HomeNalar PolitikTunda Cawapres Jokowi, Strategi Jitu?

Tunda Cawapres Jokowi, Strategi Jitu?

“Sudah ada, tinggal diumumin,” Jokowi tentang cawapres di tangannya.


PinterPolitik.com

[dropcap]C[/dropcap]alon pendamping Jokowi hingga saat ini masih misteri. Publik masih terus bertanya-tanya kapan teka-teki soal cawapres tersebut akan segera terungkap. Padahal, pendaftaran capres tinggal menghitung hari. Apakah Jokowi tidak takut terlambat mengumumkan nama pendampingnya tersebut?

Belakangan diberitakan bahwa mantan Wali Kota Solo tersebut sudah mengantongi nama yang akan bersanding dengannya pada pesta demokrasi di 2019 nanti. Spekulasi soal nama calon yang dimaksud pun mulai bertebaran. Lagi-lagi, meski nama sudah di tangan, Jokowi masih belum juga mengumumkan kandidat orang nomor dua tersebut.

Bagi beberapa orang, penundaan pengumuman nama cawapres ini merupakan sebuah strategi dari sang petahana. Jokowi dipandang tidak sekadar menunggu waktu yang tepat, tetapi juga menyimpan maksud khusus dari penundaan pengumuman tersebut.

Lantas apa tujuan Jokowi menunda pengumuman nama calon pendampingnya? Adakah hubungan langkah ini dengan strategi menjegal lawan-lawannya? Ataukah ia hanya sedang menyiapkan kejutan besar bagi masyarakat dari langkah sembunyi-sembunyi tersebut?

Nama Sudah di Kantong

Jokowi mengaku telah mengantongi nama calon pendampingnya di Pilpres  2019 nanti. Nama cawapres ini disebut-sebut telah berada di tangan Jokowi sejak pertemuan dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri di Istana Batu Tulis beberapa waktu lalu.

Meski sudah menggenggam nama, mantan Gubernur Jakarta ini tampak masih enggan membeberkannya ke depan khalayak. Hal ini membuat publik menerka-nerka dan mencoba memecahkan teka-teki tentang cawapres Jokowi.

Tunda Cawapres Jokowi, Strategi Jitu?

Bola liar pun menggelinding akibat penundaan tersebut. Sejumlah nama disebut-sebut menjadi sosok beruntung yang mendampingi Jokowi tersebut. Salah satu nama yang paling santer dibicarakan adalah mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD.

Petinggi-petinggi partai pendukung Jokowi memberi isyarat-isyarat khusus terkait nama cawapres tersebut. Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto misalnya mengungkapkan bahwa pengumuman nama cawapres Jokowi menunggu “cuaca cerah”. Ada pula Ketua Umum PPP Romahurmuziy yang menyebut bahwa Jokowi saat ini sudah memegang 10 nama cawapres dengan latar belakang beragam.

Isyarat lain juga diungkapkan oleh Sekjen Partai Nasdem Johnny G. Plate. Menurut Johnny, nama cawapres yang kini dalam genggaman Jokowi berpotensi membuat gempar masyarakat.

Secara umum, pengumuman nama cawapres ini memang dianggap dapat mengubah kondisi politik yang ada saat ini. Presiden keenam RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) misalnya mengamini anggapan tersebut dengan menyebut bahwa pengumuman nama cawapres oleh Jokowi berpotensi menjadi game-changer.

Ketua Umum Partai Demokrat tersebut memprediksi pengumuman cawapres oleh Jokowi berpotensi dilakukan di menit-menit akhir pendaftaran capres dan cawapres. Menurutnya, Jokowi bisa saja menunggu hingga tanggal 9 Agustus untuk mengumumkan nama calon pendampingnya.

Baca juga :  Ke Mana Jokowi Akan Berlabuh?

Terlihat bahwa para politikus menganggap bahwa belum diumumkannya sosok cawapres oleh Jokowi bukan hal yang biasa-biasa saja. Ada potensi kegemparan yang dihasilkan dari pengumuman nama tersebut. Selain itu, nama cawapres yang diumumkan juga dianggap sebagai sesuatu yang bisa mengubah konstelasi politik. Oleh karena itu, boleh jadi langkah ini bukan langkah yang sembarangan dari sang petahana.

