Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi tampak terus-menerus menyerang Prabowo Subianto karena dianggap mirip Presiden AS, Donald Trump. Apakah langkah seperti ini tepat?
PinterPolitik.com
[dropcap]P[/dropcap]rabowo adalah Trump-nya Indonesia. Begitu nuansa yang tengah terbangun dalam berbagai pembicaran politik Indonesia. Bagaimana tidak, mantan Danjen Kopassus ini terlihat tidak malu-malu untuk melakukan berbagai kampanye yang mirip dengan strategi Presiden AS tersebut.
Tim pemenangan Joko Widodo (Jokowi) tampaknya melihat hal tersebut. Menurut mereka, Prabowo menjalankan strategi kampanye setara Trump. Memang, mereka tidak merinci strategi apa yang dimaksud, akan tetapi mereka menyebut anggapan tersebut berasal dari Jokowi sendiri.
Tim Prabowo kemudian melakukan bantahan terhadap tudingan tersebut. Meski demikian, strategi yang amat mirip dengan Trump tampak belum benar-benar berhenti. Teranyar, Prabowo mengatakan akan menghentikan impor, sebuah strategi nasionalisme ekonomi yang juga dilakukan oleh Trump. Lagi-lagi, kubu Jokowi memberikan komentar terkait hal itu.
Terlihat bahwa kubu Prabowo tidak malu-malu dan berhenti untuk menggunakan strategi Trump. Di lain pihak, kubu Jokowi sendiri seperti terus-menerus mengapitalisasi kemiripan Prabowo dengan presiden AS tersebut. Jika sudah begini, siapa yang bisa mendapat keuntungan paling banyak?
Mencari Kontroversi
Prabowo seperti menjadi bahan tertawaan saat dianggap sebagai perwajahan Trump di Indonesia. Banyak orang menganggap bahwa strategi yang dilakukan oleh Prabowo ini membuka celah menganga untuk dikritik. Hal ini terutama karena gambaran buruk masyarakat terhadap sosok Trump.
Memang, jika diperhatikan ada kemiripan antara Prabowo dengan presiden ke-45 AS tersebut. Narasi yang dihadirkan mantan Danjen Kopassus itu sekilas memang membuka memori masyarakat dengan narasi yang dibawa oleh Trump.
Narasi seperti Indonesia First, Make Indonesia Great Again terdengar amat mirip dengan narasi America First, Make America Great Again milik Trump. Selain itu, ada pula indikasi bahwa Prabowo melakukan strategi firehose of falsehood, sama dengan yang membuat Trump berhasil merengkuh kursi Gedung Putih AS.
Tak hanya dari narasi kampanye, terdapat pula gaya bicara atau pidato Prabowo yang mengingatkan orang pada sosok Trump. Salah satu yang teranyar adalah soal tampang Boyolali yang belakangan menjadi polemik di masyarakat. Gaya seperti ini dapat dianggap mirip dengan gaya Trump yang kerap mengejek lawannya saat tengah berpidato.
Meski di mata beberapa orang hal-hal tersebut dianggap sebagai sesuatu yang kontroversial, nyatanya ini berhasil membuat pandangan masyarakat mengarah ke Prabowo. Sosok Ketua Umum Partai Gerindra ini seketika menjadi buah bibir akibat langkah yang dianggap kontroversial tersebut.
Di lain pihak, tampak bahwa kubu Jokowi “berpesta-pora” saat melihat berbagai kemiripan Prabowo dengan Trump. Sekretaris TKN Jokow-Ma’ruf Abdul Kadir Karding misalnya mengaku bahagia Prabowo melakukan berbagai strategi yang setara dengan pemimpin Negeri Paman Sam tersebut.
Dalam beberapa kasus, kubu Jokowi memang banyak melakukan kritik terhadap langkah Prabowo yang berbau Trump. Dalam konteks firehose of falsehood misalnya, perkara ini berkali-kali menjadi bahan kubu Jokowi untuk menyerang Prabowo. Hal serupa berlaku dengan kasus teranyar terkait dengan tampang Boyolali.
Jebakan Trump
Sekilas, kubu Jokowi seperti mendapatkan keuntungan di balik sikap ala Trump Prabowo yang kontroversial. Akan tetapi, terlalu lama berpesta pora terhadap kondisi ini bisa saja menjadi bumerang bagi langkah pemenangan kandidat petahana ini.
Salah satu ahli strategi politik AS, Robby Mook mengungkapkan bahwa ada sesuatu yang dapat disebut sebagai Trump Trap atau jebakan Trump. Mook sendiri memiliki pengalaman dengan jebakan seperti itu karena dia termasuk salah satu orang yang mengelola kampenye capres AS 2016, Hillary Clinton.
Mook menyebut bahwa Trump adalah sosok pengalih perhatian yang sangat baik. Ia menyebut bahwa strategi media yang dilakukan Trump telah membuat orang teralih perhatiannya. Secara khusus, Partai Demokrat terjebak karena tidak fokus pada kebijakannya yang buruk, tetapi pada pernyataan kontroversialnya.
Dengan @meutya_hafid dan teman2 TKD (Tim Kampanye Daerah) Sumut lintas partai utk #JokowiAmin. Makan siang sblm memberi materi teknik melawan hoax "Firehose of Falsehoods" ala Trump, Brexit & Bolsonaro CC @amflife pic.twitter.com/WZrRh96nMM
— Budiman Sudjatmiko (IG: budimaninovator) (@budimandjatmiko) November 2, 2018
Hal senada diungkapkan oleh ahli strategi politik yang lain, David Axelrod dari Institute of Politics University of Chicago. Axelrod menyebut bahwa Trump memiliki jebakan dan Partai Demokrat berjalan tepat di atasnya.
Strategi seperti ini membuat Trump dapat mengontrol narasi di mata publik. Meski dia terlihat seperti mengalami kekalahan, secara faktual sebenarnya ia masih mengontrol permainan. Hal ini memang tidak membuatnya menjadi politisi yang terhebat, tetapi membuatnya memilliki keunggulan khusus.
Yang menjadi masalah kemudian adalah Clinton dan Demokrat melakukan langkah usang dalam berkampanye. Dalam kampanye politik, adalah lumrah saat lawan melakukan kesalahan, maka serangan perlu dilakukan agar kerusakan akibat kesalahan tersebut menjadi semakin besar.
Di situlah Clinton dan Demokrat mulai terjebak. Alih-alih fokus pada hal-hal yang berbasis isu di mana Trump lemah, mereka justru terjerat dalam distraksi yang dilakukan oleh Trump melalui berbagai kontroversinya. Hal ini bertambah berat karena berbagai media dengan senang hati memberikan kontroversi tersebut.
Berbagai pernyataan kontroversial Trump membuat pemberitaan menjadi terisi oleh sosoknya. Menurut Mook, masyarakat menjadi lebih banyak mendengar pesan-pesannya ketimbang pesan Clinton dan Demokrat. Hal ini dapat membuat masyarakat menganggap bahwa Clinton sama sekali tidak berbicara tentang ekonomi misalnya, meski kenyataannya ia membahasnya.
Hati-hati Teralih
Berdasarkan kondisi-kondisi tersebut, boleh jadi Jokowi dan tim pemenangannya tidak boleh berpesta pora terlalu lama. Mengapitalisasi langkah kontroversial Prabowo boleh jadi saat ini menyenangkan, tetapi untuk permainan jangka panjang sekelas Pilpres, hal ini bisa menjadi bahaya.
Terlihat bahwa kubu pemenangan Jokowi sudah terjebak dalam jebakan ala Trump yang dilakukan oleh kubu Prabowo. Mereka seperti teralih dari berbagai persoalan pokok yang idealnya menjadi fokus kampanye mereka. Padahal, sebagai petahana idealnya memiliki keuntungan tersendiri yang seharusnya mereka maksimalkan alih-alih bersenang-senang dengan langkah Prabowo.
TKN Jokowi terus-menerus sebut Prabowo setara Trump. Hati-hati terjebak loh... Share on XTim pemenangan Jokowi seperti fokus pada nasihat kampanye usang seperti yang diungkapkan oleh Mook. Mereka fokus untuk membuat kerusakan lebih besar dari kesalahan yang dilakukan oleh Prabowo.
Berbagai perkara dari yang rumit seperti firehose of falsehood dan yang sederhana seperti istilah “tampang Boyolali” menjadi bulan-bulanan dari kubu Jokowi. Padahal, jika benar Prabowo mengadaptasi gaya kampanye Trump, hal ini bisa menjadi bahaya bagi Jokowi.
Kontroversi Prabowo ini terlihat setara dengan jebakan Trump. Terjadi distraksi di mana kubu Jokowi tampak lebih fokus kepada mengapitalisasi kontroversi yang dilakukan oleh Prabowo. Mereka tidak sadar bahwa nilai-nilai lebih yang mereka miliki justru tidak banyak tersorot akibat distraksi tersebut.
Di lain pihak, Prabowo sebagai kubu yang tidak memiliki beban petahana, dapat dengan bebas bergerak. Di satu sisi, pernyataan kontroversialnya bisa membuat ia menjadi buah bibir media dan juga masyarakat. Di sisi yang lain, kubu Prabowo juga bisa dengan leluasa melakukan kampanye lain baik berupa kampanye program maupun yang bersifat kritik dalam balutan kampanye negatif.
Jauh sebelum Donald Trump mempopulerkan slogan “Make America Great Again”, pak @prabowo telah menuliskan pemikiran itu dalam dua buah buku yang berjudul “Kembalikan Indonesia” pada tahun 2004, dan “Membangun Kembali Indonesia Raya” pada 2007/2008. https://t.co/BLUqMPSUoL pic.twitter.com/WiHuEYkZHK
— Partai Gerindra (@Gerindra) October 16, 2018
Secara khusus, dalam kontestasi seperti ini, akan sangat baik jika Jokowi dan kubunya fokus pada isu-isu yang lebih penting. Terlalu banyak fokus pada kontroversi yang dilakukan Prabowo hanya akan membuat pemberitaan terisi oleh kontroversi-kontroversi tersebut. Saat itulah Jokowi dan timnya terjebak.
Masalah ekonomi misalnya seperti luput dari berbagai jawaban kubu Jokowi. Padahal, hal tersebut tergolong krusial karena pasangan Prabowo, Sandiaga Uno terus-menerus menyerang dari sisi ini.
Berdasarkan kondisi itu, menyerang dan terus-menerus menuding Prabowo setara Trump boleh jadi bukan strategi yang benar-benar tepat. Jebakan Trump bisa saja membuat Jokowi harus kehilangan kesempatan untuk kembali ke Istana. Tim pemenangan Jokowi agaknya harus mendengar saran Mook agar tidak mengalami distraksi dari berbagai kontroversi yang dibuat kubu Prabowo. (H33)