HomePolitikTerpisah oleh Satu Samudera (Bagian I)

Terpisah oleh Satu Samudera (Bagian I)

Oleh: Omar Rasya Joenoes, dosen Sekolah Tinggi Pariwisata Sahid

Di Asia, prioritas utama Amerika Serikat adalah negara-negara yang dianggap sebagai sekutu kuat Amerika, memiliki traktat keamanan dengan mereka, dan menjadi tempat persinggahan ribuan tentara dan banyak pangkalan tempur Negeri Paman Sam, seperti Jepang dan Korea Selatan.


PinterPolitik.com

“In archaelogy you uncover the unknown. In diplomacy you cover the known.” 

:: Thomas Pickering ::

[dropcap]D[/dropcap]ari sekian banyak pertanyaan yang belum terjawab dalam bidang diplomasi, ada satu pertanyaan yang masih sangat menarik untuk digali: Kenapa Amerika Serikat dan Indonesia memiliki hubungan yang renggang?

Padahal bila dilihat sekilas saja, Indonesia tidak memiliki kekurangan apapun untuk menjadi kawan dekat Amerika Serikat. Tidak ada negara di Asia Tenggara yang lebih besar dan lebih padat dari Indonesia, dimana demokrasi terus berkembang. Indonesia juga merupakan negara yang sangat penting bagi kawasannya. Tak lama sejak lahirnya Negara Indonesia, hubungan diplomatik dan kebudayaan dengan Amerika Serikat juga sudah dimulai.

Faktanya, Amerika Serikat dan Indonesia kesulitan untuk membina hubungan yang lebih erat, sebagaimana yang dimiliki Jakarta dengan Beijing dan Tokyo atau Washington miliki dengan Singapura dan Manila. Ekspektasi agar kedua negara memiliki hubungan yang lebih baik sudah ada sejak pasca jatuhnya Orde Lama, dan terus berlanjut hingga pasca berakhirnya Orde Baru.

Bahkan Presiden Barack Obama saja menyadari bahwa Indonesia bisa menjadi partner yang sangat penting untuk Amerika Serikat. Semasa ia masih menjadi Presiden Amerika Serikat, Presiden Obama dan Presiden Joko Widodo sempat menandatangani perjanjian kerjasama yang baru dan merencanakan pertemuan antar kementrian secara rutin tiap tahunnya.

Sayangnya, bahkan peresmian @America yang merupakan pusat kebudayaan Amerika pertama di Jakarta pada era Presiden Obama dan penandatanganan US–Indonesia Comprehensive Partnership di tahun 2010 tidak memiliki konstribusi yang berarti bagi peningkatan hubungan kedua negara.

Amerika Serikat dan Indonesia Hari Ini

Joshua Kurlantzick, peneliti senior dalam bidang kawasan Asia Tenggara untuk Council on Foreign Relations (CFR), menyatakan dalam laporannya yang berjudul Keeping the U.S.-Indonesia Relationship Moving Forward bahwa Indonesia dan Amerika saat ini dihadapkan pada tantangan yang sangat besar bila ingin mempererat hubungan dagang maupun hubungan stategisnya.

Masalah utama terletak pada keputusan pimpinan kedua negara untuk lebih mengutamakan masuknya dana investasi ke dalam negeri mereka. Ditambah lagi tidak adanya keseimbangan neraca perdagangan pada komoditi ekspor utama, masalah yang dianggap sebagai prioritas utama oleh Pemerintahan Donald Trump, yang berakibat dengan keluarnya Amerika dari  keanggotaan di Trans-Pacific Partnership (TPP).

Perlu diingat, meskipun Indonesia bukan anggota TPP tetapi Presiden Joko Widodo pernah memberi sinyal bahwa nantinya Indoesia akan bergabung ke TPP. Pemerintahan Donald Trump sendiri sudah menuduh banyak sekali negara di Asia Timur termasuk Indonesia terkait pelanggaran peraturan perdagangan, meskipun sejauh ini tidak ada bukti konkrit akan tuduhan tersebut.

Laporan Kurlantzick terlihat lebih relevan lagi jika kita melihat lebih dalam ke arah halangan bagi hubungan antara Amerika Serikat dan Indonesia.

Baca juga :  Trump Ancam BRICS, Prabowo Balik Kanan?

Di Asia, prioritas utama Amerika Serikat adalah negara-negara yang dianggap sebagai sekutu kuat Amerika, memiliki traktat keamanan dengan mereka, dan menjadi tempat persinggahan ribuan tentara dan banyak pangkalan tempur Negeri Paman Sam, seperti Jepang dan Korea Selatan. Prioritas Amerika berikutnya di benua ini, tanpa perlu disebutkan lagi alasannya, adalah China. Jujur saja, Indonesian belum menjadi prioritas Amerika di Asia.

Panggung dunia juga merupakan tempat untuk melihat perbedaan yang lebih jauh lagi di antara Amerika Serikat dan Indonesia. Contohnya, meskipun kedua negara menganut paham demokrasi namun sistem politik dan pengambilan keputusan baik di Amerika maupun Indonesia sangatlah berbeda.

