan, William H. Riker dalam bukunya yang berjudul The Theory of Political Coalitions menjelaskan bahwa terdapat koalisi-koalisi yang saling bersaing. Dari situ, Riker melihat akan ada aktor-aktor lain yang merasa terancam dengan persaingan di antara keduanya dan lebih memilih posisi netral.

Perasaan terancam akan adanya polar-polar kekuatan lain ini memang beralasan. Pasalnya, kehadiran kubu kumbo dan kubu yang menolaknya membuat PPP semakin terhimpit.

Dengan adanya situasi tersebut, dinamika politik semakin tidak dapat diprediksi. Seperti yang dijelaskan oleh Andreas Schedler dalam tulisannya yang berjudul Mapping Contingency, praktik-praktik politik merupakan penciptaan, manajemen, dan pembendungan atas ketidakpastian.

Dengan adanya ketidakpastian tersebut, PPP bisa jadi tengah berusaha berperan sebagai balancer di posisi tengah. Asumsi akan perasaan terancam ini juga sejalan dengan konsep mekanisme bertahan (coping mechanism) dalam bidang psikologi sosial.

Mekanisme tersebut dilakukan apabila situasi yang ada dianggap terlalu membebani dan melebihi kemampuan dan kepemilikan atas sumber daya yang dimiliki. Dalam hal ini, PPP mungkin tengah berusaha menggunakan mekanisme tersebut di antara dua kekuatan lain.

Selain itu, di tengah-tengah ketidakpastian tersebut, langkah kuda yang diambil oleh PPP ini juga bisa jadi merupakan strategi politik yang antisipatif. Christine Oliver and Ingo Holzinger dalam tulisan mereka yang berjudul The Effectiveness of Strategic Political Management menjelaskan bahwa strategi ini dilakukan dengan melakukan langkah-langkah lebih awal dalam menghadapi kemungkinan-kemungkinan di masa depan.

Namun, di tengah-tengah ketidakpastian politik, apa alasan lain yang membuat PPP perlu melakukan strategi tersebut?

Pengaruh Menurun?

Keputusan Suharso untuk bertemu dengan Prabowo bisa jadi berkaitan dengan kekuatan dan pengaruh politik PPP yang menurun. Pasalnya, parta berlambang Kakbah ini diprediksi semakin tidak diperhitungkan dengan berbagai permasalahan yang menghantuinya.

Sebagai partai Islam, PPP bisa jadi tidak seberuntung PKS dan PAN. Pasalnya, dalam Pileg 2019 lalu, perolehan suara PPP hanya berkisar pada 4,52 persen – berbeda tipis dengan ambang batas parlementer 4 persen.

Baca juga :  Hype Besar Kabinet Prabowo

Tak hanya penurunan suara, selama beberapa waktu terakhir, partai ini juga disibukkan oleh kasus-kasus korupsi yang menjerat petinggi-petingginya. Mantan Ketum PPP Suryadharma Ali misalnya, terjerat kasus korupsi dana haji pada tahun 2014.

Selain Suryadharma, sosok Ketum PPP M. Romahurmuziy (Rommy) juga terjerat kasus korupsi jual-beli jabatan di Kementerian Agama. Kasus tersebut juga mengancam posisi Menag Lukman Hakim Saefudin – dengan adanya bukti bahwa Lukman menerima uang sebesar Rp 70 juta.

Persoalan kasus-kasus hukum yang mendera PPP tersebut juga disertai dengan minimnya figur populer yang dimilikinya. Minimnya figur tersebut membuat PPP semakin tidak dilirik oleh para pemilih – dengan adanya partai-partai nasionalis lainnya yang memiliki figur-figur populer.

Minimnya figur tersebut bisa saja semakin mengancam posisi PPP di masa mendatang. Apalagi, salah satu sosok karismatik dan berpengaruh di partai tersebut – Ketua Majelis Syariah PPP Maimun Zubair (Mbah Moen) – telah meninggal dunia beberapa waktu lalu.

Selain itu, PPP juga semakin terhimpit dengan adanya partai-partai Islam lainnya, seperti PKB. Pasalnya, kedua partai ini memiliki basis suara yang sama, yakni kelompok Nahdlatul Ulama (NU).

Peruntungan politik partai tersebut juga dinilai terus menurun sejak tahun 1999. Nadia Bulkin dalam tulisannya di Carnegie menjelaskan bahwa PPP telah kehilangan porsi legislatif sebanyak 20 kursi pada tahun 2004 dan 2009.