Tipuan dan Kejutan

Secara psikologis, ditundanya pengumuman nama cawapres  Jokowi memang bisa memiliki pengaruh khusus. Hal ini diungkapkan misalnya oleh Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno. Strategi yang diambil oleh Jokowi ini bisa membuat lawan-lawan – dan kawan – politiknya tertipu sekaligus terkejut.

Perkara tipu-menipu di dalam politik merupakan hal yang biasa dibicarakan. Secara filosofis, tokoh-tokoh mulai dari Plato hingga Niccolo Machiavelli telah membicarakan hal tersebut. Pentingnya tipuan atau deception dalam politik juga diungkapkan oleh filsuf berdarah Jerman-Amerika, Leo Strauss.

Secara ekstrem, Strauss menghendaki adanya perpetual deception atau tipuan yang abadi di dalam politik. Jika disarikan, Strauss mengungkapkan bahwa pemimpin yang ideal adalah pemimpin yang mampu menipu masyarakat yang ia pimpin.

Pemikiran Strauss disebut-sebut sebagai pemikiran yang mempengaruhi figur-figur intelijen dunia. Penekanan pada makna yang tersembunyi kerap kali absen dalam dunia telik sandi. Oleh karena itu, figur-figur tersebut menggunakan pemikiran Strauss sebagai basis untuk menciptakan makna tersembunyi yang bisa mengelabui lawan.

Di lain pihak, strategi berupa kejutan tergolong sebagai senjata yang cukup efektif dalam menghadapi lawan. Dalam perang, strategic surprise adalah langkah yang dapat mengacaukan dan bahkan meniadakan strategi lawan. Strategic surprise kerap diartikan sebagai langkah pengembangan yang dapat memiliki efek transformatif bahkan terkadang revolusioner.

Pentingnya strategic surprise ini diungkapkan misalnya oleh Colin S. Gray dari University of Reading. Menurutnya, kejutan menawarkan kesempatan emas dan juga bahaya yang mematikan. Kejutan merupakan hal yang amat diperlukan dalam kesuksesan suatu taktik.

Jika digabungkan, senjata berupa tipuan dan kejutan berpotensi membuat lawan kalang kabut. Ada kemungkinan yang sangat besar bahwa lawan akan mengambil langkah reaktif yang berpotensi blunder. Dari sinilah pengguna strategi mengambil untung.

Berdasarkan efek psikologis yang dihasilkan, penundaan cawapres oleh Jokowi tidak bisa dianggap sebagai hal yang remeh. Unsur tipuan dan kejutan yang dihasilkan dari taktik tersebut berpotensi menghasilkan strategi ampuh pemulus langkah menuju Istana.

Baca juga :  Tak Ada Megawati, Hanya Jokowi

Strategi Ampuh?

Pernyataan SBY tentang pengumuman cawapres Jokowi dapat menjadi game-changer bisa jadi benar adanya. Hal ini terkait dengan efek psikologis berupa tipuan dan kejutan sebagaimana disebutkan sebelumnya. Dalam konteks ini, penundaan pengumuman nama cawapres tidak hanya dapat dimaknai hanya sebagai langkah mengulur-ulur waktu, tetapi juga sebagai strategi jitu mengacaukan pikiran lawan.

Tipuan ala Jokowi ini bisa membuat kubu lawannya melakukan spekulasi. Di tengah berbagai pikiran spekulatif ini, lawan membuat mereka lebih rentan salah dalam mengambil langkah. Lawan-lawan politiknya berpotensi salah langkah akibat kekaburan yang dihasilkan dari tipuan Jokowi ini.

Sebagaimana disebut sebelumnya, ada makna tersembunyi dari langkah menipu dalam strategi penundaan ini. Saat ini, banyak nama yang berseliweran di media sehingga muncul tipuan dan kekaburan tentang nama sebenarnya yang ada di kantong Jokowi.

Tipuan tersebut bisa saja membuat lawan mengambil langkah yang salah. Mereka bisa saja salah menerka sehingga membentuk pasangan lawan yang tidak benar-benar kuat menghadapi Jokowi dan pendamping sebenarnya.

Salah ambil langkah juga dapat terjadi karena efek kejutan yang lahir dari penundaan pengumuman nama. Sebagaimana disebut sebelumnya, strategic surprise memang dimaksudkan untuk mengacaukan dan bahkan meniadakan strategi lawan.

Nama yang dipendam lama dan baru diumumkan di menit terakhir bisa saja mengacaukan strategi lawan. Mereka yang telah mengambil langkah lebih awal bisa saja buyar pikirannya melalui sosok pendamping yang tidak diduga-duga.

