HomeNalar Politik‘Perang Halal’ Ma’ruf vs Sandi

‘Perang Halal’ Ma’ruf vs Sandi

Ma’ruf Amin dan Sandiaga Uno sama-sama membawa wacana industri halal dalam kampanyenya masing-masing.


Pinterpolitik.com

[dropcap]U[/dropcap]rusan produk dan industri halal kini memasuki gelanggang Pilpres 2019. Penyebabnya, cawapres dari masing-masing kubu sama-sama memiliki ide untuk memajukan industri halal di Indonesia. Baik Ma’ruf Amin maupun Sandiaga Uno sama-sama mempunyai sejarah panjang terkait dengan industri halal tersebut.

Hal ini sebenarnya menghangat salah satuya karena Sandiaga mewacanakan untuk menciptakan wisata halal di Pulau Dewata Bali. Sandi, sebagai seorang pelaku usaha, tampak mengamati tingginya potensi industri dan terutama wisata halal sebagai sesuatu yang seharusnya bisa lebih dimanfaatkan.

Di lain pihak, Ma’ruf, sebagai seorang ulama yang banyak terkait dengan industri itu tampak tak mau kalah. Sang kiai menyebut bahwa ia sudah lebih dahulu memperjuangkan industri halal dan ekonomi syariah sejak bertahun-tahun yang lalu.

Terlihat bahwa perkara industri halal akan menjadi medan perang bagi para cawapres dalam Pilpres 2019. Lalu bagaimana perang ini akan berlangsung nantinya? Siapa yang lebih unggul dalam urusan industri dan ekonomi halal ini?

Potensi Industri Halal

Potensi industri halal sebenarnya memang tergolong amat tinggi. Diberitakan bahwa pasar ekonomi industri ini mencapai US$ 1,8 triliun per tahunnya. Angka ini tergolong menjanjikan jika mampu digarap dan dimanfaatkan dengan baik.

Sayangnya, Indonesia tampak belum bisa mengapitalisasi hal tersebut secara sempurna. Berdasarkan Global Islamic Economic Indicator 2015, Indonesia hanya menduduki peringkat sepuluh dalam industri halal dunia. Negeri ini tampak tercecer jauh dari negara tetangga Malaysia yang jadi pemuncak peringkat.

Potensi industri tersebut juga tergolong amat tinggi mengingat masyarakat Indonesia kini tengah haus dengan produk-produk berbau halal dan syariah. Menurut Ariel Heryanto, masyarakat Indonesia kini tengah mengalami peningkatan dari segi kesalihan. Hal ini terlihat dari meningginya permintaan untuk barang-barang berbau syariah seperti bank syariah.

Merujuk pada hal-hal tersebut, tampak bahwa isu industri halal ini dapat menjadi hal yang menarik pada Pilpres 2019. Secara spesifik, isu ini dapat digunakan untuk menarik suara dari golongan masyarakat pecinta produk halal dan berbau syariah.

Ide untuk membawa industri halal ke gelanggang Pilpres ini boleh jadi sudah ada dalam pikiran masing-masing kandidat yang berlaga di Pilpres 2019. Meski demikian, perlu diakui bahwa hal ini mencapai pembicaraan publik yang cukup tajam ketika Sandi mengeluarkan gagasan tentang wisata halal di Bali.

Meski menuai polemik, gagasan Sandi tentang wisata halal ini ternyata cukup gigih ia bawa dan perkenalkan dalam berbagai langkah kampanyenya. Dari titik ke titik, ia konsisten membawa gagasan ini sambil menyoroti bagaimana potensi industri ini dan kondisi Indonesia dalam industri tersebut.

Jika ditarik lebih jauh, Sandi sebenarnya sudah membawa ide ini sejak ia berlaga Pilgub DKI Jakarta 2017 lalu. Kala itu, mantan Ketua HIPMI ini misalnya menawarkan isu wisata halal sebagai salah satu kampanyenya  di ibukota.

Lebih dari itu, Sandi juga memiliki pengalaman sebagai pengusaha yang cukup suskes. Pengalaman ini dapat menjadi modal penting baginya jika mengembangkan industri yang ramah akan kebutuhan umat.

Di lain pihak, sulit untuk tidak mebicarakan urusan industri dan ekonomi berbau halal dan syariah jika tidak membicarakan Ma’ruf Amin. Ma’ruf tergolong kenyang pengalaman dalam dunia ekonomi syariah di Indonesia. Ia bahkan menyatakan Sandi terlambat untuk membahas hal-hal yang berbau halal karena ia sudah melakukannya sejak puluhan tahun yang lalu.

