HomeNalar PolitikKiprah Mewah Alumni Timur Tengah

Kiprah Mewah Alumni Timur Tengah

Mereka yang pernah mengenyam pendidikan di Timur Tengah tampak memiliki peran dan pengaruh tersendiri di negeri ini. Tampak bahwa ada hal khusus yang dihadirkan negeri-negeri di sana bagi orang yang mencicipi ilmu di wilayah tersebut.


Pinterpolitik.com

Pilpres 2019 memunculkan sejumlah tokoh yang kerap hilir mudik di media. Tidak hanya sekadar tampil, tokoh-tokoh ini kerap kali memiliki kemampuan untuk menarik perhatian publik, bahkan dalam kadar tertentu memobilisasi gerakan masyarakat.

Jika diperhatikan, di antara tokoh-tokoh tersebut ada yang memiliki latar belakang serupa, yaitu sama-sama pernah mengenyam pendidikan di negara-negara Timur Tengah. Ada yang menyelesaikan studi formal di negara-negara teluk tersebut, ada pula yang menempuh jalur studi yang tak institusional.

Nama pendakwah tenar seperti Rizieq Shihab, Bachtiar Nasir dan Abdul Somad yang tak ragu menunjukkan afiliasi politiknya kepada Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno misalnya, adalah beberapa di antaranya. Di luar nama penceramah, ada pula tokoh yang aktif di dunia politik, seperti politisi PKS Hidayat Nur Wahid.

Merujuk pada kondisi-kondisi tersebut, menarik untuk dilihat mengapa sosok-sosok yang pernah menimba ilmu di Timur Tengah ini menjadi amat berpengaruh. Adakah hal spesifik yang dimiliki oleh negara-negara tersebut, sehingga bisa membuat lulusannya terlihat berbeda?

Jejak Sejarah

Di masa sekarang, banyak orang mungkin mengenal dunia pendidikan Timur Tengah melalui novel fenomenal Ayat-ayat Cinta karya Habiburrahman El Shirazy yang bersekolah di Universitas Al-Azhar Kairo. Meski penggambaran itu sangat populer, sebenarnya jejak orang Nusantara berpendidikan Timur Tengah dapat ditelusuri lebih jauh.

Di masa pra kemerdekaan, orang-orang Nusantara sudah mulai bersentuhan dengan pendidikan di negara-negara Timur Tengah. Di antara tokoh-tokoh tersebut, beberapa nama bahkan tergolong mahsyur hingga kini dan terlibat cukup aktif dalam perkembangan masyarakat Nusantara.

Nama KH Ahmad Dahlan yang merupakan pendiri Muhammadiyah menjadi salah satu nama yang tergolong ke dalam hal tersebut. Persinggungannya dengan pemikiran tokoh seperti Muhammad Abduh, Jamaluddin Al Afghani, dan Rasyid Ridha membawa pembaruan dalam pergerakan Islam di Tanah Air melalui Muhammadiyah.

Beragam alumni Timur Tengah memberi pengaruh dalam politik Indonesia. Share on X

Ahmad Dahlan berinteraksi dengan pemikiran seperti itu ketika ia pergi haji ke Tanah Suci Mekkah dan tinggal di sana. Setelah pulang, ia menjadi salah satu sosok reformis Islam paling besar di Indonesia, bahkan melebihi Muhammad Abduh jika meminjam kata-kata Robert W Hefner, Indonesianis asal Amerika Serikat (AS).

Tak hanya itu, ada pula sosok KH Hasyim Asy’ari yang terkenal karena mendirikan Nahdlatul Ulama (NU). Ulama bergelar  Hadratussyekh ini juga pernah bermukim di Tanah Suci Mekkah dan berinteraksi dengan ulama-ulama yang ada di sana.

Dikisahkan bahwa Hasyim juga berinteraksi dengan pemikiran tokoh modernis Muhammad Abduh melalui tafsir Al-Manar. Meski demikian, ia hanya mengagumi rasionalitasnya dan tak sepenuhnya mengadopsi pemikiran Abduh. Selain bertemu pemikiran Abduh, Hasyim juga berinteraksi dengan ulama-ulama lain. Hal ini menjadi bekal cukup mumpuni ketika ia kembali ke Tanah Air dan membesarkan NU.

Baca juga :  Prabowo and The Nation of Conglomerates

Di luar dua tokoh itu, tentu ada banyak tokoh-tokoh lain yang membawa semangat atau gagasan baru setelah pulang dari Timur Tengah di era pra kemerdekaan. Hal ini menjadi gambaran bahwa tanah di Asia Barat ini seperti memberikan pengaruh tersendiri bagi mereka yang menimba ilmu di sana.