Tidak hanya bisa bekerja untuk mengacaukan lawan, kawan-kawan Jokowi di lingkaran koalisi juga bisa berpikir ulang melalui strategi menunda ini. Potensi salah langkah juga dimiliki oleh partai-partai anggota koalisi melalui strategi menunda ala Jokowi ini.

Tipuan yang dihasilkan dari beredarnya spekulasi nama membuat partai-partai merasa mendapat angin dari kandidat petahana tersebut. Mereka dapat mengira kader merekalah yang akan diambil sebagai pendamping. Hal ini membuat mereka merasa terus yakin memberi dukungan kepadanya.

Saat nama pendamping benar-benar diumumkan, partai-partai tersebut bisa saja tidak lagi punya pilihan selain tetap bersama Jokowi. Waktu yang ada terlalu singkat bagi mereka untuk menghadapi tipuan dan kejutan di menit terakhir.

Berdasarkan kondisi tersebut, penundaan pengumuman cawapres Jokowi tidak bisa dianggap enteng. Kini, ia hanya perlu menunggu waktu yang benar-benar tepat agar efek tipuan dan kejutan berjalan maksimal. (H33)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Segitiga Besi Megawati

Relasi Prabowo Subianto dan Megawati Soekarnoputri kini memasuki babak baru menyusul wacana pertemuan dua tokoh tersebut.

Prabowo & Hybrid Meritocracy Letnan-Mayor

Promosi Letjen TNI Kunto Arief Wibowo sebagai Pangkogabwilhan I di rotasi perdana jenderal angkatan bersenjata era Presiden Prabowo Subianto kiranya mengindikasikan pendekatan baru dalam relasi kekuasaan dan militer serta dinamika yang mengiringinya, termasuk aspek politik. Mengapa demikian?

The Real Influence of Didit Hediprasetyo?

Putra Presiden Prabowo Subianto, Didit Hediprasetyo, memiliki influence tersendiri dalam dinamika politik. Mengapa Didit bisa memiliki peran penting?

Keok Pilkada, PKS Harus Waspada? 

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjadi salah satu partai yang paling tidak diuntungkan usai Pemilu 2024 dan Pilkada 2024. Mungkinkah hal ini jadi bahaya bagi PKS dalam waktu mendatang?

Prabowo and The Nation of Conglomerates

Dengarkan artikel ini: Sugianto Kusuma atau Aguan kini jadi salah satu sosok konglomerat yang disorot, utamanya pasca Menteri Tata Ruang dan Agraria Nusron Wahid mengungkapkan...

Megawati and The Queen’s Gambit

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mungkin akan dielu-elukan karena dinilai brilian dengan menunjuk Pramono Anung sebagai calon gubernur dibandingkan opsi Ahok atau Anies Baswedan, sekaligus mengalahkan endorse Joko Widodo di Jakarta. Namun, probabilitas deal tertentu di belakangnya turut mengemuka sehingga Megawati dan PDIP bisa menang mudah. Benarkah demikian?

Gibran Wants to Break Free?

Di tengah dinamika politik pasca-Pilkada 2024, seorang wapres disebut ingin punya “kebebasan”. Mengapa Gibran Rakabuming wants to break free?

Ada Operasi Intelijen Kekacauan Korea Selatan? 

Polemik politik Korea Selatan (Korsel) yang menyeret Presiden Yoon Suk Yeol jadi perhatian dunia. Mungkinkah ada peran operasi intelijen dalam kekacauan kemarin? 

More Stories

Membaca Siapa “Musuh” Jokowi

Dari radikalisme hingga anarko sindikalisme, terlihat bahwa ada banyak paham yang dianggap masyarakat sebagai ancaman bagi pemerintah. Bagi sejumlah pihak, label itu bisa saja...

Untuk Apa Civil Society Watch?

Ade Armando dan kawan-kawan mengumumkan berdirinya kelompok bertajuk Civil Society Watch. Munculnya kelompok ini jadi bahan pembicaraan netizen karena berpotensi jadi ancaman demokrasi. Pinterpolitik Masyarakat sipil...

Tanda Tanya Sikap Gerindra Soal Perkosaan

Kasus perkosaan yang melibatkan anak anggota DPRD Bekasi asal Gerindra membuat geram masyarakat. Gerindra, yang namanya belakangan diseret netizen seharusnya bisa bersikap lebih baik...