Sebagai tambahan lagi, tidak dapat dipisahkannya agama Islam dan politik di Indonesia menjadi sumber kesalahpahaman dan kekhawatiran bagi Washington, terutama karena Amerika mengenal pemisahan antara agama dan politik. Namun, tidak ada masalah yang lebih memperlebar jurang perbedaan antara Amerika dan Indonesia dibandingkan dengan konflik di Palestina, dimana Israel merupakan sekutu utama bagi AS di kawasan Timur Tengah sementara Palestina merupakan negara yang sangat berharga bagi Indonesia.

Semua ini mengakibatkan banyak sekali orang Indonesia yang percaya bahwa Amerika sering kali memanipulasi kejadian-kejadian di balik layar. Akibatnya, hubungan yang erat antara kedua negara nampak seperti mimpi di siang bolong.

Persamaan Antara Kedua Negara

Terlepas dari segala halangan yang ada, kedua negara masih memiliki kesempatan untuk memperbaiki hubungan. Tentunya perlu komitmen yang kuat dan tahan lama dari kedua negara bila tujuan ini ingin dicapai, dan tidak ada tempat yang lebih baik untuk mempererat hubungan mereka daripada satu bidang di mana keduanya memiliki kepentingan yang terkait: bidang maritim.

Saat ini, Laut China Selatan sedang dalam masalah klaim wilayah antara China dan kebanyakan negara Asia Tenggara, dan kondisi ini memberi Amerika dan Indonesia sebuah persamaan kepentingan.

Terlebih lagi, daerah perairan Indonesia merupakan jalur laut yang penting bagi Amerika Serikat dan kekuatan-kekuatan besar lain di bidang maritim, sementara Amerika merupakan kekuatan besar di panggung global yang memiliki tradisi mempertahankan nilai-nilai kebebasan di manapun itu, termasuk di atas laut.

Untungnya, pentingnya kerjasama dalam bidang maritim antara Indonesia dan Amerika Serikat sudah disadari oleh banyak pejabat terkait dari kedua negara. Sebagai contoh :

  1. Di bulan Januari 2018, Jakarta Globe melaporkan bahwa di dalam konferensi pers bersama Menteri Pertahanan RI Ryamizard Ryacudu, Menteri Pertahanan Amerika Serikat Jim Mattis mengatakan bahwa Amerika siap membantu Indonesia untuk menjadi poros maritim global. Mattis menambahkan bahwa hubungan bilateral kedua negara masih bisa berkembang dalam banyak hal, termasuk kemungkinan bagi kekuatan militer Amerika Serikat dan Indonesia untuk bekerja sama dalam rangka menjaga kedamaian dan kestabilan di wilayah Laut China Selatan dan Laut Natuna Utara. Mattis berkata bahwa Amerika Serikat menghargai dan sama sekali tidak berniat untuk mengabaikan Indonesia. Menteri Pertahanan RI Ryamizard Ryacudu menggunakan kesempatan tersebut untuk menyebut rencana Amerika untuk menjual peralatan militer mereka ke Indonesia dan mendiskusikan kerjasama intelijen gagasannya, yang bernama Our Eyes, di mana pertukaran informasi antar lembaga intelijen negara-negara Asia Tenggara akan digunakan untuk menghancurkan para kelompok teroris dan mempertahankan kedamaian di kawasan itu.
  2. Pada bulan Maret 2018, Netral News melaporkan bahwa pemerintah Indonesia melalui Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman mengadakan 2nd Indonesia-United States Oceans Law and Maritime Policy Dialogue di Jakarta. Tujuan dari dialog ini adalah agar kedua negara memiliki pemahaman yang lebih dalam terhadap kebijakan masing-masing negara, terutama dalam bidang maritim dan hukum kelautan. Kerjasama maritim antara Indonesia dan AS diperkuat dengan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) antara Badan Keamanan Laut Republik Indonesia (BAKAMLA) dan the United States Coast Guard (Penjaga Pantai Amerika Serikat). Sebagai kelanjutan dari MoU ini, pegawai negeri dari Indonesia akan dikirim untuk magang di Amerika Serikat dan sebaliknya, dan sekolah-sekolah pelayaran di Amerika akan dijadikan sebagai contoh untuk ditiru oleh sekolah-sekolah pelayaran di Indonesia baik di tingkat daerah maupun pusat.
  3. Pada bulan Juli 2018 lalu CNN Indonesia melaporkan bahwa Duta Besar AS untuk Indonesia, Joseph R. Donovan, merayakan ulang tahun kemerdekaan Amerika Serikat yang ke 242 dengan memilih “Partnership Across The Ocean” sebagai tema selebrasi dan menyebutkan bahwa kerjasama bidang maritim antar kedua negara pantas untuk dipertahankan dan diperkuat, karena kerjasama kedua negara meliputi konservasi keamanan laut, keamanan, pendidikan dan budaya. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman RI, Luhut Panjaitan, merupakan tamu kehormatan di acara itu. Ia menganggap Amerika Serikat sebagai partner strategis bagi Indonesia terutama dalam bidang ekonomi, pendidikan, maritim dan anti teror. Acara ini membuktikan bahwa ada kesepahaman di antara Washington dan Jakarta dalam hal peningkatan kerjasama, terutama karena kedua negara menghormati hukum internasional yang berlaku dan sudah bersatu untuk menangani masalah lingkungan dan memerangi illegal fishing.
  4. Pada bulan Agustus 2018, S. Indo-Pacific Command melaporkan bahwa angkatan laut Amerika Serikat dan Indonesia sudah berhasil mengaplikasikan Combined Enterprise Regional Information Exchange System (CENTRIXS) dalam rangka Cooperation Afloat Readiness and Training (CARAT) Indonesia 2018 untuk berkomunikasi dan berbagi informasi melalui saluran yang aman dari tanggal 10 sampai 17 Agustus 2018. CENTRIXS adalah kerjasama level global dalam bidang pertukaran informasi antar negara yang memberikan pelaut dan anggota angkatan laut dari kedua negara sebuah cara untuk berkomunikasi secara langsung pada saat mereka melakukan latihan yang kompleks di laut termasuk taktik divisi dimana kapal-kapal laut bermanuver dalam keadaan berdekatan satu sama lain.
Baca juga :  Rahasia Rotasi Para Jenderal Prabowo