Memberi Pengaruh

Di masa sekarang, tokoh-tokoh yang mendapatkan edukasi dari Timur Tengah dan menjadi amat populer juga tergolong banyak. Tokoh-tokoh ini tersebar dalam berbagai spektrum politik dan mewakili berbagai organisasi serta partai politik.

Destinasi dari tokoh-tokoh yang belakangan hilir mudik ini cenderung berbeda jika dibandingkan tokoh-tokoh sejarah. Jika dahulu pendidikan mereka diawali dengan ibadah haji ke tanah suci, terjadi pergeseran di mana mereka kini umumnya menempuh pendidikan formal di universitas. Arab Saudi dan Mesir menjadi sumber pengetahuan dari tokoh-tokoh yang kini muncul di muka publik.

Nama yang paling terkemuka salah satunya mungkin adalah Rizieq Shihab, sang pendiri Front Pembela Islam (FPI) dan juga pentolan utama Aksi 212. Rizieq diketahui pernah menempuh pendidikan di King Saud University Riyadh, Arab Saudi.

Tak hanya menelurkan Rizieq, Arab Saudi juga menempa sosok Bachtiar Nasir yang adalah mantan Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Majelis Ulama Indonesia (MUI). Meski begitu, perguruan tinggi yang jadi pelabuhan Nasir berbeda dengan Rizieq. Sekjen Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) ini menimba ilmu di Universitas Islam Madinah.

Dari Mesir, ada sosok Abdul Somad yang belakangan menjadi sosok ustaz yang amat berpengaruh di media sosial. Penceramah asal Riau ini menjadi alumnus Universitas Al Azhar Kairo, Mesir yang memang menjadi destinasi pendidikan banyak mahasiswa asal Indonesia.

Al Azhar juga menghasilkan sosok lain yang belakangan kerap hilir mudik di media, yaitu mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat, M. Zainul Majdi atau kerap disapa Tuan Guru Bajang (TGB). Sosok ini tak hanya mampu menyedot  massa dalam perkara agama saja, tetapi juga sempat dianggap potensial dalam politik saat dibicarakan sebagai salah satu bakal cawapres bahkan capres.

Sebenarnya masih ada tokoh-tokoh alumni Al Azhar lain yang amat disegani di negeri ini. Sosok-sosok seperti Quraish Shihab, Alwi Shihab, Mustofa Bisri juga menjadi figur-figur yang amat didengarkan petuahnya dalam perkara apapun.

Serupa dengan era pra kemerdekaan, tokoh-tokoh tersebut tergolong memiliki pengaruhnya masing-masing. Rizieq dan Nasir misalnya, menjadi sosok yang amat berpengaruh melalui kiprah mereka dalam Aksi 212 dan GNPF MUI. Sementara itu, sosok TGB menjadi salah satu wakil utama Joko Widodo (Jokowi) dalam menangkal isu agama yang ditudingkan kepadanya sepanjang gelaran Pilpres 2019.

Ingin Lakukan Perubahan

Dalam kadar tertentu, para ulama atau tokoh lulusan Timur Tengah ini banyak yang bersingungan dengan pemikiran atau gerakan Islam transnasional. Salah satu gejala paling awal ini misalnya dapat dilihat dalam gerakan kaum Paderi di Sumatera Barat.

Gerakan tersebut dimotori oleh orang-orang yang sempat bermukim di Timur Tengah yang mendapatkan pemikiran dari gerakan Islam transnasional. Pandangan transnasionalis ini dikemukakan oleh Delmus Puneri Salim dalam tulisan The Transnational and the Local in the Politics of Islam.

Tak hanya itu, Azyumardi Azra dalam The Origins Of Islamic Reformism In Southeast Asia menggambarkan bahwa jejaring di antara ulama berpendidikan Timur Tengah ini memberi pengaruh kepada pemikiran mereka.

Dalam banyak kasus, interaksi ini membuat mereka ingin melakukan reformasi saat kembali ke Tanah Air. Kiprah Ahmad Dahlan bersama Muhammadiyah dapat menjadi salah satu contoh utama dari hal ini. Di era terkini, aspirasi untuk melakukan reformasi ini terlihat dari tokoh-tokoh yang terlibat sangat aktif dan ingin memberikan pengaruh.

Di luar itu, negara yang menjadi tujuan studi juga memang terkadang memiliki agenda tersendiri. Dalam catatan Carolyn Nash misalnya, Arab Saudi memiliki strategi dengan menggunakan pendidikan untuk memperkuat pengaruhnya di wilayah Asia Tenggara.

