Ketum PKB Muhaimin Iskandar (Cak Imin) mengibaratkan partainya dengan seekor lebah yang dianggapnya memiliki manfaat bagi manusia tetapi bisa juga menjadi berbahaya apabila diganggu. Kira-kira, seberapa menyakitkan “sengatan” Cak Imin ini?
PinterPolitik.com
“This my turf b***h, you can’t sting on me” – Young Thug, penyanyi rap asal Amerika Serikat
Kecintaan para politisi terhadap simbol-simbol hewan sepertinya tidak pernah habis. Setelah cebong, kampret, dan cebong bersayap, tampaknya terdapat hewan lain yang siap berkompetisi dalam dinamika politik Indonesia.
Hewan ini kali ini berasal dari kelompok serangga yang dianggap bermanfaat sekaligus berbahaya. Kemunculan hewan politik lebah ini terjadi di tengah-tengah kegiatan dan perayaan Harlah (hari lahir) PKB ke-21 kemarin.
Ketum PKB Muhaimin Iskandar (Cak Imin) berharap partainya dapat senantiasa memberikan manfaat bagi masyarakat Indonesia bagaikan seekor lebah. Namun, di sisi lain, kemenakan Presiden keempat Abdurrahman Wahid (Gus Dur) tersebut turut mengingatkan bahwa lebah juga bisa menjadi berbahaya dengan sengatannya apabila diganggu.
PekaBEE https://t.co/50OW7B2qIh
— A Muhaimin Iskandar (@cakimiNOW) July 23, 2019
Kecintaan Cak Imin terhadap hewan lebah ini tidak hanya disalurkan dalam pidatonya saja. Sang ketum PKB tersebut juga dengan bangga mengenakan jaket PKBee yang disertai dengan gambar lebah.
Pertanyaan yang timbul kemudian adalah alasan apa di balik penggunaan simbol lebah oleh Cak Imin tersebut. Lalu, seberapa besarkah efek yang ditimbulkan oleh “sengatan” lebah tersebut?
“Sengatan” untuk Siapa?
Dengan simbol lebah, Cak Imin mungkin ingin menempelkan pesan tertentu terhadap partai yang dipimpinnya. Selain itu, penggunaan simbol hewan tersebut bisa jadi juga ditujukan untuk memberikan pesan politik implisit tertentu.
Penggunaan simbol hewan bukanlah hal baru dalam politik. Beberapa simbol hewan dalam politik yang cukup dikenal adalah keledai dan gajah di Amerika Serikat (AS).
Esai milik Etienne Benson dalam sebuah buku yang berjudul Making Animal Meaning menjelaskan bahwa jejak-jejak yang ditinggalkan oleh hewan turut membangun narasi dan pemahaman tentang hewan dalam kehidupan kita. Pemahaman atas manfaat dan ancaman yang bisa diberikan oleh lebah inilah yang menjadi dasar bagi penggunaan simbol lebah oleh Cak Imin dan PKB.
Namun, pemahaman tersebut tentunya dapat digunakan untuk menyampaikan pesan politik tertentu karena penggunaan bahasa kerap memainkan peran vital dalam retorika politik.
Penggunaan lebah oleh Cak Imin dan PKB tersebut bisa jadi merupakan kiasan atau pengibaratan (allusion) terhadap realita yang terjadi. Gunta Rozina dan Indra Karapetjana dalam tulisan mereka yang berjudul The Use of Language in Political Rhetoric menjelaskan bahwa bahasa yang digunakan politisi bisa saja mengandung referensi mental yang implisit.
Rozina dan Karapetjana mencontohkan pengibaratan ini dengan beberapa kasus di berbagai negara. Salah satunya adalah frase “the three musketeers” yang digunakan oleh media The Baltic Times pada tahun 2006 untuk menggambarkan kedekatan dan keberanian pemimpin-pemimpin di negara-negara Baltik.
Lalu, bagaimana dengan Cak Imin dan sengatan lebahnya?
Bahasa yang digunakan politisi bisa saja mengandung referensi mental yang implisit. Share on XBerkaca pada penggunaan pengibaratan yang dijelaskan oleh Rozina dan Karapetjana, penggunaan lebah oleh Cak Imin bisa jadi merupakan bentuk referensi implisit yang digunakan untuk mengisi diskursus politik. Bisa jadi, penggunaan lebah oleh Cak Imin ini berkaitan dengan politik kumpul kebo (kumbo) atau kohabitasi yang tengah dilakukan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri dengan Prabowo Subianto dan Gerindra.
Keterkaitan pemaknaan lebah Cak Imin dengan negosiasi jatah menteri partai-partai Koalisi Indonesia Kerja (KIK) ini semakin mentereng dengan adanya pertemuan antara dirinya dan Ketum Nasdem Surya Paloh beberapa waktu sebelumnya. Paloh sendiri mengingatkan bahwa koalisinya telah memberikan sumbangsih dalam Pilpres dan Pileg 2019.
