HomeNalar PolitikPrabowo, Efek Kejut Kampanye Akbar

Prabowo, Efek Kejut Kampanye Akbar

Pada Pilpres 2014 lalu, Jokowi mendulang sukses ketika mengadakan Konser Salam Dua Jari di mana ia berhasil menarik pemilih dan membuatnya meraih kursi istana. Kini, kemeriahan kampanye akbar paslon nomor urut 02, Prabowo-Sandiaga yang berlangsung pada Minggu kemarin seolah mengulang kisah tersebut. Akankah ini pertanda digdaya sang penantang?


PinterPolitik.com

[dropcap]R[/dropcap]asa-rasanya belum hilang ingatan tentang aksi berjilid-jilid yang terjadi pada akhir 2016 hingga sepanjang 2017 dan 2018 lalu. Kini perhatian masyarakat kembali terarah pada kampanye akbar pasangan capres-cawapres nomor urut 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno pada hari Minggu, 7 April 2019 yang lalu.

Acara yang digelar di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK) tersebut berhasil menyita perhatian masyarakat luas akibat jumlah massa yang luar biasa besar. Meskipun masih diperdebatkan, pihak penyelenggara acara mengklaim bahwa massa yang hadir mencapai satu juta pengunjung.

Selain itu, berbagai mitos dan fakta lainnya seputar kampanye akbar ini juga turut menyelimuti pemberitaan di berbagai media.

Beberapa janji politik Prabowo juga menyeruak di tengah orasinya. Ia misalnya menyinggung soal jaminan kebebasan berpendapat dan mencegah kriminalisasi ulama, memperbaiki ekonomi dan kesejahteraan rakyat, memberantas korupsi hingga ke akar, sampai berjanji untuk memulangkan Habib Rizieq Shihab dari Arab Saudi.

Namun, pihak rival politik yang notabene adalah kubu petahana, mencibir kampanye ini dengan dingin. Melalui sang cawapres, Ma’ruf Amin, kampanye akbar ini disebut biasa-biasa saja. Sang kiai bahkan membandingkannya dengan kampanye Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 2014 lalu yang disebutnya lebih meriah dan lebih banyak pesertanya dibandingkan dengan kampanye akbar milik Prabowo-Sandi tersebut.

Tak sedikit pula yang menyamakan kampanye akbar ini layaknya Reuni Aksi 212 atau aksi serupa yang digerakkan oleh orang-orang yang sama. Sehingga, menjadi penting untuk menakar dampak politik dari adanya kampanye akbar tersebut. Apalagi, kubu petahana juga disebut-sebut akan mengadakan acara serupa pada tanggal 13 April nanti.

Lalu, mungkinkah acara kampanye akbar Prabowo-Sandi ini memiliki dampak politik yang cukup signifikan mengingat waktu pencoblosan hanya tinggal beberapa hari lagi?

Meraih Rally Effect

Dalam sebuah kegiatan kampanye, sangat wajar jika para politisi atau kandidat yang akan bertarung menghadirkan banyak massa, termasuk yang terjadi pada Prabowo-Sandi. Ada efek yang coba untuk diraih dari besarnya jumlah massa tersebut.

Adalah teori tentang rally-round-the-flag effect yang merupakan sebuah konsep di mana political rally atau kampanye politik memiliki andil yang cukup besar dalam mempengaruhi pilihan politik masyarakat. Hal ini terutama berkaitan dengan meningkatnya popularitas seorang kandidat yang disebabkan oleh faktor-faktor tertentu.

Secara spesifik, John Mueller, Profesor Politik dari Ohio State University menyebut bahwa rally-round-the-flag effect ini adalah salah satu faktor yang mampu meningkatkan popularitas dengan syarat rally atau kampanye jenis ini harus memiliki tujuan yang spesifik, dramatis dan fokus terhadap isu tertentu.

Hal ini berkaitan dengan efek simbolis yang ditampilkan, sebuah kampanye juga akan mempengaruhi candidate approval atau penerimaan/kepuasan terhadap kandidat yang akan memunculkan dukungan secara luas sebagai efek lanjutannya.