Sementara itu, Al Azhar memiliki agenda yang berbeda yang dititipkan kepada para alumnusnya. Universitas yang berdiri di era Dinasti Fatimiyah ini menekankan pada manhajul wasathiyyah atau garis moderat, sehingga inilah yang diharapkan bisa dibawa oleh para alumnusnya.

Merujuk pada kondisi-kondisi tersebut, tidak heran jika kita belakangan ini banyak melihat sosok-sosok alumni Timur Tengah di kancah politik Indonesia. Sejak dahulu, mereka memang terpapar gagasan-gagasan reformis, sehingga ketika pulang, ada kecenderungan dari mereka untuk tampil dan menjadi sosok berpengaruh.

Oleh karena itu, wajar jika sosok seperti Bachtiar Nasir, Rizieq Shihab, atau Abdul Somad mampu menarik banyak massa dan dimanfaatkan pengaruhnya.

Pada akhirnya, patut ditunggu bagaimana kiprah para alumni Timur Tengah ini dalam menghadapi hasil Pilpres 2019. Apakah mereka akan berperan aktif dalam proses tersebut, merupakan pertanyaan yang masih perlu dijawab dalam waktu dekat. (H33)

Artikel Sebelumnya
Artikel Selanjutna
spot_imgspot_img

#Trending Article

Segitiga Besi Megawati

Relasi Prabowo Subianto dan Megawati Soekarnoputri kini memasuki babak baru menyusul wacana pertemuan dua tokoh tersebut.

Prabowo & Hybrid Meritocracy Letnan-Mayor

Promosi Letjen TNI Kunto Arief Wibowo sebagai Pangkogabwilhan I di rotasi perdana jenderal angkatan bersenjata era Presiden Prabowo Subianto kiranya mengindikasikan pendekatan baru dalam relasi kekuasaan dan militer serta dinamika yang mengiringinya, termasuk aspek politik. Mengapa demikian?

The Real Influence of Didit Hediprasetyo?

Putra Presiden Prabowo Subianto, Didit Hediprasetyo, memiliki influence tersendiri dalam dinamika politik. Mengapa Didit bisa memiliki peran penting?

Keok Pilkada, PKS Harus Waspada? 

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjadi salah satu partai yang paling tidak diuntungkan usai Pemilu 2024 dan Pilkada 2024. Mungkinkah hal ini jadi bahaya bagi PKS dalam waktu mendatang?

Prabowo and The Nation of Conglomerates

Dengarkan artikel ini: Sugianto Kusuma atau Aguan kini jadi salah satu sosok konglomerat yang disorot, utamanya pasca Menteri Tata Ruang dan Agraria Nusron Wahid mengungkapkan...

Megawati and The Queen’s Gambit

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mungkin akan dielu-elukan karena dinilai brilian dengan menunjuk Pramono Anung sebagai calon gubernur dibandingkan opsi Ahok atau Anies Baswedan, sekaligus mengalahkan endorse Joko Widodo di Jakarta. Namun, probabilitas deal tertentu di belakangnya turut mengemuka sehingga Megawati dan PDIP bisa menang mudah. Benarkah demikian?

Gibran Wants to Break Free?

Di tengah dinamika politik pasca-Pilkada 2024, seorang wapres disebut ingin punya “kebebasan”. Mengapa Gibran Rakabuming wants to break free?

Ada Operasi Intelijen Kekacauan Korea Selatan? 

Polemik politik Korea Selatan (Korsel) yang menyeret Presiden Yoon Suk Yeol jadi perhatian dunia. Mungkinkah ada peran operasi intelijen dalam kekacauan kemarin? 

More Stories

Membaca Siapa “Musuh” Jokowi

Dari radikalisme hingga anarko sindikalisme, terlihat bahwa ada banyak paham yang dianggap masyarakat sebagai ancaman bagi pemerintah. Bagi sejumlah pihak, label itu bisa saja...

Untuk Apa Civil Society Watch?

Ade Armando dan kawan-kawan mengumumkan berdirinya kelompok bertajuk Civil Society Watch. Munculnya kelompok ini jadi bahan pembicaraan netizen karena berpotensi jadi ancaman demokrasi. Pinterpolitik Masyarakat sipil...

Tanda Tanya Sikap Gerindra Soal Perkosaan

Kasus perkosaan yang melibatkan anak anggota DPRD Bekasi asal Gerindra membuat geram masyarakat. Gerindra, yang namanya belakangan diseret netizen seharusnya bisa bersikap lebih baik...