HomeNalar PolitikMudik, Pembuktian Kerja Jokowi

Mudik, Pembuktian Kerja Jokowi

Bagi masyarakat, mudik adalah kewajiban setiap tahunnya. Bagi Pemerintahan Jokowi, mudik kali ini adalah pembuktian kerjanya selama ini.


PinterPolitik.com

“Keyakinan, komitmen, kredibilitas: tiga pilar kekuatan moral seorang pemimpin.” ~ Jendral John Michel

[dropcap]J[/dropcap]elang Hari Raya Idul Fitri, saat masyarakat kembali ke kampung halamannya masing-masing, merupakan ujian bagi Pemerintah Jokowi dalam membuktikan semua upaya yang dilakukan selama ini. Seperti yang dilansir di berbagai pemberitaan, baik menurut DPR, politikus, maupun pengamat, mudik kali ini menjadi ujian bagi Jokowi.

Sebelumnya, Pemerintah secara mengejutkan mengeluarkan kebijakan untuk memperpanjang libur Lebaran dan memberi tunjangan hari raya (THR) secara take home pay bagi Aparatur Sipil Negara, TNI, Polri, hingga pensiunan. Dua kebijakan ini, langsung menimbulkan polemik, baik di kalangan pengusaha maupun kepala daerah.

Walau begitu di balik keputusan yang kontroversial tersebut, sebenarnya Pemerintah tengah berupaya mempertahankan kestabilan ekonomi. Strategi ini, menurut pengamat ekonomi, relatif berhasil mengingat lonjakan harga yang terjadi tidak menimbulkan gejolak yang berarti di masyarakat.

Di sisi lain, aktivitas perpindahan penduduk kota ke daerah yang nyaris serentak ini, juga memerlukan perhatian besar. Terutama dari kesiapan infrastruktur yang selalu digadang-gadang Jokowi. Inilah saatnya, ia membuktikan manfaat jalan, jalan tol, bandara, rel kereta ganda, maupun pelabuhan yang menjadi fokus utama pemerintahannya.

Ekonomi dan Kewajiban Kaum Urban

“Pergilah ke tempat manapun yang ingin kau kunjungi di dunia ini, tapi jika kau lelah pulanglah.” ~ Nom de Plume

Banyaknya warga perkotaan yang mudik ke daerah, merupakan bukti akan besarnya ketimpangan ekonomi yang terjadi selama ini. Meski begitu, urbanisasi juga merupakan konsekuensi lumrah. Bahkan juga telah terjadi di Eropa sejak abad ke 18 maupun 19, khususnya saat Inggris mengalami revolusi industri.

Berdasarkan hasil penelitian Michael P. Todaro dari University of Chicago, pendorong utama terjadinya urbanisasi adalah karena pertimbangan ekonomi yang rasional. Ada dua alasan mengapa seseorang memilih pindah ke kota, pertama karena adanya harapan untuk mendapatkan pekerjaan dan mencari penghasilan yang lebih tinggi.

Kesimpulan Todaro ini, sejalan dengan model push (dorong) dan pull (tarik) dari teori migrasi, di mana seseorang terdorong untuk meninggalkan desanya akibat berbagai faktor. Menyusutnya lahan pertanian, minimnya infrastruktur, serta budaya rantau setempat, umumnya menjadi faktor pendorong utama seseorang pindah ke kota.

Di sisi lain, pertumbuhan kota yang semakin modern merupakan daya tarik bagi penduduk desa. Melimpahnya kesempatan kerja di sektor formal dan informal, serta akses infrastruktur yang mudah, adalah beberapa faktor yang membuat seseorang bertekad meninggalkan desanya.

Baca juga :  Jokowi's Secret Painting?

Sementara dari kacamata sosiologi perkotaan, tradisi mudik membuktikan kalau proses urbanisasi dari masyarakat desa ke kota sangat besar di tanah air. Di prediksi, ada sekitar 30 juta orang yang melakukan mudik tahun ini, naik sekitar 15 persen dari jumlah orang yang mudik di tahun lalu.

Walau perpindahan penduduk secara massal dan serentak ini cukup membuat kewalahan pemerintah, namun tradisi ini diyakini akan selalu ada. Sebab menurut Sosiolog Emile Durkheim, mudik tak lagi hanya sekedar tradisi tapi juga fakta sosial yang mewajibkan masyarakat berkunjung dan bersilaturahmi ke sanak saudaranya di saat Lebaran.