Nama Ma’ruf banyak tercatat di jajaran dewan syariah berbagai bank syariah negeri ini. Selain itu, ia juga dinobatkan sebagai guru besar di bidang Ilmu Ekonomi Muamalat Syariah di Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang.

Hal tersebut masih belum ditambah dengan pengalamannya selama bertahun-tahun di Majelis Ulama Indonesia (MUI). Sebagai kiai yang lama duduk di komisi fatwa, perkara sertifikasi halal telah menjadi spesialisasinya, sehingga wajar jika kemudian ia mengklaim dirinya lebih paham dan lebih dahulu dalam urusan halal ketimbang Sandi.

Dalam pemaparannya tentang industri halal, visi Ma’ruf kurang lebih serupa dengan Sandi. Sang kiai sama-sama tidak ingin Indonesia tertinggal dalam urusan tersebut jika dibandingkan negara-negara lainnya. Lebih lanjut, Ma’ruf menginginkan agar Indonesia memiliki kawasan industri halal. Selain itu, ia juga menginginkankan adanya lembaga khusus yang menangani ekonomi syariah.

Wacana Konservatif?

Jika diperhatikan, terlihat bahwa ada respons berbeda dari masyarakat ketika kedua cawapres ini memaparkan ide mereka tentang hal-hal berbau syariah tersebut. Ketika Sandi menyebutkan gagasannya tentang wisata halal misalnya, beberapa tokoh yang terkait dengan kandidat nomor urut 01 bereaksi begitu keras. Sandi langsung dikait-kaitkan dengan ide konservatisme Islam dengan gagasan wisata halal ini.

Padahal, jika mau dilihat lebih jauh, potensi industri tersebut tergolong penting. Secara spesifik, wisata halal yang disebut Sandi sebenarnya tidak serupa dengan yang dibayangkan oleh pendukung-pendukung kandidat nomor urut 01 tersebut.

Secara istilah, wisata halal sebenarnya tidak merujuk pada wisata religi seperti yang dibayangkan. Wisata halal sebenarnya lebih merujuk pada kemudahan akses bagi umat Islam untuk mendapatkan hak-haknya sebagai Muslim saat sedang berwisata. Hal ini meliputi makanan halal, hingga kemudahan untuk menunaikan salat. Pada titik ini, sebenarnya klaim konservatif atau radikal tak tepat untuk dialamatkan pada Sandi saat membawa gagasan ini.

Di lain pihak, jika hal-hal yang terkait dengan halal itu terkait dengan isu konservatisme, Ma’ruf Amin juga seharusnya mendapatkan hal serupa. Meski demikian, hal ini memang tidak sekencang yang diterima Sandi. Akan tetapi, label konservatif dan radikal juga sebenarnya masuk pula ke diri Ma’ruf Amin.

Hal ini merujuk pada pemberitaan portal berita Australia Sydney Morning Herald yang menyebutkan bahwa Ma’ruf membawa ide konservatisme ini saat mendorong sertifikasi halal wajib di awal 2019 lalu. Tak hanya itu, berita tersebut juga mengungkit kiprah Ma’ruf sebagai ulama konservatif.

Meski Sandi dan Ma’ruf sama-sama dicap konservatif atau radikal terkait dengan industri halal tersebut, sebenarnya hal tersebut boleh jadi tidak cukup relevan. Hal ini karena menurut Tom Pepinsky, ada perbedaan antara kesalihan dan radikalisme.

Jika dilihat, religiusitas sebenarnya tidak memberi pengaruh kepada kekerasan berbau agama. Pada titik ini, industri halal sebenarnya hanya menggambarkan religiusitas dan kesalihan saja, alih-alih radikalisme. Industri ini menghadirkan berbagai kemudahan dan kebutuhan bagi masyarakat yang belakangan kian salih.

Wacana Pemilu

Berdasarkan kondisi-kondisi di atas, meski industri dan ekonomi berbau halal bisa menjadi salah satu cara memikat pemilih, tampak bahwa belum terpapar jelas ke arah mana Sandi dan Ma’ruf akan membawa industri tersebut. Terlihat bahwa perkara industri halal ini masih menjadi pemanis kampanye saja, alih-alih menjadi gagasan yang perlu diperjuangkan.