Rally-round-the-flag effect inilah yang coba diraih oleh mantan Presiden Amerika Serikat (AS) Goerge W. Bush, di mana ia mendapatkan approval rating yang cukup tinggi dalam kampanyenya ketika ia membawa isu-isu spesifik bagi kepentingan AS, katakanlah seperti dalam kebijakan tentang perang Irak. Lembaga survei Gallup mencatat Bush mendapatkan approval rating hingga 89 persen dari masyarakat AS kala itu.

Dalam konteks di Indonesia, efek semacam itu sepertinya yang tengah dikejar oleh kubu Prabowo-Sandi sebelum hari pencoblosan.

Meskipun banyak pihak yang pro dan kontra – katakanlah salah satunya dari Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terkait semangat politik identitas dan eksklusivisme – nyatanya kampanye akbar kemarin cukup menyedot antusiasme massa.

Berkaca pada Pilgub DKI Jakarta di tahun 2016 lalu, penggunaan masa demi meraih dukungan populer ini cukup efektif untuk meraih simpati politik lewat Aksi Bela Islam.

Dengan melibatkan massa yang cukup besar serta membawa isu yang spesifik dan dramatis, akhirnya mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau BTP harus tumbang.

Pasca Aksi Bela Islam itulah disebut-sebut bahwa Prabowo memiliki kedekatan secara khusus dengan kelompok massa ini. Kedekatannya dengan kelompok ini merupakan salah satu keuntungan politik tersendiri, di mana ia bisa kapan saja memanfaatkannya untuk mengejar efek rally-round-the-flag effect tersebut.

Dalam konteks kampanye akbar, jika dilihat komposisinya, massa yang terlihat hadir di dalamnya memang merupakan segmen pemilih yang berasal dari kelompok-kelompok yang berafiliasi dengan gerakan alumni 212.

Narasi yang dibawa pun juga memiliki kemiripan dengan berbagai aksi 212 sebelumnya, yakni dengan mengusung tema “putihkan GBK” beserta embel-embel kesalehan Islam lainnya.

Jokowi Kalah Saing?

Apa yang dikejar dari kampanye akbar ala Prabowo kemarin merupakan efek kejut yang tak terduga dan berpotensi mempengaruhi pemilih menjelang hari pencoblosan.

Dalam konteks ini, bisa jadi kehadiran massa yang besar akan membawa efek ikut-ikutan yang menunjukkan kecenderungan pemilih untuk ikut memilih tokoh yang terlihat didukung oleh banyak pihak.

Berkaca dari Pemilu sebelumnya di tahun 2014, efek kejut ini cukup bekerja dalam memenangkan sosok Jokowi. Hal ini terlihat dari konsep kampanye Konser Salam Dua Jari yang dilaksanakan kala itu.

Bahkan, menurut Rifky Rahman Dwi Putra dalam salah satu tulisannya menyebut Konser Salam Dua Jari sebagai sebuah tontonan yang mampu mempengaruhi posisi tawar pasangan Jokowi-Jusuf Kalla dalam Pilpres 2014.

Sebagai bentuk political rally, acara seperti itu memang dirancang untuk menunjukkan antusiasme pemilih terhadap suatu kandidat. Hal ini selaras dengan pendapat Keith R. Sanders dan Lynda Lee Kaid, yang menyebut bahwa kandidat yang melakukan rally semacam ini ini akan mendapatkan sorotan berita yang berharga untuk popularitas dan elektabilitasnya.

Lebih lanjut, Sanders dan Kaid menyebutkan setidaknya ada dua hal yang bisa menyebabkan political rally mendapatkan sorotan media, yakni jika acara itu berhasil diatur dengan baik dan adanya pidato yang disampaikan secara dramatis.

Dua hal tersebut nampaknya yang menjadi keunggulan Jokowi pada 2014 lalu. Berkat didukung oleh jumlah musisi dan pelaku ekonomi kreatif yang cukup banyak, ditambah besarnya jumlah massa yang hadir, serta lagu “Salam Dua Jari” yang digubah khusus untuk kepentingan kampanye, hal tersebut menjadi sumber pemberitaan di berbagai media massa dan berdampak  pada atensi masyarakat secara luas.

Bahkan kala itu, Jokowi menyebut konser kampanye ini sebagai manifestasi dari kekuatan rakyat atau people power, mengingat pada saat itu, mantan Wali Kota Solo itu merupakan sebuah fenomena baru dalam kancah perpolitikan tanah air.

Menjelang hari pemungutan suata, Jokowi kini bertaruh popularitas dengan kampanye akbar Prabowo-Sandi yang telah berlangsung.