Lebah dan sengatannya ala Cak Imin ini boleh jadi digunakan untuk menyampaikan penolakannya terhadap kemungkinan kumbo tersebut. Apalagi, usai kegiatan Harlah PKB ke-21 tersebut, Ketum PKB tersebut kembali melontarkan kesepakatannya terhadap pernyataan Nasdem yang menolak adanya partai baru dalam koalisi Jokowi-Ma’ruf Amin.
Pertanyaannya kemudian adalah sejauh mana gertakan Cak Imin terhadap upaya kumbo Jokowi tersebut dapat berpengaruh. Apakah lebah Cak Imin benar-benar dapat “menyengat” Jokowi?
Menakar “Sengatan” Cak Imin
Penggunaan dan ucapan terkait simbol lebah oleh Cak Imin dan PKB bisa jadi merupakan upaya untuk menggertak beberapa pihak yang terlibat dalam politik kumbo Jokowi. Namun, “sengatan” lebah tersebut belum tentu dapat berpengaruh besar pada upaya kumbo tersebut.
Pasalnya, dalam sejarah perpolitikan Indonesia, partai-partai Islam seperti PKB tidak memiliki pengaruh sekuat partai-partai nasionalis seperti PDIP, Golkar, dan Gerindra. Dalam Pileg 2019 lalu misalnya, PKB hanya memperoleh suara sebesar 9,69 persen – jauh lebih kecil dibandingkan dengan PDIP memperoleh 19,33 persen.
Catriona Croft-Cusworth dalam tulisannya di The Interpreter menjelaskan bahwa partai-partai nasionalis seperti PDIP, Golkar, Gerindra, dan Demokrat memiliki beberapa kelebihan dibandingkan partai-partai Islam, yaitu fleksibilitas, kemiripan ideologi partai Islam dengan partai nasionalis, serta kebijakan kesejahteraan yang disediakan oleh partai-partai nasionalis.
Namun, Cak Imin tampaknya telah menyiapkan kekuatan “sengatan” dari sebelum-sebelumnya. PKB kini disebut-sebut tengah menggenggam kepengurusan organisasi Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU) – kelompok Muslim yang dinilai telah memberikan kontribusi besar bagi perolehan suara Jokowi-Ma’ruf.
Greg Fealy dari Australian National University (ANU) dalam tulisannya di New Mandala menjelaskan bahwa Cak Imin memiliki strategi PKB-isasi NU yang dilakukan dengan pendistribusian biaya dan aset kepada organisasi tersebut. Dengan begitu, PKB mendapatkan dukungan politik dari petinggi-petinggi NU, seperti Said Aqil Siradj dan Ma’ruf.
Boleh jadi, kekuatan PKB-NU inilah yang dijadikan senjata bagi Cak Imin dalam setiap upayanya untuk menggertak Jokowi. Bahkan, gertakan terhadap Mantan Wali Kota Solo tersebut pernah dilakukan kelompoknya sebelum Pilpres 2019 terkait pemilihan cawapres.
Meski Cak Imin memperoleh dukungan besar dari petinggi-petinggi NU, tidak semua komponen organisasi tersebut satu suara dengan ketum PKB tersebut. Yenny Wahid dan beberapa elemen Gusdurian misalnya, kerap memiliki perbedaan pendapat dengan Cak Imin, seperti mengenai gagasan Sudurisme – kombinasi gagasan Sukarno dan Gus Dur – dan keinginan NU untuk mendapatkan jatah menteri dalam kabinet Jokowi 2.0.
Hal ini dapat membuat kekuatan NU milik Cak Imin tak bisa dikatakan benar-benar utuh untuk jadi “sengatan.” Apalagi, sejauh ini Yenny Wahid sendiri cenderung masih memberikan dukungannya kepada Jokowi. Di sisi lain, Cak Imin sendiri disebut-sebut masih memiliki “dosa” dalam suatu kasus korupsi yang diduga melibatkannya ketika masih menjadi Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi di era kepresidenan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Kubu Jokowi bisa saja menjerat Cak Imin dengan memunculkan kembali kasus tersebut melalui Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Selama ini, pemerintahan Jokowi disinyalir melakukan strategi jerat-rangkul terhadap lawan-lawan politiknya, sehingga hal itu bisa terjadi kembali bila Cak Imin benar-benar akan “menyengat.”
Dengan faktor-faktor tersebut, “sengatan” lebah Cak Imin bisa jadi tidak begitu menyakitkan bagi Jokowi. Pada akhirnya, “sengatan” tersebut mungkin tidak terlalu berpengaruh bagi laju upaya kumbo yang tengah terjadi.
Jika memang “sengatan” tersebut tak akan terlalu berarti bagi Jokowi, mungkin lirik rapper Young Thug di awal tulisan dapat menggambarkan situasi ini. Boleh jadi, “sengatan” tersebut tidak akan benar-benar berpengaruh terhadap geng kumbo yang mungkin tengah menguasai “turf” pemerintahan. Mari kita tunggu dan lihat “sengatan” dari PKBee ini. (A43)
► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik