HomePolitikTerpisah oleh Satu Samudera (Bagian III)

Terpisah oleh Satu Samudera (Bagian III)

Oleh: Omar Rasya Joenoes, dosen Sekolah Tinggi Pariwisata Sahid

Kedua negara harus melanjutkan langkah-langkah tersebut dengan menciptakan dialog-dialog strategis dalam tingkat kementrian dan menjadikan Laut China Selatan sebagai poin utama pada dialog-dialog tersebut.


PinterPolitik.com

Konsep Indo-Pasifik

[dropcap]W[/dropcap]ikipedia mengartikan wilayah Indo-Pasifik sebagai wilayah laut yang meliputi Samudera Hindia, bagian barat dan pusat dari Samudera Pasifik, dan seluruh lautan di sekitar Indonesia.

Rory Medcalf, peneliti dari Australian National University, menyebut bahwa meskipun China mungkin tidak suka mendengar konsep Indo-Pasifik, tidak butuh waktu lama untuk menyadari bahwa kebijakan jalur sutra China yang sekarang itu merupakan wilayah Indo-Pasific dengan karakteristik yang ditentukan oleh China.

Tentunya ini membuat was-was banyak negara di wilayah tersebut. Pada bulan Mei 2018,   Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri India Narendra Modi merilis pernyataan bersama terkait kerjasama maritim di wilayah Indo-Pasifik.

Dalam pernyataan bersama itu, Jakarta dan New Delhi setuju untuk memperkuat kerja sama perdagangan dan investasi serta mempromosikan pembangunan sumber daya laut yang bisa diperbaharui, memperluas kerja sama dalam bidang penanggulangan bencana, membina pertukaran wisata dan budaya, serta mempromosikan keselamatan dan keamanan laut, dan memperkuat kerjasama dalam bidang akademi, sains dan teknologi.

Ini menunjukkan bahwa Indonesia memiliki kemauan untuk berkomitmen dalam jangka panjang di wilayah Indo-Pasifik.

Rory juga berpendapat bahwa kesepaktan yang dicapai oleh Jakarta dan New Delhi terkait wilayah Indo-Pasific membuktikan bahwa dua negara demokrasi terbesar di Asia bertekad untuk bekerjasama demi menahan laju China dengan menggunakan keuntungan geografis yang mereka miliki. Karenanya, bisa saja momen ini menjadi awal bagi negara-negara lain di Asia untuk menerima konsep serupa.

Karena sekarang kita tahu bahwa negara terbesar di Asia Tenggara tidak mau takluk melawan dominasi China, layaknya Amerika Serikat, maka langkah yang paling logis setelah ini adalah kerjasama yang lebih kuat antara Jakarta dan Washington.

Kerjasama Strategis di Bidang Maritim antara Amerika Serikat dan Indonesia

Langkah-langkah awal yang tepat sudah dilakukan oleh kedua negara melalui empat kerjasama yang sudah dijelaskan sebelumnya.

Baca juga :  Kok Megawati Gak Turun Gunung?

Kedua negara harus melanjutkan langkah-langkah tersebut dengan menciptakan dialog-dialog strategis dalam tingkat kementrian dan menjadikan Laut China Selatan sebagai poin utama pada dialog-dialog tersebut.

Semua yang akan dilakukan oleh kedua negara harus disampaikan secara jelas dalam dialog-dialog tersebut dan masalah seperti menghilangkan gelombang radikalisme di Asia Tenggara dan bantuan Amerika terhadap penguatan peralatan militer bagi Indonesia bisa saja turut  dilakukan bersama. Tentunya kedua negara tidak boleh berhenti hanya sampai di sini saja.

Ketika mereka sudah membangun kepercayaan dan kecocokan yang cukup, langkah selanjutnya yang harus diambil ialah mengeluarkan pernyataan bersama tentang wilayah Indo-Pasifik, membuat MoU antara pihak-pihak yang berkompeten di kedua negara, dan akhirnya mengadakan latihan militer bersama.

Kerjasama yang lebih kuat dibidang kemaritiman antara Jakarta dan Washington bisa dimulai dengan memperkuat peralatan yang dimiliki oleh Angkatan Laut Indonesia. Bila Amerika Serikat mau menunjukkan kemurahan hati mereka, maka mereka bisa dengan cepat memenangkan kepercayaan dari pihak Indonesia.

Sebagai contoh Amerika bisa menjual murah kapal mereka yang sudah dinonaktifkan ke Indonesia, seperti yang dilakukan kepada Taiwan pada bulan Maret 2017 ketika mereka membeli dua kapal pengawal non-aktif jenis Oliver Hazard Perry, Gary dan Taylor, dari Amerika Serikat. Bisa saja sikap semacam ini akan menjadikan Angkatan Laut Indonesia sebagai pelanggan baru bagi Amerika Serikat di kemudian hari, baik dalam hal penjualan peralatan militer atau transfer teknologi.

Semua ini bisa menjadi pondasi awal sebelum kedua negara sepakat untuk mengeluarkan pernyataan bersama. Barulah setelahnya Jakarta dan Washington dapat bergerak ke arah latihan militer bersama.

The Economist percaya bahwa latihan militer bersama akan memiliki dampak baik dalam bidang militer maupun politik. Apalagi latihan semacam ini akan terus memastikan bahwa angkatan bersenjata selalu waspada dan mendapat mereka kesempatan untuk mencoba keampuhan senjata dan taktik baru dalam kondisi pertempuran yang nyata.

