Menurut Syarif, pengadaan pesawat dan mesin pesawat itu dilakukan saat Emirsyah Satar menjadi Direktur Utama periode 2005-2014 di mana setiap tahun jumlah pengadaannya berbeda-beda.
pinterpolitik.com – Jumat, 20 Januari 2017.
JAKARTA – Lagi, lagi dan lagi, ada pejabat negara yang terjerat kasus korupsi. Kali ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menelusuri apakah ada suap terkait pemilihan mesin dari Rolls-Royce PLC oleh PT Garuda Indonesia untuk pengoperasian pesawat jenis Airbus SAS.
“Bahwa ada tiga jenis mesin yang bisa dipakai Airbus, apakah Rolls-Royce pilihan yang terbaik untuk Airbus ? Kalau memang bagus untuk Airbus milik Garuda, ya bersyukur. Tetapi jangan sampai karena ada suap jadi mereka memilih itu sehingga KPK sangat serius menangani hal itu,” kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif saat konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Kamis, 19 Januari 2017.
Kasus kali ini menjerat mantan Direktur Utama Garuda Indonesia 2005-2014, Emirsyah Satar dan “Beneficial Owner” dari Connaught International Pte Ltd, Soetikno Soedarjo (SS). Keduanya menjadi tersangka dalam kasus indikasi suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat dari Airbus SAS dan Rolls-Royce PLC pada PT Garuda Indonesia.
Menurut Syarif, pengadaan pesawat dan mesin pesawat itu dilakukan saat Emirsyah Satar menjadi Direktur Utama periode 2005-2014 di mana setiap tahun jumlah pengadaannya berbeda-beda.
Soal apakah KPK akan memanggil pihak Airbus maupun Rolls-Royce, Syarif menyatakan belum bisa memastikannya.
“Apakah akan diperiksa, kalau seandainya dibutuhkan keterangan dari Airbus atau Rolls-Royce, itu akan dilakukan. Tetapi untuk info yang kami dapatkan sekarang, semua informasi yang dimiliki Serious Fraud Office (SFO) Inggris dan Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) Singapura yang bisa membantu penyidikan akan dibagikan secara bersamaan,” ucap Syarif.
Syarif juga menyatakan bahwa perkara ini tergolong bentuk korupsi lintas negara atau transnasional, sehingga dalam penanganan kasus ini, KPK bekerja sama dengan otoritas penyidik kasus suap dan korupsi, misalnya Serious Fraud Office (SFO) dari Inggris dan Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) dari Singapura.
Adapun operasi KPK ini dimulai dengan penggeledahan sejumlah tempat di Jakarta Selatan pada Rabu 18 Januari 2017. Seperti rumah tersangka Emir di Grogol Utara, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan; kediaman Soetikno di Cilandak; Kantor Soetikno di Wisma MRA Jalan TB Simatupang; Rumah di Jatipadang, serta di sebuah rumah kawasan Bintaro Jaksel.
Dari operasi awal, KPK berhasil menyita satu koper merah. Operasi berlangsung hingga Rabu sore. Dan hasilnya, KPK pun menemukan alat bukti untuk menjerat pelaku.
Emirsyah Satar diduga menerima suap dari tersangka Soetikno dalam bentuk uang dan barang. Rinciannya masing-masing 1,2 juta Euro dan 180.000 dolar AS atau setara Rp20 miliar. Sedangkan dalam bentuk barang senilai Rp2 juta dolar AS yang tersebar di Singapura dan Indonesia.
Terhadap Emirsyah disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Sedangkan terhadap Soetikno diduga sebagai pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Juncto Pasal 64 ayat (1) Kita Undang-Undang Hukum Pidana.
Kasus ini membuka tabir baru bahwa di dalam BUMN dengan prospek bagus pun kasus suap dan korupsi masih bisa terjadi. Garuda Indonesia adalah perusahaan milik negara yang memiliki performa bagus. Emirsyah Satar juga adalah salah satu orang yang paling berjasa memperbaiki kinerja Garuda dari perusahaan penerbangan yang terpuruk menjadi perusahaan penerbangan bintang 5, bahkan pernah mendapat penghargaaan sebagai maskapai terbaik di regional Asia Pasifik.
Namun, ‘karena nila setitik, rusak susu sebelanga’, apa daya prestasi bagus Emrisyah Satar akhirnya harus ternodai skandal suap juga. Apa pun yang terjadi, kasus ini harus segera diselesaikan sehingga tidak mengganggu kinerja penerbangan Garuda Indonesia. (Okzn/S13)