HomeTerkini5 Kasus Lain Ancam Emirsyah

5 Kasus Lain Ancam Emirsyah

Kecil Besar

Atas laporan tersebut, Serikat sempat diperiksa dua kali oleh KPK. Karena menganggap tak pernah ada tindak lanjut dari KPK, Serikat lantas mengadu ke komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat.


pinterpolitik.comSenin. 23 Januari 2017.

JAKARTA – Belum selesai dengan dugaan suap pengadaan mesin pesawat, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan menyelidiki setidaknya lima kasus korupsi lain di tubuh Garuda Indonesia yang diduga melibatkan bekas Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Emirsyah Satar. KPK menduga suap pembelian mesin pesawat Rolls-Royce dari Inggris antara tahun 2009-2012 itu ditenggarai hanya satu dari beberapa kasus yang melibatkan Emirsyah. Wakil Ketua KPK Saut Sitomorang mengatakan bahwa lembaganya pernah menerima beberapa aduan kasus yang berkaitan dengan Emirsyah.

“Ini menjadi pintu masuk mengusut kasus yang lain”, kata Saut di Jakarta, Sabtu 21 Januari 2017. (Info grafis 5 kasus)

Pada tahun 2006, Serikat Karyawan Garuda mengajukan lima laporan adanya indikasi korupsi dan pengelolaan uang yang tak sesuai di perusahan milik negara itu. Ketua Harian Serikat Karyawan Garuda, Tomy Tampatty, mengatakan bahwa ratusan miliar uang perusahaan diduga digelapkan oleh direksi saat itu. “Bukti dan dokumen sudah kami antarkan ke KPK”, katanya. Seperti diketahui bahwa Emirsyah Satar menjadi orang nomor satu di Garuda sejak tahun 2005 hingga 2014.

Atas laporan tersebut, Serikat sempat diperiksa dua kali oleh KPK. Karena menganggap tak pernah ada tindak lanjut dari KPK, Serikat lantas mengadu ke komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat. Tomy juga mengatakan bahwa Serikat pernah melaporkan pengalihan penjualan tiket domestik ke satu bank pada 2001, yang mengakibatkan Garuda merugi hingga ratusan miliar rupiah. Pada 2009, Serikat melaporkan penyimpangan dana restrukturisasi kredit Garuda senilai Rp 270 miliar.

Baca juga :  BUMN Join Danantara, “Erick Tersingkir”?

Tomy menambahkan bahwa pada tahun 2010, Serikat melaporkan indikasi korupsi biaya promosi dan iklan serta penyimpangan pengelolaan infrastruktur teknologi informasi dengan potensi kerugian negara mencapai Rp 140 miliar. Pada 2012, saat rapat dengar pendapat dengan Komisi Hukum, kata Tomy, pimpinan KPK saat itu menyebut beberapa kasus tersebut masih kurang bukti. “Kami berharap sekarang KPK lebih serius mencari alat buktinya,” ujar Tomy.

Di tempat lain, pengacara Emir, Luhut Pangaribuan mempersilahkan KPK memeriksa Emir dalam kasus lain. “Kewenangan KPK tentu kami hormati. Pak Emir meyakini tak pernah melakukan semua yang dituduhkan,” tambahnya. Luhut juga mendukung pemeriksaan Emirsyah dilakukan secepatnya.

Jika benar Emirsyah terlibat dalam lebih banyak kasus, maka semakin banyak kerugian negara yang terjadi. Hal ini tentunya harus diusut sampai tuntas, termasuk pihak-pihak lain yang ikut terlibat di dalamnya. Kasus yang menimpa Garuda ini harus menjadi catatan bagi penegak hukum untuk juga mulai melihat BUMN-BUMN lain yang juga mungkin saja banyak melakukan penyimpangan. Dengan membersihkan BUMN dari praktik suap dan korupsi maka dipastikan kinerja perusahaan akan semakin baik dan lebih professional.