Konsumsi Tinggi, Inflasi Rendah

“Barang dapat menghasilkan bentuk lain, selain uang. Tetapi uang tidak dapat menghasilkan yang lainnya selain barang.” ~ Adam Smith

Walaupun Bapak Perekonomian Adam Smith tidak terlalu terkesan dengan manfaat uang, namun peredaran uang dapat menggerakkan roda perekonomian. Setidaknya itulah yang dikatakan oleh Ekonom Inggris John Maynard Keynes, berdasarkan hipotesis siklus arus uang, ia menilai kalau kenaikan belanja (konsumsi) akan meningkatkan pendapatan.

Sehingga bila mengacu pada tradisi mudik dengan pemberian liburan panjang oleh pemerintah, secara tidak langsung warga perkotaan sebenarnya didorong untuk berbelanja di daerah demi meningkatkan jumlah uang yang beredar di daerah asalnya. Tak heran bila Wakil Presiden Jusuf Kalla juga berpesan pada pemudik, agar tidak lupa berbelanja di daerah.

Meski begitu, Direktur Indonesia Development and Islamic Studies (IDEAS), Yusuf Wibisono mengatakan kalau perputaran uang saat mudik Lebaran tidak akan berdampak banyak pada pemerataan ekonomi, karena efeknya hanya sementara. Sehingga ia menyarankan, selain konsumsi, ada baiknya investasi daerah pun ikut dipacu.

Sementara itu, menurut Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Candra Fajri Ananda, kebijakan pemberian THR dan libur panjang dari pemerintah, terbukti mampu menstabilkan laju inflasi. Sebab di masa di mana harga kebutuhan naik dan permintaan tinggi, biasanya akan disertai pula oleh inflasi yang tinggi.

Rendahnya tingkat inflasi di Ramadan ini, menurut Candra, bisa terjadi atas tiga kemungkinan. Pertama, permintaan yang konstan walau suplainya meningkat. Kedua, permintaan dan suplai sama-sama meningkat atau berada di top performances. Dan ketiga, suplai tetap namun permintaan turun yang berarti adanya penurunan daya beli.

Berdasarkan kemungkinan itu, Candra mengapresiasi kebijakan pemberian THR karena setidaknya mampu sedikit mendongkrak daya beli masyarakat demi menekan inflasi. Ia melihat, walau kebijakan tersebut membebani APBN dan APBD namun dapat berimplikasi positif pada sektor ekonomi, karena mampu meningkatkan gairah belanja.

Baca juga :  The Real Influence of Didit Hediprasetyo?

Bukti Infrastruktur Jokowi

“Kita harus berinvestasi pada pembangunan infrastruktur dan membangun kembali masyarakat untuk menciptakan lapangan kerja.” ~ Carol Moseley Braun

Pembangunan infrastruktur, bagi Braun, Senator perempuan Afro-Amerika pertama di AS, merupakan faktor utama dari pembangunan masyarakat agar roda ekonomi dapat bergerak. Pentingnya infrastruktur dalam pembangunan ini, juga ditekankan oleh Dosen Fakultas Teknik Universitas Dipenogoro Robert J. Kodoatie.

Menurut lulusan Colorado State University ini, infrastruktur merupakan sarana pendukung utama sistem sosial dan sistem ekonomi dalam kehidupan masyarakat. Tersedianya infrastruktur juga mampu mempercepat roda penggerak pertumbuhan ekonomi, sehingga dapat menekan tingginya laju urbanisasi.

Sehingga tak heran, bila Jokowi terkesan memaksakan diri dalam membangun berbagai infrastruktur. Terkait mudik tahun ini pun, Jokowi mengaku kalau pemerintah telah sungguh-sungguh mengerahkan daya upaya yang ada, agar infrastruktur yang dibangun dapat memperlancar arus mudik tahun ini.

Upaya inipun, secara langsung telah diapresiasi oleh Ketua DPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) usai melakukan peninjauan langsung arus mudik dengan menggunakan helikopter ke sejumlah daerah. Kelancaran arus mudik, menurut kader PSI Rizal Calvary Marimbo juga dapat menjadi alat kampanye bagi Jokowi.

Menurut juru bicara PSI bidang ekonomi, industri, dan bisnis tersebut, saat mudik masyarakat akan merasakan sendiri manfaat dari pembangunan infrastruktur yang dibuat secara masif oleh Jokowi. Experience campaign yang ditawarkan Jokowi, bagi Rizal, jauh lebih efektif daripada retorika dan fake news yang dilakukan oposisi.

Hanya saja, berdasarkan Teori Pilihan Rasional (rational choice theory) dari Anthony Downs, semua itu akan kembali pada bagaimana masyarakat merasakan pengalaman dan keuntungan yang mereka dapat melalui pembangunan infrastruktur tersebut. Sehingga experience campaign juga tidak serta merta membuahkan keuntungan bagi Jokowi.

Menurut Downs, ada dua faktor penentu seseorang untuk memilih. Pertama adalah faktor psikis, yaitu lebih menekankan pada identitas, kualitas, dan kepribadian kandidat yang akan dipilihnya. Sementara yang kedua, faktor pemilih rasional yang lebih memilih berdasarkan kepentingan dan keuntungan yang didapat dari si kandidat.

Jadi, walaupun infrastruktur Jokowi terbukti mampu memperlancar mudik, namun tetap masyarakatlah yang menentukan kecenderungan pilihannya di Pilpres nanti. Di lain pihak, semoga saja pembangunan infrastruktur ini benar-benar mampu mengurangi tingkat urbanisasi dan membantu menggerakkan roda perekonomian di daerah-daerah. (R24)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Segitiga Besi Megawati

Relasi Prabowo Subianto dan Megawati Soekarnoputri kini memasuki babak baru menyusul wacana pertemuan dua tokoh tersebut.

Prabowo & Hybrid Meritocracy Letnan-Mayor

Promosi Letjen TNI Kunto Arief Wibowo sebagai Pangkogabwilhan I di rotasi perdana jenderal angkatan bersenjata era Presiden Prabowo Subianto kiranya mengindikasikan pendekatan baru dalam relasi kekuasaan dan militer serta dinamika yang mengiringinya, termasuk aspek politik. Mengapa demikian?

The Real Influence of Didit Hediprasetyo?

Putra Presiden Prabowo Subianto, Didit Hediprasetyo, memiliki influence tersendiri dalam dinamika politik. Mengapa Didit bisa memiliki peran penting?

Keok Pilkada, PKS Harus Waspada? 

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjadi salah satu partai yang paling tidak diuntungkan usai Pemilu 2024 dan Pilkada 2024. Mungkinkah hal ini jadi bahaya bagi PKS dalam waktu mendatang?

Prabowo and The Nation of Conglomerates

Dengarkan artikel ini: Sugianto Kusuma atau Aguan kini jadi salah satu sosok konglomerat yang disorot, utamanya pasca Menteri Tata Ruang dan Agraria Nusron Wahid mengungkapkan...

Megawati and The Queen’s Gambit

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mungkin akan dielu-elukan karena dinilai brilian dengan menunjuk Pramono Anung sebagai calon gubernur dibandingkan opsi Ahok atau Anies Baswedan, sekaligus mengalahkan endorse Joko Widodo di Jakarta. Namun, probabilitas deal tertentu di belakangnya turut mengemuka sehingga Megawati dan PDIP bisa menang mudah. Benarkah demikian?

Gibran Wants to Break Free?

Di tengah dinamika politik pasca-Pilkada 2024, seorang wapres disebut ingin punya “kebebasan”. Mengapa Gibran Rakabuming wants to break free?

Ada Operasi Intelijen Kekacauan Korea Selatan? 

Polemik politik Korea Selatan (Korsel) yang menyeret Presiden Yoon Suk Yeol jadi perhatian dunia. Mungkinkah ada peran operasi intelijen dalam kekacauan kemarin? 

More Stories

Informasi Bias, Pilpres Membosankan

Jelang kampanye, pernyataan-pernyataan yang dilontarkan oposisi cenderung kurang bervarisi. Benarkah oposisi kekurangan bahan serangan? PinterPolitik.com Jelang dimulainya masa kampanye Pemilihan Presiden 2019 yang akan dimulai tanggal...

Galang Avengers, Jokowi Lawan Thanos

Di pertemuan World Economic Forum, Jokowi mengibaratkan krisis global layaknya serangan Thanos di film Avengers: Infinity Wars. Mampukah ASEAN menjadi Avengers? PinterPolitik.com Pidato Presiden Joko Widodo...

Jokowi Rebut Millenial Influencer

Besarnya jumlah pemilih millenial di Pilpres 2019, diantisipasi Jokowi tak hanya melalui citra pemimpin muda, tapi juga pendekatan ke tokoh-tokoh muda berpengaruh. PinterPolitik.com Lawatan Presiden Joko...