Bersambung…

*****

Omar Rasya Joenoes merupakan lulusan dari Departemen Kajian Wilayah Amerika Serikat. Ia memiliki ketertarikan terhadap hubungan internasional. Saat ini, menjabat sebagai dosen di Sekolah Tinggi Pariwisata Sahid.


“Disclaimer: Opini ini adalah kiriman dari penulis. Isi opini adalah sepenuhnya tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi PinterPolitik.com.”
spot_imgspot_img

#Trending Article

Segitiga Besi Megawati

Relasi Prabowo Subianto dan Megawati Soekarnoputri kini memasuki babak baru menyusul wacana pertemuan dua tokoh tersebut.

Prabowo & Hybrid Meritocracy Letnan-Mayor

Promosi Letjen TNI Kunto Arief Wibowo sebagai Pangkogabwilhan I di rotasi perdana jenderal angkatan bersenjata era Presiden Prabowo Subianto kiranya mengindikasikan pendekatan baru dalam relasi kekuasaan dan militer serta dinamika yang mengiringinya, termasuk aspek politik. Mengapa demikian?

The Real Influence of Didit Hediprasetyo?

Putra Presiden Prabowo Subianto, Didit Hediprasetyo, memiliki influence tersendiri dalam dinamika politik. Mengapa Didit bisa memiliki peran penting?

Keok Pilkada, PKS Harus Waspada? 

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjadi salah satu partai yang paling tidak diuntungkan usai Pemilu 2024 dan Pilkada 2024. Mungkinkah hal ini jadi bahaya bagi PKS dalam waktu mendatang?

Prabowo and The Nation of Conglomerates

Dengarkan artikel ini: Sugianto Kusuma atau Aguan kini jadi salah satu sosok konglomerat yang disorot, utamanya pasca Menteri Tata Ruang dan Agraria Nusron Wahid mengungkapkan...

Megawati and The Queen’s Gambit

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mungkin akan dielu-elukan karena dinilai brilian dengan menunjuk Pramono Anung sebagai calon gubernur dibandingkan opsi Ahok atau Anies Baswedan, sekaligus mengalahkan endorse Joko Widodo di Jakarta. Namun, probabilitas deal tertentu di belakangnya turut mengemuka sehingga Megawati dan PDIP bisa menang mudah. Benarkah demikian?

Gibran Wants to Break Free?

Di tengah dinamika politik pasca-Pilkada 2024, seorang wapres disebut ingin punya “kebebasan”. Mengapa Gibran Rakabuming wants to break free?

Ada Operasi Intelijen Kekacauan Korea Selatan? 

Polemik politik Korea Selatan (Korsel) yang menyeret Presiden Yoon Suk Yeol jadi perhatian dunia. Mungkinkah ada peran operasi intelijen dalam kekacauan kemarin? 

More Stories

Menyingkap Sportwashing dalam Laga Indonesia-Bahrain

Kontroversi ini perpanjang daftar kritik terhadap wasit dari Timur Tengah, di tengah dugaan bias dan pengaturan skor sepak bola internasional.

Unlike Jokowi, Prabowo Will Be His Own Man

More assertive foreign policy and democratic backsliding are most likely on the horizon as Prabowo Subianto becomes the next Indonesian president.

Fenomena Gunung Es “Fake Review”

Fenomena fake review kini banyak terjadi di jual-beli daring (online). Siapakah yang dirugikan? Konsumen, reviewer, atau pelaku usahakah yang terkena dampaknya? PinterPolitik.com Sejak berlangsungnya proliferasi internet...