HomeNalar PolitikPKS Spesialis Kejutan

PKS Spesialis Kejutan

Urutan kedua yang diraih pasangan Asyik di Pilgub Jabar 2018 seolah menahbiskan PKS sebagai spesialis kejutan.


PinterPolitik.com

[dropcap]S[/dropcap]emua orang suka kisah serupa David melawan Goliath. Tidak pernah ada yang menduga Korea Selatan bisa mengalahkan Jerman di lapangan hijau. Kesebelasan berjuluk Taeguk Warriors ini mampu memaksa juara Piala Dunia empat kali angkat koper dengan skor 2-0. Korea Selatan memang tidak lolos ke putaran berikutnya, tetapi banyak orang memuji penampilan perwakilan Asia tersebut. Semua seperti sepakat, Korea Selatan mungkin kalah dalam pertandingan, tetapi mereka mememenangkan hati banyak orang.

Kisah serupa berlaku di gelaran Pilgub 2018. Pasangan Sudrajat-Ahmad Syaikhu (Asyik) adalah pasangan gurem yang peluangnya dianggap suram. Nyaris semua survei meramalkan pasangan ini akan terpuruk di pesta demokrasi tersebut. Ternyata, di hari-H pemilihan, pasangan ini mematahkan hasil survei dan menunjukkan perlawanan keras, sehingga duduk di posisi kedua versi hitung cepat. Asyik boleh jadi kalah di bilik suara, tetapi mereka berhasil memenangkan hati beberapa orang.

Banyak orang memberikan kredit kepada PKS di balik kejutan Asyik di Pilgub Jabar 2018. Bagi mereka, partai dakwah ini memiliki kader militan yang bergerilya mencari dukungan untuk pasangan tersebut. Beberapa orang bahkan menganggap Asyik akan menang jika Pilgub diperpanjang waktunya untuk memberi ruang kader PKS terus bergerilya.

Bukan kali ini saja PKS menghadirkan kejutan di Pilkada. Militansi kader partai ini sudah teruji dalam mematahkan survei jelang Pilkada. Mengapa partai berhaluan Islam ini bisa konsisten menghadirkan kejutan?

PKS yang Mengejutkan

PKS memang spesialis kejutan. Perjuangan Asyik boleh jadi hanya menjadi salah satu contoh saja dari kejutan partai yang berkantor di MD Building Jakarta Selatan ini. Jauh sebelum itu, pasangan yang mereka usung sukses menghasilkan perolehan suara yang mengagumkan banyak orang.

Yang paling fenomenal dari kiprah PKS sebagai spesialis kejutan adalah ketika memenangkan pasangan Ahmad Heryawan-Dede Yusuf (Hade) di Pilgub Jabar 2008. Tidak pernah ada yang menyangka pasangan yang tertinggal jauh di survei ini bisa memenangkan pertarungan dan menumbangkan kandidat-kandidat yang lebih populer.

PKS Spesialis Kejutan

Pasangan Hade membuka Pilgub Jabar 2008 dengan hasil survei popularitas sekitar 7 persen. Pasangan ini terpaut jauh dari pasangan-pasangan kelas berat seperti Agum Gumelar-Nu’man Abdul Hakim dan juga Danny Setiawan-Iwan Sulandjana. Meski kalah pamor, Hade ternyata berhasil memenangi Pilgub dengan perolehan suara 40,5 persen.

Kejutan lainnya barangkali hadir dari kemenangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno di Pilgub DKI Jakarta 2017. Serupa dengan Hade, Anies-Sandi juga memulai Pilgub Jakarta dengan perolehan suara jeblok di berbagai survei.

Meski demikian, popularitas pasangan ternyata terus-menerus menanjak menjelang hari pemungutan suara. Anies-Sandi mampu merebut posisi kedua di putaran pertama meski kerap menduduki posisi buncit di berbagai survei. Pada akhirnya, pasangan tersebut berhasil menang di putaran kedua dan menyingkirkan pasangan calon yang dianggap pasti menang, Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Syaiful Hidayat.

Kiprah PKS sebagai spesialis kejutan dapat dilihat dari mesin politik partai dakwah ini. Tidak dapat dipungkiri, bahwa sebagai partai, PKS tergolong yang paling mapan mesin politiknya. Para petinggi partai ini tidak akan sulit menggerakkan mesin tersebut di saat dibutuhkan.

Baca juga :  Megawati and The Queen’s Gambit

Mesin Politik Mumpuni

Secara umum, mesin politik kerap diartikan sebagai kelompok politik di mana seorang atau sekelompok orang dapat menggerakkan pendukungnya untuk memperoleh suara. Kekuatan mesin politik ini diukur dari kemampuan para pendukung dalam menghasilkan suara di hari pemilihan. Istilah ini diungkapkan misalnya oleh William Safire.