Dengan pernyataan Ma’ruf Amin yang menyebut akan digelarnya konser serupa dengan yang terjadi di 2014 pada 13 April mendatang, tentu beban moral dan beban politik yang akan dihadapi petahana cukup berat.

Hal yang menjadi pertanyaannya adalah, bisakah Jokowi kembali mendulang sukses seperti tahun 2014, atau jangan-jangan pemberitaan media tentang kehebohan kampanye akbar Prabowo lebih mampu menarik perhatian para pemilih mengambang.

Apa yang terjadi di GBK bisa menjadi pukulan telak bagi Jokowi, di mana jika ia gagal mengulang sukses dari Konser Salam Dua Jari di 2014 lalu, boleh jadi ia akan tersungkur oleh efek kejut mobilisasi massa dalam acara kampanye akbar Prabowo-Sandi. Menarik untuk ditunggu kelanjutannya. (M39)

Baca juga :  Rp10 Ribu Bisa Makan Apa?
spot_imgspot_img

#Trending Article

Segitiga Besi Megawati

Dengarkan artikel ini: Relasi Prabowo Subianto dan Megawati Soekarnoputri kini memasuki babak baru menyusul wacana pertemuan dua tokoh tersebut. Meski belum juga terjadi, banyak yang...

Prabowo & Hybrid Meritocracy Letnan-Mayor

Promosi Letjen TNI Kunto Arief Wibowo sebagai Pangkogabwilhan I di rotasi perdana jenderal angkatan bersenjata era Presiden Prabowo Subianto kiranya mengindikasikan pendekatan baru dalam relasi kekuasaan dan militer serta dinamika yang mengiringinya, termasuk aspek politik. Mengapa demikian?

The Real Influence of Didit Hediprasetyo?

Putra Presiden Prabowo Subianto, Didit Hediprasetyo, memiliki influence tersendiri dalam dinamika politik. Mengapa Didit bisa memiliki peran penting?

Keok Pilkada, PKS Harus Waspada? 

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjadi salah satu partai yang paling tidak diuntungkan usai Pemilu 2024 dan Pilkada 2024. Mungkinkah hal ini jadi bahaya bagi PKS dalam waktu mendatang?

Prabowo and The Nation of Conglomerates

Dengarkan artikel ini: Sugianto Kusuma atau Aguan kini jadi salah satu sosok konglomerat yang disorot, utamanya pasca Menteri Tata Ruang dan Agraria Nusron Wahid mengungkapkan...

Megawati and The Queen’s Gambit

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mungkin akan dielu-elukan karena dinilai brilian dengan menunjuk Pramono Anung sebagai calon gubernur dibandingkan opsi Ahok atau Anies Baswedan, sekaligus mengalahkan endorse Joko Widodo di Jakarta. Namun, probabilitas deal tertentu di belakangnya turut mengemuka sehingga Megawati dan PDIP bisa menang mudah. Benarkah demikian?

Gibran Wants to Break Free?

Di tengah dinamika politik pasca-Pilkada 2024, seorang wapres disebut ingin punya “kebebasan”. Mengapa Gibran Rakabuming wants to break free?

Ada Operasi Intelijen Kekacauan Korea Selatan? 

Polemik politik Korea Selatan (Korsel) yang menyeret Presiden Yoon Suk Yeol jadi perhatian dunia. Mungkinkah ada peran operasi intelijen dalam kekacauan kemarin? 

More Stories

Ahmad Dhani, Paradoks Politisi Selebritis?

Prediksi tentang lolosnya beberapa artis ke Senayan memunculkan kembali skeptisme tentang kualifikasi yang mereka tawarkan sebagai representasi rakyat. Layakkah mereka menjadi anggota dewan? PinterPolitik.com Popularitas mungkin...

Prahara Prabowo dan Ijtima Ulama

Kedatangan Prabowo di forum Ijtima Ulama III sehari yang lalu menyisakan sejuta tanya tentang masa depan hubungan antara mantan Danjen Kopassus ini dengan kelompok...

Vietnam, Ilusi Poros Maritim Jokowi

Insiden penabrakan kapal Vietnam ke kapal TNI AL di perairan Natuna Utara menghidupkan kembali perdebatan tentang doktrin poros maritim yang selama ini menjadi kebijakan...