Maraknya korupsi di BUMN juga perlu menjadi catatan bagi pemerintah, apakah korupsi ini terjadi karena mekanisme dalam BUMN yang tidak transparan dan kredibel, atau ada masalah lain, misalnya soal pendapatan yang diterima oleh direktur di BUMN-BUMN. Saat ini presiden Jokowi sedang gencar melakukan pergantian Dirut di BUMN, bahkan tidak sedikit yang menggunakan jasa orang asing. Pertanyaannya adalah apakah usaha ini akan membawa dampak yang lebih baik atau malah akan semakin banyak Emirsyah Satar yang lain? Menarik untuk ditunggu. (Tmp/S13)

 

spot_imgspot_img

#Trending Article

Prabowo Lost in Translation

Komunikasi pemerintahan Prabowo dinilai kacau dan amburadul. Baik Prabowo maupun para pembantunya dianggap tak cermat dalam melemparkan tanggapan dan jawaban atas isu tertentu kepada publik, sehingga gampang dipelintir dan dijadikan bahan kritik.

2029 Anies Fade Away atau Menyala?

Ekspektasi terhadap Anies Baswedan tampak masih eksis, terlebih dalam konteks respons, telaah, dan positioning kebijakan pemerintah. Respons dan manuver Anies pun bukan tidak mungkin menjadi kepingan yang akan membentuk skenario menuju pencalonannya di Pilpres 2029.

The Pig Head in Tempo

Teror kepala babi dan bangkai tikus jadi bentuk ancaman kepada kerja-kerja jurnalisme. Sebagai pilar ke-4 demokrasi, sudah selayaknya jurnalisme beroperasi dalam kondisi yang bebas dari tekanan.

PDIP Terpaksa “Tunduk” Kepada Jokowi?

PDIP melalui Puan Maharani dan Joko Widodo (Jokowi) tampak menunjukan relasi yang baik-baik saja setelah bertemu di agenda Ramadan Partai NasDem kemarin (21/3). Intrik elite PDIP seperti Deddy Sitorus, dengan Jokowi sebelumnya seolah seperti drama semata saat berkaca pada manuver PDIP yang diharapkan menjadi penyeimbang pemerintah tetapi justru bersikap sebaliknya. Lalu, kemana sebenarnya arah politik PDIP? Apakah akhirnya secara tak langsung PDIP akan “tunduk” kepada Jokowi?

The Irreplaceable Luhut B. Pandjaitan? 

Di era kepresidenan Joko Widodo (Jokowi), Luhut Binsar Pandjaitan terlihat jadi orang yang diandalkan untuk jadi komunikator setiap kali ada isu genting. Mungkinkah Presiden Prabowo Subianto juga memerlukan sosok seperti Luhut? 

The Danger Lies in Sri Mulyani?

IHSG anjlok. Sementara APBN defisit hingga Rp31 triliun di awal tahun.

Deddy Corbuzier: the Villain?

Stafsus Kemhan Deddy Corbuzier kembali tuai kontroversi dengan video soal polemik revisi UU TNI. Pertanyaannya kemudian: mengapa Deddy?

Sejauh Mana “Kesucian” Ahok?

Pasca spill memiliki catatan bobrok Pertamina dan dipanggil Kejaksaan Agung untuk bersaksi, “kesucian” Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok seolah diuji. Utamanya, terkait pertaruhan apakah dirinya justru seharusnya bertanggung jawab atas skandal dan kasus rasuah perusahaan plat merah tempat di mana dirinya menjadi Komisasis Utama dahulu.

More Stories

Prabowo Lost in Translation

Komunikasi pemerintahan Prabowo dinilai kacau dan amburadul. Baik Prabowo maupun para pembantunya dianggap tak cermat dalam melemparkan tanggapan dan jawaban atas isu tertentu kepada publik, sehingga gampang dipelintir dan dijadikan bahan kritik.

The Pig Head in Tempo

Teror kepala babi dan bangkai tikus jadi bentuk ancaman kepada kerja-kerja jurnalisme. Sebagai pilar ke-4 demokrasi, sudah selayaknya jurnalisme beroperasi dalam kondisi yang bebas dari tekanan.

The Danger Lies in Sri Mulyani?

IHSG anjlok. Sementara APBN defisit hingga Rp31 triliun di awal tahun.