HomeBelajar PolitikPilkada Sebagai Pembelajaran Politik

Pilkada Sebagai Pembelajaran Politik

Mendagri Tjahjo Kumolo baru-baru ini mengklaim bahwa persiapan pilkada serentak sudah 95 persen. Ini menunjukkan penyelenggara sudah siap, meskipun masih ada kekurangan, misalnya menyangkut kerusakan surat suara.

pinterpolitik.comRabu, 1 Februari 2017

JAKARTA – Pesta demokrasi lima tahunan untuk memilih kepala daerah secara serentak, sudah dekat, tepatnya 15 Februari 2017. Sebanyak 101 daerah (kabupaten, kota, dan provinsi) mengikuti pilkada serentak ini.

Pilkada selalu menarik untuk disimak dan disikapi dengan baik, karena hak setiap warga untuk memilih pemimpinnya betul-betul dilaksanakan. Tahapan-tahapan pilkada, sebelum hari “h” pencoblosan, mulai pendaftaran pasangan calon (paslon) ke KPUD, situasi kampanye, sampai masa tenang, selalu jadi cerita menarik.

Misalnya, semasa kampanye paslon terjun langsung ke permukiman warga untuk meyakinkan pemilih. Mereka berupaya “menjual” yang terbaik dari visi, misi, dan program kerjanya. Janji-janji nan manis pun dilontarkan.

Pada sisi lain, yang tak kalah menarik, adalah isu money politics atau politik uang, yang susah sekali dihilangkan. Sudah lama soal politik uang dikeluhkan, tapi tetap saja terjadi. Inilah salah satu yang mengakibatkan biaya pilkada yang ditanggung oleh paslon cukup besar.

Penyelenggara pilkada, dengan lembaga-lembaganya, tentu wajib menyiapkan secara optimal prasarana dan sarana yang terkait dengan pilkada. Mendagri Tjahjo Kumolo baru-baru ini mengklaim bahwa persiapan pilkada serentak sudah 95 persen. Ini menunjukkan penyelenggara sudah siap, meskipun masih ada kekurangan, misalnya menyangkut kerusakan surat suara. Contoh, di Banten ditemukan lebih dari 30.000 surat suara rusak. Belum lagi temuan-temuan di daerah-daerah lainnya.

Diharapkan masyarakat makin cerdas dalam memilih pemimpin untuk masa tugas lima tahun ke depan. Misalnya, memilih paslon yang sungguh-sungguh anti-KKN (kolusi, korupsi nepotisme).

Baca juga :  Possible Rebound Andika Perkasa

Terkait dengan pilkada serentak ini, patut dikedepankan imbauan Kapolri Tito Karnavian, baru-baru ini, agar calon kepala daerah siap kalah. Pernyataan Kapolri ini sebetulnya sudah “lagu lama” tetapi tetap relevan.

Di balik pernyataan tersebut bisa ditarik benang merah bahwa kalau kalah, paslon dan kubunya jangan mengamuk. Paslon yang kalah harus legowo menerima kekalahan. Bahkan, sebaiknya duduk bersama dengan paslon yang menang, membantu membangun daerah, bukan menebar dendam politik dan bermusuhan dengan mengganggu paslon yang menang.

Kalau hal-hal di atas masih terjadi berarti pendidikan atau pembelajaran politik melalui pilkada selama ini gagal, mundur, atau jalan di tempat. Kalau muncul permasalahan tentu harus diselesaikan sesuai hukum. Jangan sampai main hakim sendiri. Setiap paslon dan warga diharapkan bisa ikut menciptakan suasana nyaman dan aman supaya pilkada di daerahnya berlangsung lancar, aman, dan konstitusional.

Berkaitan dengan itu, hasil pilkada serentak tahun ini diharapkan lebih berkualitas dibandingkan dengan lima atau 10 tahun lalu. Begitu juga Pilkada DKI Jakarta diharapkan lebih berkualitas dan dapat menjadi acuan bagi daerah-daerah lainnya. Pilkada serentak ini diharapkan betul-betul menjadi ajang pembelajaran politik bagi masyarakat. (G18)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Segitiga Besi Megawati

Relasi Prabowo Subianto dan Megawati Soekarnoputri kini memasuki babak baru menyusul wacana pertemuan dua tokoh tersebut.

Prabowo & Hybrid Meritocracy Letnan-Mayor

Promosi Letjen TNI Kunto Arief Wibowo sebagai Pangkogabwilhan I di rotasi perdana jenderal angkatan bersenjata era Presiden Prabowo Subianto kiranya mengindikasikan pendekatan baru dalam relasi kekuasaan dan militer serta dinamika yang mengiringinya, termasuk aspek politik. Mengapa demikian?

The Real Influence of Didit Hediprasetyo?

Putra Presiden Prabowo Subianto, Didit Hediprasetyo, memiliki influence tersendiri dalam dinamika politik. Mengapa Didit bisa memiliki peran penting?

Keok Pilkada, PKS Harus Waspada? 

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjadi salah satu partai yang paling tidak diuntungkan usai Pemilu 2024 dan Pilkada 2024. Mungkinkah hal ini jadi bahaya bagi PKS dalam waktu mendatang?

Prabowo and The Nation of Conglomerates

Dengarkan artikel ini: Sugianto Kusuma atau Aguan kini jadi salah satu sosok konglomerat yang disorot, utamanya pasca Menteri Tata Ruang dan Agraria Nusron Wahid mengungkapkan...

Megawati and The Queen’s Gambit

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mungkin akan dielu-elukan karena dinilai brilian dengan menunjuk Pramono Anung sebagai calon gubernur dibandingkan opsi Ahok atau Anies Baswedan, sekaligus mengalahkan endorse Joko Widodo di Jakarta. Namun, probabilitas deal tertentu di belakangnya turut mengemuka sehingga Megawati dan PDIP bisa menang mudah. Benarkah demikian?

Gibran Wants to Break Free?

Di tengah dinamika politik pasca-Pilkada 2024, seorang wapres disebut ingin punya “kebebasan”. Mengapa Gibran Rakabuming wants to break free?

Ada Operasi Intelijen Kekacauan Korea Selatan? 

Polemik politik Korea Selatan (Korsel) yang menyeret Presiden Yoon Suk Yeol jadi perhatian dunia. Mungkinkah ada peran operasi intelijen dalam kekacauan kemarin? 

More Stories

Infrastruktur Ala Jokowi

Presiden juga menjelaskan mengenai pembangunan tol. Mengapa dibangun?. Supaya nanti logistic cost, transportation cost bisa turun, karena lalu lintas sudah  bebas hambatan. Pada akhirnya,...

Banjir, Bencana Laten Ibukota

Menurut pengamat tata ruang, Yayat Supriatna, banjir di Jakarta disebabkan  semakin berkurangnya wilayah resapan air. Banyak bangunan yang menutup tempat resapan air, sehingga memaksa...

E-KTP, Dampaknya pada Politik

Wiranto mengatakan, kegaduhan pasti ada, hanya skalanya jangan sampai berlebihan, sehingga mengganggu aktivitas kita sebagai bangsa. Jangan juga mengganggu mekanisme kerja yang  sudah terjalin...