Dalam konteks PKS, mesin politik yang berlaku tidak bersifat otokrasi tunggal seperti yang digambarkan oleh Safire. Selain itu, mesin politik PKS ini juga tidak memiliki nuansa peyoratif seperti digambarkan Safire atau ilmuwan lain. Mesin politik ini tidak bersifat patron-klien dan juga tidak terbukti diarahkan untuk perilaku koruptif. Mesin politik PKS juga tidak diarahkan untuk mendapatkan keuntungan seperti uang dan juga jabatan politik para pendukungnya.

Mesin politik PKS sebagai spesialis kejutan sangat mudah digerakkan karena partai ini bukanlah partai politik biasa. Merujuk pada Burhanuddin Muhtadi dalam bukunya berjudul Dilema PKS”, partai ini adalah partai rasa jamaah. Partai ini memang dianggap sebagai jelmaan dari gerakan (harakah) Tarbiyah. Ada ungkapan di lingkaran partai tersebut yaitu alharakah hiya alhizb wa alhizb huwa al-harakah atau gerakan adalah partai dan partai adalah gerakan.

Dalam partai rasa jamaah seperti PKS, ketaatan adalah kunci utama dari berjalannya gerakan. Qiyadah (pemimpin) amat ditaati dalam partai seperti PKS. Apa yang menjadi perintah qiyadah sudah pasti akan dijalankan para kader tanpa bantahan. Hal ini termasuk juga dalam urusan politik elektoral.

Jika ditarik jauh, ketaatan kader PKS pada qiyadah dan jamaahnya ini bersumber dari pemikiran Hasan Al Banna, tokoh yang banyak mempengaruhi alur gerakan partai tersebut. Al Banna menekankan pentingnya rasa percaya (tsiqah) atas keputusan yang dibuat oleh pemimpin.

Oleh karena itu, mesin politik PKS dapat dikatakan bersumber dari ketaatan kader kepada pemimpin dan jamaahnya. Mobilisasi yang dilakukan tidak bersumber dari hal yang berbau keuntungan material saja tetapi lebih erat kepada urusan agama.

Ketaatan ini membuat mesin politik PKS dapat digerakkan dengan sangat mudah. Kecintaan kader pada jamaah dan qiyadah membuat soliditas partai ini tergolong sangat terjaga. Oleh karena itu, mereka mau melakukan apa saja dan berjuang ekstra keras untuk menjalankan perintah jamaah dan pimpinan tersebut.

PKS mengungkap bahwa soliditas mereka juga bersumber dari kelompok-kelompok pengajian yang ada di bawah mereka. Mereka menyebut bahwa kelompok pengajian atau kerap disebut halaqah menyumbang dana bagi kampanye kandidat yang mereka usung. Lazim terdengar juga halaqah ini menyerukan taklimat dari qiyadah di pucuk kepemimpinan kepada pesertanya untuk memilih dan memenangkan pasangan tertentu.

Dikisahkan bahwa menjelang hari-hari pemilihan, kader-kader PKS akan bergerilya menawarkan pasangan yang mereka usung. Mereka bergerak dari pintu ke pintu menemui masyarakat di tingkat akar rumput. Selain itu, gerilya mereka juga lakukan di media sosial dan grup-grup chat yang mereka ikuti. Hal ini menunjukkan bagaimana PKS mampu menggerakkan mesin politiknya melalui sifat mereka sebagai partai rasa jamaah.

Baca juga :  Berani Prabowo Buka Pandora Papers Airlangga?

Memanfaatkan Sentimen Agama

Selain piawai mengelola mesin politik, partai dakwah ini juga tergolong pandai dalam mengelola isu. Dalam konteks ini, mereka tidak hanya memobilisasi kader mereka untuk pergi turun berkampanye ke akar rumput, tetapi juga memobilisasi sebuah isu.

Isu yang banyak dimainkan partai kaum Islam urban ini tidak lain dan tidak bukan adalah politik identitas. Sebagai partai berhaluan Islam, mereka selalu menghembuskan sentimen agama dalam aktivitas politik mereka termasuk dalam kampanye Pilkada.

Sentimen agama ini tergolong amat efektif dalam menghasilkan suara. Menurut Vedi Hadiz, saat ini tengah terjadi pengarusutamaan (mainstreaming) dari moralitas Islam konservatif. Berdasarkan kondisi itu, partai yang mampu memainkan isu arus utama itu bisa saja meraup suara begitu besar.

Faktor agama memang memegang peranan penting dalam Pilkada di negeri ini. Marcus Mietzner misalnya menangkap bahwa kekalahan Ahok di Pilgub DKI berkaitan dengan isu tersebut. Hal ini disebut-sebut bisa berlaku pula di Pilkada-pilkada lainnya.

Sebagai partai dengan identitas Islam yang nyata, PKS jelas dapat terbawa arus utama moralitas Islam konservatif tersebut. Ini dibuktikan melalui penelitian yang dilakukan oleh Muhtadi, Edward Aspinall, Diego Fossati, dan Eve Warburton. PKS menduduki urutan kedua sebagai partai paling Islami di bawah PPP.