Wacana industri halal milik Sandi maupun Ma’ruf sebenarnya boleh jadi hanya sebagai upaya untuk meraup massa masyarakat yang tengah meningkat kesalihannya seperti yang digambarkan oleh Heryanto. Hal ini sejalan pula dengan pandangan Pepinsky bahwa hal ini boleh jadi tak ada kaitannya dengan radikalisme dan lebih kepada religiusitas.

Perang industri halal Sandi dan Ma'ruf boleh jadi hanya pemanis kampanye saja. Share on X

Langkah tersebut seperti sejalan dengan kondisi Indonesia saat ini yang menurut Vedi Hadiz tengah memasuki kebangkitan populisme Islam. Penyebutan segala hal berbau halal ini boleh jadi hanya mengambil momentum tersebut karena tak menyentuh detail program untuk pengembangan industri.

Pada titik ini, Sandi punya pekerjaan rumah besar menurunkan gagasan-gagasan industri dan wisata halalnya agar bisa lebih diterima oleh banyak kalangan. Di lain pihak, meski dianggap sebagai guru dari ekonomi syariah, Ma’ruf juga idelanya bisa menjelaskan lebih jauh bagaimana industri berbau halal itu akan berjalan di tangannya. (H33)

Baca juga :  Belah PDIP, Anies Tersandera Sendiri?
spot_imgspot_img

#Trending Article

Segitiga Besi Megawati

Relasi Prabowo Subianto dan Megawati Soekarnoputri kini memasuki babak baru menyusul wacana pertemuan dua tokoh tersebut.

Prabowo & Hybrid Meritocracy Letnan-Mayor

Promosi Letjen TNI Kunto Arief Wibowo sebagai Pangkogabwilhan I di rotasi perdana jenderal angkatan bersenjata era Presiden Prabowo Subianto kiranya mengindikasikan pendekatan baru dalam relasi kekuasaan dan militer serta dinamika yang mengiringinya, termasuk aspek politik. Mengapa demikian?

The Real Influence of Didit Hediprasetyo?

Putra Presiden Prabowo Subianto, Didit Hediprasetyo, memiliki influence tersendiri dalam dinamika politik. Mengapa Didit bisa memiliki peran penting?

Keok Pilkada, PKS Harus Waspada? 

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjadi salah satu partai yang paling tidak diuntungkan usai Pemilu 2024 dan Pilkada 2024. Mungkinkah hal ini jadi bahaya bagi PKS dalam waktu mendatang?

Prabowo and The Nation of Conglomerates

Dengarkan artikel ini: Sugianto Kusuma atau Aguan kini jadi salah satu sosok konglomerat yang disorot, utamanya pasca Menteri Tata Ruang dan Agraria Nusron Wahid mengungkapkan...

Megawati and The Queen’s Gambit

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mungkin akan dielu-elukan karena dinilai brilian dengan menunjuk Pramono Anung sebagai calon gubernur dibandingkan opsi Ahok atau Anies Baswedan, sekaligus mengalahkan endorse Joko Widodo di Jakarta. Namun, probabilitas deal tertentu di belakangnya turut mengemuka sehingga Megawati dan PDIP bisa menang mudah. Benarkah demikian?

Gibran Wants to Break Free?

Di tengah dinamika politik pasca-Pilkada 2024, seorang wapres disebut ingin punya “kebebasan”. Mengapa Gibran Rakabuming wants to break free?

Ada Operasi Intelijen Kekacauan Korea Selatan? 

Polemik politik Korea Selatan (Korsel) yang menyeret Presiden Yoon Suk Yeol jadi perhatian dunia. Mungkinkah ada peran operasi intelijen dalam kekacauan kemarin? 

More Stories

Membaca Siapa “Musuh” Jokowi

Dari radikalisme hingga anarko sindikalisme, terlihat bahwa ada banyak paham yang dianggap masyarakat sebagai ancaman bagi pemerintah. Bagi sejumlah pihak, label itu bisa saja...

Untuk Apa Civil Society Watch?

Ade Armando dan kawan-kawan mengumumkan berdirinya kelompok bertajuk Civil Society Watch. Munculnya kelompok ini jadi bahan pembicaraan netizen karena berpotensi jadi ancaman demokrasi. Pinterpolitik Masyarakat sipil...

Tanda Tanya Sikap Gerindra Soal Perkosaan

Kasus perkosaan yang melibatkan anak anggota DPRD Bekasi asal Gerindra membuat geram masyarakat. Gerindra, yang namanya belakangan diseret netizen seharusnya bisa bersikap lebih baik...