Mungkin, dengan semakin mengecilnya kekuatan politiknya, PPP perlu melakukan strategi tersebut. Di sisi lain, ketidakpastian politik yang eksis kini bisa jadi semakin mengancam posisi politik partai tersebut.

Meski begitu, gambaran strategi tersebut belum tentu benar-benar digunakan oleh PPP. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, ketidakpastian akan selalu menyertai praktik-praktik politik. Mungkin saja bila PPP akhirnya telah meninggalkan posisi tengah tersebut dan melangkah ke salah satu arah yang ada.

Namun, bila benar begitu, lirik rapper J. Cole di awal tulisan mungkin dapat menggambarkan situasi yang kini tengah dihadapi oleh PPP. Upaya menjaga keseimbangan dengan langkah kuda tersebut bisa jadi diperlukan agar tidak terjatuh, entah jatuh ke kubu siapa nantinya. (A43)

► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik

Mari lawan polusi udara Jakarta melalui tulisanmu. Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.

spot_imgspot_img

#Trending Article

Belah PDIP, Anies Tersandera Sendiri?

Endorse politik Anies Baswedan di Pilgub Jakarta 2024 kepada kandidat PDIP, yakni Pramono Anung-Rano Karno justru dinilai bagai pedang bermata dua yang merugikan reputasinya sendiri dan PDIP di sisi lain. Mengapa demikian?

Kok Megawati Gak Turun Gunung?

Ketua Umum (Ketum) PDIP, Megawati Soekarnoputri hingga kini belum terlihat ikut langsung dalam kampanye Pilkada. Kira-kira apa alasannya? 

Berani Prabowo Buka Pandora Papers Airlangga?

Ramai-ramai bicara soal kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen yang disertai dengan protes di media sosial, tiba-tiba juga ramai pula banyak akun men-share kembali kasus lama soal nama dua pejabat publik – Airlangga Hartarto dan Luhut Pandjaitan – yang di tahun 2021 lalu disebut dalam Pandora Papers.

“Sekolam” Ahok, Kesaktian Anies Luntur?

Keputusan Anies Baswedan meng-endorse Pramono Anung-Rano Karno di Pilkada Jakarta 2024 memantik interpretasi akan implikasi politiknya. Utamanya karena Anies pada akhirnya satu gerbong dengan eks rivalnya di 2017 yakni Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan PDIP serta tendensi politik dinasti di dalamnya, termasuk yang terjadi pada Pramono.

Siasat Prabowo Akui Sengketa LCS

Pemerintahan Prabowo disorot karena ‘akui’ klaim tumpang tindih LCS dalam joint statement Tiongkok. Mungkinkah ada siasat strategis di baliknya?

Rahasia Triumvirat Teddy, AHY, dan Hegseth?

Terdapat kesamaan administrasi Presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump dengan Presiden Prabowo Subianto, yakni mempercayakan posisi strategis kepada sosok berpangkat mayor. Kiranya, terdapat rahasia tertentu di balik kesamaan itu yang dapat mendukung support dalam dimensi tertentu ke pemerintahan masing-masing. Mengapa demikian?

Anies Di-summon PKS!

Ahmad Syaikhu in a battle against Dedi be like, “I summon Anies Baswedan!”  #Anies #AniesBaswedan #PilkadaJawaBarat #AhmadSyaikhu #IlhamHabibie #PKS #pinterpolitik #infografis #politikindonesia #beritapolitik #beritapolitikterkini

Betulkah Jokowi Melemah? 

Belakangan mulai muncul pandangan bahwa pengaruh politik Jokowi kian melemah, hal tersebut seringnya diatribusikan dengan perkembangan berita judi online yang kerap dikaitkan dengan Budi Arie, dan kabar penangguhan jabatan doktor Bahlil Lahadalia, dua orang yang memang dulu disebut dekat dengan Jokowi. Tapi, apakah betul Jokowi sudah melemah pengaruhnya? 

More Stories

Siasat Prabowo Akui Sengketa LCS

Pemerintahan Prabowo disorot karena ‘akui’ klaim tumpang tindih LCS dalam joint statement Tiongkok. Mungkinkah ada siasat strategis di baliknya?

Prabowo, Kunci Kembalinya Negara Hadir?

Dalam kunjungan kenegaraan Prabowo ke Tiongkok, sejumlah konglomerat besar ikut serta dalam rombongan. Mungkinkah negara kini kembali hadir?

Prabowo dan “Kebangkitan Majapahit”

Narasi kejayaan Nusantara bukan tidak mungkin jadi landasan Prabowo untuk bangun kebanggaan nasional dan perkuat posisi Indonesia di dunia.