Mereka tidak perlu repot-repot mencari isu untuk membangun citra kandidat yang mereka usung. Hanya dengan membawa identitas Islam saja mereka bisa meningkatkan tingkat keterpilihan kandidatnya. Jika ada kelompok yang memainkan serangan politik identitas, PKS jelas punya solusinya dan bahkan bisa mengambil keuntungan dari serangan tersebut.

Pemahaman PKS akan isu arus utama ini menjadi kunci lain dari kejutan-kejutan partai ini. Ketika partai-partai lain menawarkan kebaruan melalui narasi seperti pemimpin muda, anti-korupsi, toleran, penuh prestasi, dan lain sebagainya, PKS cukup menawarkan satu formula ampuh: pemimpin Muslim.

Kejutan demi kejutan yang dihadirkan PKS jelas membuat semua orang iri. Sepertinya, banyak partai dan kandidat yang akan senang jika PKS berada satu kubu dengan mereka. Kemewahan berupa mesin politik PKS dan mobilisasi isu praktis akan dimiliki kandidat yang diusung oleh partai tersebut.

Bukan tidak mungkin PKS akan memainkan peranan penting di tataran yang lebih luas, katakanlah menjelang Pilpres 2019. Kader dan isu identitas yang mereka miliki bisa saja menjadi kunci kemenangan pasangan calon yang mereka dukung. Menarik untuk ditunggu kejutan apa lagi yang dihadirkan partai dakwah ini. (H33)

Artikel Sebelumnya
Artikel Selanjutna
spot_imgspot_img

#Trending Article

Segitiga Besi Megawati

Dengarkan artikel ini: Relasi Prabowo Subianto dan Megawati Soekarnoputri kini memasuki babak baru menyusul wacana pertemuan dua tokoh tersebut. Meski belum juga terjadi, banyak yang...

Prabowo & Hybrid Meritocracy Letnan-Mayor

Promosi Letjen TNI Kunto Arief Wibowo sebagai Pangkogabwilhan I di rotasi perdana jenderal angkatan bersenjata era Presiden Prabowo Subianto kiranya mengindikasikan pendekatan baru dalam relasi kekuasaan dan militer serta dinamika yang mengiringinya, termasuk aspek politik. Mengapa demikian?

The Real Influence of Didit Hediprasetyo?

Putra Presiden Prabowo Subianto, Didit Hediprasetyo, memiliki influence tersendiri dalam dinamika politik. Mengapa Didit bisa memiliki peran penting?

Keok Pilkada, PKS Harus Waspada? 

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjadi salah satu partai yang paling tidak diuntungkan usai Pemilu 2024 dan Pilkada 2024. Mungkinkah hal ini jadi bahaya bagi PKS dalam waktu mendatang?

Prabowo and The Nation of Conglomerates

Dengarkan artikel ini: Sugianto Kusuma atau Aguan kini jadi salah satu sosok konglomerat yang disorot, utamanya pasca Menteri Tata Ruang dan Agraria Nusron Wahid mengungkapkan...

Megawati and The Queen’s Gambit

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mungkin akan dielu-elukan karena dinilai brilian dengan menunjuk Pramono Anung sebagai calon gubernur dibandingkan opsi Ahok atau Anies Baswedan, sekaligus mengalahkan endorse Joko Widodo di Jakarta. Namun, probabilitas deal tertentu di belakangnya turut mengemuka sehingga Megawati dan PDIP bisa menang mudah. Benarkah demikian?

Gibran Wants to Break Free?

Di tengah dinamika politik pasca-Pilkada 2024, seorang wapres disebut ingin punya “kebebasan”. Mengapa Gibran Rakabuming wants to break free?

Ada Operasi Intelijen Kekacauan Korea Selatan? 

Polemik politik Korea Selatan (Korsel) yang menyeret Presiden Yoon Suk Yeol jadi perhatian dunia. Mungkinkah ada peran operasi intelijen dalam kekacauan kemarin? 

More Stories

Membaca Siapa “Musuh” Jokowi

Dari radikalisme hingga anarko sindikalisme, terlihat bahwa ada banyak paham yang dianggap masyarakat sebagai ancaman bagi pemerintah. Bagi sejumlah pihak, label itu bisa saja...

Untuk Apa Civil Society Watch?

Ade Armando dan kawan-kawan mengumumkan berdirinya kelompok bertajuk Civil Society Watch. Munculnya kelompok ini jadi bahan pembicaraan netizen karena berpotensi jadi ancaman demokrasi. Pinterpolitik Masyarakat sipil...

Tanda Tanya Sikap Gerindra Soal Perkosaan

Kasus perkosaan yang melibatkan anak anggota DPRD Bekasi asal Gerindra membuat geram masyarakat. Gerindra, yang namanya belakangan diseret netizen seharusnya bisa bersikap lebih baik...