Baca juga :  Rahasia Rotasi Para Jenderal Prabowo

Latihan bersama antara Amerika dan Indonesia tidak hanya membangun hubungan dalam level individu dan institusi bagi kedua negara, namun juga memperkuat hubungan dalam bidang komersil, politik dan budaya.

Terakhir, tidak ada tempat yang lebih cocok untuk latihan ini di lakukan dibandingkan dengan Laut Natuna Utara. Tentunya sikap ini akan menyinggung China, tetapi China harus dibuat sadar akan tekad Amerika Serikat dan Indonesia terkait Laut China Selatan.

Meskipun ini merupakan langkah kecil bagi kedua negara namun pada waktunya ini akan membuka banyak sekali potensi yang akan menguntungkan kedua belah pihak.

Kesimpulan

Pengamat asing seperti Joshua Kurlantzick percaya bahwa bila Jakarta dan Washington ingin memiliki hubungan yang lebih baik, maka mereka cukup berfokus pada pendekatan yang lebih transaksional, seperti memonitor ambisi China di Laut China Selatan. Kerjasama strategis di bidang maritim dan latihan militer bersama sudah lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan ini.

Bila diplomasi, seperti kata Thomas Pickering, merupakan ilmu untuk bergerak berdasarkan apa yang kita tahu, sekarang karena kita tahu seberapa penting hubungan yang dekat bagi kebutuhan Amerika dan Indonesia, maka amat penting jugalah kita bergerak dengan tepat.

Suatu hari nanti, di masa yang tidak berada terlalu jauh di depan, satu-satunya pertanyaan yang tersisa dari hubungan antara Amerika Serikat dan Indonesia adalah kenapa kedua negara tidak menjadi sahabat lebih cepat dari seharusnya. Apalagi mereka nyatanya tidak hidup di dunia yang berbeda, karena yang memisahkan mereka hanya satu samudera.

Omar Rasya Joenoes merupakan lulusan dari Departemen Kajian Wilayah Amerika Serikat. Ia memiliki ketertarikan terhadap hubungan internasional. Saat ini, ia menjabat sebagai dosen di Sekolah Tinggi Pariwisata Sahid.


“Disclaimer: Opini ini adalah kiriman dari penulis. Isi opini adalah sepenuhnya tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi PinterPolitik.com.”
spot_imgspot_img

#Trending Article

Segitiga Besi Megawati

Relasi Prabowo Subianto dan Megawati Soekarnoputri kini memasuki babak baru menyusul wacana pertemuan dua tokoh tersebut.

Prabowo & Hybrid Meritocracy Letnan-Mayor

Promosi Letjen TNI Kunto Arief Wibowo sebagai Pangkogabwilhan I di rotasi perdana jenderal angkatan bersenjata era Presiden Prabowo Subianto kiranya mengindikasikan pendekatan baru dalam relasi kekuasaan dan militer serta dinamika yang mengiringinya, termasuk aspek politik. Mengapa demikian?

The Real Influence of Didit Hediprasetyo?

Putra Presiden Prabowo Subianto, Didit Hediprasetyo, memiliki influence tersendiri dalam dinamika politik. Mengapa Didit bisa memiliki peran penting?

Keok Pilkada, PKS Harus Waspada? 

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjadi salah satu partai yang paling tidak diuntungkan usai Pemilu 2024 dan Pilkada 2024. Mungkinkah hal ini jadi bahaya bagi PKS dalam waktu mendatang?

Prabowo and The Nation of Conglomerates

Dengarkan artikel ini: Sugianto Kusuma atau Aguan kini jadi salah satu sosok konglomerat yang disorot, utamanya pasca Menteri Tata Ruang dan Agraria Nusron Wahid mengungkapkan...

Megawati and The Queen’s Gambit

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mungkin akan dielu-elukan karena dinilai brilian dengan menunjuk Pramono Anung sebagai calon gubernur dibandingkan opsi Ahok atau Anies Baswedan, sekaligus mengalahkan endorse Joko Widodo di Jakarta. Namun, probabilitas deal tertentu di belakangnya turut mengemuka sehingga Megawati dan PDIP bisa menang mudah. Benarkah demikian?

Gibran Wants to Break Free?

Di tengah dinamika politik pasca-Pilkada 2024, seorang wapres disebut ingin punya “kebebasan”. Mengapa Gibran Rakabuming wants to break free?

Ada Operasi Intelijen Kekacauan Korea Selatan? 

Polemik politik Korea Selatan (Korsel) yang menyeret Presiden Yoon Suk Yeol jadi perhatian dunia. Mungkinkah ada peran operasi intelijen dalam kekacauan kemarin? 

More Stories

Menyingkap Sportwashing dalam Laga Indonesia-Bahrain

Kontroversi ini perpanjang daftar kritik terhadap wasit dari Timur Tengah, di tengah dugaan bias dan pengaturan skor sepak bola internasional.

Unlike Jokowi, Prabowo Will Be His Own Man

More assertive foreign policy and democratic backsliding are most likely on the horizon as Prabowo Subianto becomes the next Indonesian president.

Fenomena Gunung Es “Fake Review”

Fenomena fake review kini banyak terjadi di jual-beli daring (online). Siapakah yang dirugikan? Konsumen, reviewer, atau pelaku usahakah yang terkena dampaknya? PinterPolitik.com Sejak berlangsungnya proliferasi internet...